Teroris Pembantai 51 Jamaah Masjid Chistchurch Pecat Pengacaranya
loading...
A
A
A
CHRISTCHURCH - Brenton Tarrant, tersangka serangan teroris yang membantai 51 jamaah dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, telah memecat pengacaranya pada hari Senin (13/7/2020). Pria Australia ini memilih untuk mewakili dirinya sendiri dalam persidangan.
Langkahnya itu menimbulkan kekhawatiran bahwa dia akan menggunakan sidang pengadilan bulan depan untuk mempromosikan pandangan supremasi kulit putihnya.
Brenton Tarrant akan dijatuhi hukuman pada 24 Agustus 2020 atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu tuduhan tindakan terorisme yang timbul dari penembakan massal 15 Maret 2019 lalu. Aksinya tercatat sebagai penembakan massal terburuk dalam sejarah modern Selandia Baru.
Dia telah mengaku bersalah atas beberapa tuduhan tersebut. (Baca: Sebelum Teroris Bantai 51 Jamaah Masjid Christchurch, Masjid Lain Juga Diancam )
Pada sidang pra-vonis pada hari Senin, hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander mengizinkan pengacara Tarrant, Shane Tait dan Jonathan Hudson, untuk menarik diri dari persidangan atas permintaan klien mereka.
Namun, hakim memerintahkan "penasihat hukum siaga" tetap tersedia bulan depan jika Tarrant—yang muncul di pengadilan Christchurch melalui tautan video dari penjara Auckland—berubah pikiran.
Presiden Asosiasi Muslim Selandia Baru Ikhlaq Kashkari mempertanyakan motif Tarrant yang memecat pengacaranya. Dia mengatakan para korban dapat mengalami trauma berulang jika pria bersenjata itu diizinkan untuk mengeluarkan retorika sayap kanan dalam persidangan.
"Kekhawatiran pertama saya ketika saya membaca ini adalah 'Ya Tuhan, apa yang dilakukan orang ini, apakah dia akan menggunakan ini sebagai platform untuk mempromosikan pandangan dan pikirannya?'," katanya kepada AFP. (Baca: Teroris Pembantai Jamaah Masjid Christchurch: Berapa yang Saya Bunuh? )
"Banyak orang masih mengalami trauma dan ini dipandang sebagai salah satu peristiwa yang akan memberi mereka penutupan. Saya berharap itu tidak akan menjadi sesuatu yang akan memicu lebih banyak rasa sakit sebagai gantinya."
Pada 15 Maret 2019, Tarrant menembak mati jamaah Muslim saat salat Jumat di dua masjid di Christchurch. Dia bahkan menyiarkan langsung pembantaiannya di Facebook. Korbannya termasuk anak-anak dan orang lanjut usia.
Mantan instruktur gym ini awalnya mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan. Namun, dia membalikkan sikapnya itu pada persidangan bulan Maret tahun ini.
Tuduhan terorisme dan pembunuhan bisa membuatnya dijatuhi hukuman seumur hidup, yang artinya dia wajib menjalani hukuman minimal 17 tahun penjara sebelum ada kemungkinan pembebasan bersyarat. Selandia Baru tidak mengadopsi hukuman mati. (Baca juga: Kalimat Horor Teroris Brenton Tarrant saat Ditangkap Polisi )
Korban selamat dan keluarga korban tewas menyatakan siap hadir dalam sidang vonis Tarrant.
Langkahnya itu menimbulkan kekhawatiran bahwa dia akan menggunakan sidang pengadilan bulan depan untuk mempromosikan pandangan supremasi kulit putihnya.
Brenton Tarrant akan dijatuhi hukuman pada 24 Agustus 2020 atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan dan satu tuduhan tindakan terorisme yang timbul dari penembakan massal 15 Maret 2019 lalu. Aksinya tercatat sebagai penembakan massal terburuk dalam sejarah modern Selandia Baru.
Dia telah mengaku bersalah atas beberapa tuduhan tersebut. (Baca: Sebelum Teroris Bantai 51 Jamaah Masjid Christchurch, Masjid Lain Juga Diancam )
Pada sidang pra-vonis pada hari Senin, hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander mengizinkan pengacara Tarrant, Shane Tait dan Jonathan Hudson, untuk menarik diri dari persidangan atas permintaan klien mereka.
Namun, hakim memerintahkan "penasihat hukum siaga" tetap tersedia bulan depan jika Tarrant—yang muncul di pengadilan Christchurch melalui tautan video dari penjara Auckland—berubah pikiran.
Presiden Asosiasi Muslim Selandia Baru Ikhlaq Kashkari mempertanyakan motif Tarrant yang memecat pengacaranya. Dia mengatakan para korban dapat mengalami trauma berulang jika pria bersenjata itu diizinkan untuk mengeluarkan retorika sayap kanan dalam persidangan.
"Kekhawatiran pertama saya ketika saya membaca ini adalah 'Ya Tuhan, apa yang dilakukan orang ini, apakah dia akan menggunakan ini sebagai platform untuk mempromosikan pandangan dan pikirannya?'," katanya kepada AFP. (Baca: Teroris Pembantai Jamaah Masjid Christchurch: Berapa yang Saya Bunuh? )
"Banyak orang masih mengalami trauma dan ini dipandang sebagai salah satu peristiwa yang akan memberi mereka penutupan. Saya berharap itu tidak akan menjadi sesuatu yang akan memicu lebih banyak rasa sakit sebagai gantinya."
Pada 15 Maret 2019, Tarrant menembak mati jamaah Muslim saat salat Jumat di dua masjid di Christchurch. Dia bahkan menyiarkan langsung pembantaiannya di Facebook. Korbannya termasuk anak-anak dan orang lanjut usia.
Mantan instruktur gym ini awalnya mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan. Namun, dia membalikkan sikapnya itu pada persidangan bulan Maret tahun ini.
Tuduhan terorisme dan pembunuhan bisa membuatnya dijatuhi hukuman seumur hidup, yang artinya dia wajib menjalani hukuman minimal 17 tahun penjara sebelum ada kemungkinan pembebasan bersyarat. Selandia Baru tidak mengadopsi hukuman mati. (Baca juga: Kalimat Horor Teroris Brenton Tarrant saat Ditangkap Polisi )
Korban selamat dan keluarga korban tewas menyatakan siap hadir dalam sidang vonis Tarrant.
(min)