Video Bocor, Biden Akui Kesepakatan Nuklir Iran Mati Meski Perundingan Berlanjut
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Joe Biden adalah wakil presiden ketika Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) diratifikasi oleh presiden saat itu Barack Obama pada tahun 2015.
Dia sejak itu berjanji mencabut keputusan pendahulunya Donald Trump yang menarik diri dari kesepakatan itu, tetapi pembicaraan antara AS dan Iran terhenti sejak Agustus.
Satu video muncul dari Joe Biden yang menyatakan kesepakatan energi nuklir damai dengan Iran sudah "mati" bahkan saat perundingan berlanjut.
Presiden AS membuat komentar tersebut kepada para emigran Iran pada rapat umum kampanye dengan sesama anggota Kongres Partai Demokrat Mike Levin di Oceanside, California pada 4 November 2022, pada saat protes kekerasan berkecamuk di Iran dengan dukungan dari Washington.
"Presiden Biden, bisakah Anda mengumumkan bahwa JCPOA sudah mati? Bisakah Anda mengumumkannya saja?" tanya seorang wanita. Biden menjawab, "Tidak", mendorong wanita itu untuk bertanya, "Mengapa tidak?"
"Banyak alasan. Sudah mati, tapi kami tidak akan mengumumkannya," ujar Biden padanya. "Ceritanya panjang, tapi kami akan memastikan..."
Biden tampak tidak terpengaruh ketika wanita itu dengan meremehkan menyebut pemerintah Iran sebagai "para Mullah".
"Kami hanya tidak ingin ada kesepakatan dengan para Mullah," ujar wanita itu. "Tidak Ada Kesepakatan! Mereka tidak mewakili kami, mereka bukan pemerintah kami."
"Oh, saya tahu mereka tidak mewakili Anda," jawab Biden, "tetapi mereka akan memiliki senjata nuklir yang akan mereka wakili."
Pemerintahan Biden memulai pembicaraan dengan Iran tahun lalu tentang AS kembali ke kesepakatan, yang ditarik oleh pendahulunya Donald Trump.
Pembicaraan antara Uni Eropa (UE) dan Iran untuk menghidupkan kembali pembicaraan masih berlangsung di ibu kota Austria, Wina, meskipun delegasi AS tidak berpartisipasi langsung sejak Agustus.
Perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 antara Iran, AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan UE ditandatangani ketika Biden menjadi wakil presiden di era Barack Obama.
Kesepakatan itu menetapkan pencabutan sanksi terhadap Iran secara bertahap, sementara sebagai imbalannya, Teheran akan sangat mengurangi pengayaan bahan bakar uraniumnya untuk pembangkit listrik tenaga nuklirnya dan mengizinkan inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengakses fasilitasnya untuk memverifikasi kepatuhan.
Obama dengan cepat memperburuk kesepakatan itu dengan memberikan lebih banyak sanksi terhadap Iran atas pengujian rudal balistik jarak pendek yang dirancang untuk membawa hulu ledak konvensional.
Pengganti Obama, Donald Trump, menepati janji kampanye 2016 untuk menarik diri dari kesepakatan pada Mei 2018, tetapi tidak menindaklanjutinya dengan negosiasi ulang yang dijanjikan.
Iran menunggu satu tahun, sesuai ketentuan perjanjian, sebelum memulai kembali pengayaan uranium tingkat tinggi.
AS, Israel, dan negara-negara Barat lainnya menuduh uranium yang diperkaya dimaksudkan untuk program senjata nuklir.
Tuduhan itu berulang kali disangkal Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei yang menegaskan senjata nuklir dilarang oleh Islam dalam fatwa atau penilaian agama.
Dia sejak itu berjanji mencabut keputusan pendahulunya Donald Trump yang menarik diri dari kesepakatan itu, tetapi pembicaraan antara AS dan Iran terhenti sejak Agustus.
Satu video muncul dari Joe Biden yang menyatakan kesepakatan energi nuklir damai dengan Iran sudah "mati" bahkan saat perundingan berlanjut.
Presiden AS membuat komentar tersebut kepada para emigran Iran pada rapat umum kampanye dengan sesama anggota Kongres Partai Demokrat Mike Levin di Oceanside, California pada 4 November 2022, pada saat protes kekerasan berkecamuk di Iran dengan dukungan dari Washington.
"Presiden Biden, bisakah Anda mengumumkan bahwa JCPOA sudah mati? Bisakah Anda mengumumkannya saja?" tanya seorang wanita. Biden menjawab, "Tidak", mendorong wanita itu untuk bertanya, "Mengapa tidak?"
"Banyak alasan. Sudah mati, tapi kami tidak akan mengumumkannya," ujar Biden padanya. "Ceritanya panjang, tapi kami akan memastikan..."
Biden tampak tidak terpengaruh ketika wanita itu dengan meremehkan menyebut pemerintah Iran sebagai "para Mullah".
"Kami hanya tidak ingin ada kesepakatan dengan para Mullah," ujar wanita itu. "Tidak Ada Kesepakatan! Mereka tidak mewakili kami, mereka bukan pemerintah kami."
"Oh, saya tahu mereka tidak mewakili Anda," jawab Biden, "tetapi mereka akan memiliki senjata nuklir yang akan mereka wakili."
Pemerintahan Biden memulai pembicaraan dengan Iran tahun lalu tentang AS kembali ke kesepakatan, yang ditarik oleh pendahulunya Donald Trump.
Pembicaraan antara Uni Eropa (UE) dan Iran untuk menghidupkan kembali pembicaraan masih berlangsung di ibu kota Austria, Wina, meskipun delegasi AS tidak berpartisipasi langsung sejak Agustus.
Perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 antara Iran, AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan UE ditandatangani ketika Biden menjadi wakil presiden di era Barack Obama.
Kesepakatan itu menetapkan pencabutan sanksi terhadap Iran secara bertahap, sementara sebagai imbalannya, Teheran akan sangat mengurangi pengayaan bahan bakar uraniumnya untuk pembangkit listrik tenaga nuklirnya dan mengizinkan inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengakses fasilitasnya untuk memverifikasi kepatuhan.
Obama dengan cepat memperburuk kesepakatan itu dengan memberikan lebih banyak sanksi terhadap Iran atas pengujian rudal balistik jarak pendek yang dirancang untuk membawa hulu ledak konvensional.
Pengganti Obama, Donald Trump, menepati janji kampanye 2016 untuk menarik diri dari kesepakatan pada Mei 2018, tetapi tidak menindaklanjutinya dengan negosiasi ulang yang dijanjikan.
Iran menunggu satu tahun, sesuai ketentuan perjanjian, sebelum memulai kembali pengayaan uranium tingkat tinggi.
AS, Israel, dan negara-negara Barat lainnya menuduh uranium yang diperkaya dimaksudkan untuk program senjata nuklir.
Tuduhan itu berulang kali disangkal Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei yang menegaskan senjata nuklir dilarang oleh Islam dalam fatwa atau penilaian agama.
(sya)