Pria AS Dijebloskan ke Penjara Arab Saudi saat Umrah di Makkah
loading...
A
A
A
RIYADH - Seorang pria berkewargenagaraan Amerika Serikat (AS)-Yaman ditangkap dan dijebloskan ke penjara dengan keamanan maksimum di Arab Saudi saat menjalankan umrah di Masjidilharam, Makkah.
Mohamad Salem (63) ditahan sejak 1 November 2022 dan telah dipindahkan ke fasilitas penjara dengan keamanan maksimum yang biasanya digunakan untuk tahanan politik kelas atas dan tersangka teroris.
Salem adalah salah satu dari beberapa orang Amerika yang baru-baru ini berselisih dengan otoritas Arab Saudi.
Abdallah Moughni, juru bicara keluarganya dari negara bagian Michigan mengatakan pada hari Minggu bahwa Salem melakukan perjalanan ke Arab Saudi dengan dua putranya untuk menunaikan umrah.
Saat mengantre, dia terlibat pertengkaran mulut dengan petugas keamanan yang memisahkan dia dari putra-putranya.
Belakangan, dua pria mendekatinya, mengatakan bahwa mereka berasal dari Libya dan menanyakan apa yang terjadi.
"Pada titik ini, Mohammad sangat marah, dia sangat marah. Dia berkata, 'Jika bukan karena Makkah dan Madinah, kami akan membakar negara ini sampai rata dengan tanah'," kata Moughni, seperti dikutip dari Fox2, Senin (14/11/2022).
Kedua pria itu ternyata agen Arab Saudi yang menyamar, dan Salem akhirnya ditangkap dan ditahan.
Kerabat Salem semakin mengkhawatirkan kondisinya sejak dia dipindahkan ke Penjara Pusat Dhahban, di mana kelompok hak asasi manusia (HAM) sebelumnya mendokumentasikan tuduhan penyiksaan menggunakan sengatan listrik dan cambuk.
Arab Saudi sering dikritik karena tidak mentoleransi perbedaan pendapat dan baru-baru ini menjadi sorotan karena hukuman penjara selama beberapa dekade yang dijatuhkan kepada sejumlah wanita yang men-tweet dan me-retweet posting-an yang mengkritik rezim Riyadh.
Minggu ini, Carly Morris, seorang wanita AS yang secara terbuka menuduh mantan suaminya dari Arab Saudi menjebak putri mereka di kerajaan di bawah apa yang disebut undang-undang perwalian, ditahan sebentar.
Bulan lalu, Saad Ibrahim Almadi, seorang warga negara AS berusia 72 tahun asal Arab Saudi, telah menerima hukuman penjara 16 tahun karena posting Twitter tentang beberapa topik termasuk perang di Yaman dan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tahun 2018.
Semua hukuman itu dijatuhkan beberapa minggu setelah Presiden AS Joe Biden mengesampingkan kecamannya di masa lalu terhadap catatan HAM Arab Saudi demi melakukan kunjungan ke kerajaan, meskipun ada kritik dari kelompok HAM dan orang-orang buangan Arab Saudi.
Itu adalah saat ketika AS sangat membutuhkan kerajaan untuk menjaga produksi minyak. Tetapi lobi pemerintahan Biden berakhir dengan tidak ada lagi minyak atau perbaikan apa pun dalam catatan HAM.
Para pembela HAM mengatakan upaya Biden untuk menenangkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman justru membuatnya pangeran Saudi itu berani.
Otoritas Arab Saudi secara ilegal memantau dan menyerang warganya di AS dan negara-negara Barat lainnya.
Mohamad Salem (63) ditahan sejak 1 November 2022 dan telah dipindahkan ke fasilitas penjara dengan keamanan maksimum yang biasanya digunakan untuk tahanan politik kelas atas dan tersangka teroris.
Salem adalah salah satu dari beberapa orang Amerika yang baru-baru ini berselisih dengan otoritas Arab Saudi.
Abdallah Moughni, juru bicara keluarganya dari negara bagian Michigan mengatakan pada hari Minggu bahwa Salem melakukan perjalanan ke Arab Saudi dengan dua putranya untuk menunaikan umrah.
Saat mengantre, dia terlibat pertengkaran mulut dengan petugas keamanan yang memisahkan dia dari putra-putranya.
Belakangan, dua pria mendekatinya, mengatakan bahwa mereka berasal dari Libya dan menanyakan apa yang terjadi.
"Pada titik ini, Mohammad sangat marah, dia sangat marah. Dia berkata, 'Jika bukan karena Makkah dan Madinah, kami akan membakar negara ini sampai rata dengan tanah'," kata Moughni, seperti dikutip dari Fox2, Senin (14/11/2022).
Kedua pria itu ternyata agen Arab Saudi yang menyamar, dan Salem akhirnya ditangkap dan ditahan.
Kerabat Salem semakin mengkhawatirkan kondisinya sejak dia dipindahkan ke Penjara Pusat Dhahban, di mana kelompok hak asasi manusia (HAM) sebelumnya mendokumentasikan tuduhan penyiksaan menggunakan sengatan listrik dan cambuk.
Arab Saudi sering dikritik karena tidak mentoleransi perbedaan pendapat dan baru-baru ini menjadi sorotan karena hukuman penjara selama beberapa dekade yang dijatuhkan kepada sejumlah wanita yang men-tweet dan me-retweet posting-an yang mengkritik rezim Riyadh.
Minggu ini, Carly Morris, seorang wanita AS yang secara terbuka menuduh mantan suaminya dari Arab Saudi menjebak putri mereka di kerajaan di bawah apa yang disebut undang-undang perwalian, ditahan sebentar.
Bulan lalu, Saad Ibrahim Almadi, seorang warga negara AS berusia 72 tahun asal Arab Saudi, telah menerima hukuman penjara 16 tahun karena posting Twitter tentang beberapa topik termasuk perang di Yaman dan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi tahun 2018.
Semua hukuman itu dijatuhkan beberapa minggu setelah Presiden AS Joe Biden mengesampingkan kecamannya di masa lalu terhadap catatan HAM Arab Saudi demi melakukan kunjungan ke kerajaan, meskipun ada kritik dari kelompok HAM dan orang-orang buangan Arab Saudi.
Itu adalah saat ketika AS sangat membutuhkan kerajaan untuk menjaga produksi minyak. Tetapi lobi pemerintahan Biden berakhir dengan tidak ada lagi minyak atau perbaikan apa pun dalam catatan HAM.
Para pembela HAM mengatakan upaya Biden untuk menenangkan Putra Mahkota Mohammed bin Salman justru membuatnya pangeran Saudi itu berani.
Otoritas Arab Saudi secara ilegal memantau dan menyerang warganya di AS dan negara-negara Barat lainnya.
(min)