Sebelum Teroris Bantai 51 Jamaah Masjid Christchurch, Masjid Lain Juga Diancam

Selasa, 07 Juli 2020 - 15:49 WIB
loading...
Sebelum Teroris Bantai...
Brenton Tarrant, teroris asal Australia yang membantai 51 jamaah dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, 15 Maret 2019. Foto/Sydney Morning Herald
A A A
WELLINGTON - Sebelum seorang teroris membantai 51 jamaah di dua masjid di Christchruch , Selandia Baru, pada 15 Maret 2019, ancaman lain juga diterima sebuah masjid di negara itu.

Ancaman lain itu diungkap Dewan Perempuan Islam Selandia Baru pada Selasa (7/7/2020) dalam penyelidikan terkait serangan teroris 15 Maret tahun lalu. Dewan itu telah menyampaikan ancaman tersebut kepada polisi dan dinas keamanan setempat.

Dewan tersebut mengatakan bahwa pihaknya memperingatkan polisi dan dinas keamanan berulang kali tentang ancaman dari kelompok supremasi kulit putih.

Materi yang dilaporkan termasuk pesan Facebook yang mengancam akan membakar Alquran di luar sebuah masjid di Hamilton pada 15 Maret 2019, hari yang sama dengan serangan di Christchurch. Pembantaian itu terjadi di Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre. (Baca: Teroris Pembantai Jamaah Masjid Christchurch: Berapa yang Saya Bunuh? )

Meskipun ancaman itu tidak secara langsung terkait dengan penembakan massal, langkah-langkah keamanan ekstra bisa diambil di semua masjid. Demikian disampaikan dewan tersebut dalam dokumen pengajuan penyelidikan tertutup yang diumumkan kepada publik pada hari Selasa.

"Polisi memiliki cukup intelijen untuk menjamin strategi nasional yang terkoordinasi," lanjut dokumen setebal 130 halaman itu seperti dikutip Reuters.

"Jika ada strategi seperti itu, maka pesan itu akan memperingatkan setiap masjid di negara itu akan ancaman terhadap satu masjid pada Jumat 15 Maret 2019 dan bagi semua masjid untuk mengambil langkah-langkah keamanan tambahan. Apakah (iya) atau tidak ancaman itu terhubung dengan pembantai Christchurch ini tidak relevan."

Berbekal senjata semi-otomatis, Brenton Tarrant asal Australia, yang diduga bagian dari kelompok supremasi kulit putih, menyerang dua masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019. Teroris ini bahkan menyiarkan langsung penembakan massal terburuk di Selandia Baru itu di Facebook.

Tarrant mengaku bersalah dan pengadilan akan memulai proses terhadap hukumannya pada 24 Agustus mendatang.

Dokumen pengajuan penyelidikan oleh Dewan Perempuan Islam mengatakan bahwa polisi, dinas keamanan dan perwakilan pemerintah hanya berfokus pada pemberantasan terorisme oleh para ekstremis Muslim, dan membuat masyarakat rentan terhadap peningkatan gerakan alternatif saya kanan. (Baca juga: Kalimat Horor Teroris Brenton Tarrant saat Ditangkap Polisi )

"Bukti menunjukkan bahwa karyawan sektor publik, paling terbaik, tertidur di tempat kerja dan, paling buruk, sengaja mengabaikan permohonan kami dan secara aktif merusak pekerjaan kami," kata Aliya Danzeisen, yang menggandeng keterlibatan pemerintah dalam kelompok itu, dalam sebuah pernyataan.

Polisi mengatakan tidak ada komentar yang akan dibuat sampai Royal Comission membuat kesimpulan. Namun, pada ancaman khusus di laporan itu bahwa terduga pengancam diidentifikasi dan secara resmi diperingatkan.

Seorang juru bicara pemerintah mengatakan pemerintah akan menunggu laporan Royal Comission sebelum membuat komentar.

Penyelidikan Royal Comission mengenai pembantaian di Chistchruch dijadwalkan akan dilaporkan pada akhir Juli.

Ancaman terhadap komunitas Muslim terus berlanjut sejak serangan itu, termasuk ancaman posting media sosial pada awal tahun ini.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1821 seconds (0.1#10.140)