Bom Nuklir Gravitasi AS Bakal Jadi Senjata NATO, Lebih Dahsyat dari Bom Hiroshima
loading...
A
A
A
Sebagai perbandingan, bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada tahun 1945 menghasilkan ledakan sekitar 15 kiloton dengan korban tewas ratusan ribu orang.
Bom nuklir gravitasi akan menggantikan senjata lama di berbagai fasilitas penyimpanan di Eropa untuk potensi penggunaan oleh pesawat pengebom dan jet tempur AS dan sekutu.
Senjata tersebut menggunakan sistem navigasi inersia untuk mencapai probabilitas pembunuhan yang tinggi.
Rencana AS untuk menambahkan bom nuklir gravitasi ke gudang senjata NATO terjadi ketika negara-negara di Barat khawatir dengan ancaman Rusia untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina dan di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa Barat perlu berbuat lebih banyak untuk mencegah Moskow melewati batas itu.
Saat dimintai komentar, juru bicara Pentagon Brigjen Patrick Ryder mengatakan: “Meskipun kami tidak akan membahas rincian persenjataan nuklir kami, modernisasi senjata nuklir B61 AS telah berlangsung selama bertahun-tahun dan berencana untuk secara aman dan bertanggung jawab menukar senjata yang lebih tua dengan senjata versi B61-12 yang ditingkatkan adalah bagian dari upaya modernisasi yang telah lama direncanakan dan dijadwalkan.”
"Ini sama sekali tidak terkait dengan peristiwa terkini di Ukraina," ujarnya.
Politico, media yang berbasis di AS, melaporkan langkah Washington itu lebih ditujukan ke negara-negara NATO daripada Rusia—yakni untuk meyakinkan sekutu ketika mereka merasa sangat terancam oleh Rusia.
Saat ini, AS memiliki 100 unit bom B61 lama yang disimpan di pangkalan di negara-negara Eropa termasuk Jerman dan Italia.
Bom baru akan dapat dijatuhkan dari berbagai pesawat termasuk pengembom siluman B-2, dan pesawat tempur yang lebih kecil seperti F-15, Tornado, dan jet tempur siluman F-35.
Pada hari Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan Inggris, khususnya mantan perdana menteri Liz Truss, karena memulai provokasi nuklir.
Bom nuklir gravitasi akan menggantikan senjata lama di berbagai fasilitas penyimpanan di Eropa untuk potensi penggunaan oleh pesawat pengebom dan jet tempur AS dan sekutu.
Senjata tersebut menggunakan sistem navigasi inersia untuk mencapai probabilitas pembunuhan yang tinggi.
Rencana AS untuk menambahkan bom nuklir gravitasi ke gudang senjata NATO terjadi ketika negara-negara di Barat khawatir dengan ancaman Rusia untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina dan di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa Barat perlu berbuat lebih banyak untuk mencegah Moskow melewati batas itu.
Saat dimintai komentar, juru bicara Pentagon Brigjen Patrick Ryder mengatakan: “Meskipun kami tidak akan membahas rincian persenjataan nuklir kami, modernisasi senjata nuklir B61 AS telah berlangsung selama bertahun-tahun dan berencana untuk secara aman dan bertanggung jawab menukar senjata yang lebih tua dengan senjata versi B61-12 yang ditingkatkan adalah bagian dari upaya modernisasi yang telah lama direncanakan dan dijadwalkan.”
"Ini sama sekali tidak terkait dengan peristiwa terkini di Ukraina," ujarnya.
Politico, media yang berbasis di AS, melaporkan langkah Washington itu lebih ditujukan ke negara-negara NATO daripada Rusia—yakni untuk meyakinkan sekutu ketika mereka merasa sangat terancam oleh Rusia.
Saat ini, AS memiliki 100 unit bom B61 lama yang disimpan di pangkalan di negara-negara Eropa termasuk Jerman dan Italia.
Bom baru akan dapat dijatuhkan dari berbagai pesawat termasuk pengembom siluman B-2, dan pesawat tempur yang lebih kecil seperti F-15, Tornado, dan jet tempur siluman F-35.
Pada hari Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan Inggris, khususnya mantan perdana menteri Liz Truss, karena memulai provokasi nuklir.