Arab Saudi Berencana Gunakan Uranium Domestik untuk Bahan Bakar Nuklir

Kamis, 12 Januari 2023 - 04:17 WIB
loading...
Arab Saudi Berencana...
Arab Saudi berencana menggunakan uranium domestik untuk bahan bakar nuklir. Foto/Ilustrasi
A A A
RIYADH - Arab Saudi berencana untuk menggunakan uranium yang bersumber dari dalam negeri untuk membangun industri tenaga nuklirnya. Hal itu diungkapkan Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman.

Dia menambahkan bahwa eksplorasi baru-baru ini telah menunjukkan beragam portofolio uranium di Negara Teluk Arab itu, pengekspor minyak utama dunia.

Arab Saudi memiliki program nuklir baru yang ingin diperluas, untuk akhirnya memasukkan pengayaan uranium, area sensitif mengingat perannya dalam senjata nuklir. Riyadh mengatakan ingin menggunakan tenaga nuklir untuk mendiversifikasi bauran energinya.



Tidak jelas di mana ambisinya berakhir, karena Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada 2018 mengatakan bahwa Kerajaan akan mengembangkan senjata nuklir jika saingan regionalnya, Iran, melakukannya.

"Kerajaan bermaksud untuk memanfaatkan sumber daya uranium nasionalnya, termasuk dalam usaha patungan dengan mitra yang bersedia sesuai dengan komitmen internasional dan standar transparansi," kata Abdulaziz bin Salman seperti dikutip dari Middle East Monitor, Kamis (12/1/2023).

Dia mengatakan pada konferensi industri pertambangan di Riyadh bahwa ini akan melibatkan seluruh siklus bahan bakar nuklir yang melibatkan produksi kue kuning, uranium yang diperkaya rendah dan pembuatan bahan bakar nuklir, baik untuk penggunaan nasional dan, tentu saja, untuk ekspor.

Rekan Negara Teluk, Uni Emirat Arab (UEA), memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir multi-unit pertama di dunia Arab. UEA telah berkomitmen untuk tidak memperkaya uranium itu sendiri dan tidak memproses ulang bahan bakar bekas.



Reaktor atom memerlukan pengayaan uranium hingga kemurnian sekitar 5 persen, tetapi teknologi yang sama dalam proses ini juga dapat digunakan untuk memperkaya logam berat ke tingkat senjata yang lebih tinggi.

Masalah ini telah menjadi inti keprihatinan Barat dan regional tentang program nuklir Iran, dan mengarah pada kesepakatan 2015 antara Teheran dan kekuatan global yang membatasi pengayaan sebesar 3,67 persen.

Pakta itu runtuh setelah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump keluar dari kesepakatan pada 2018, dan upaya untuk menyelamatkan perjanjian terhenti sejak September.

(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1770 seconds (0.1#10.140)