500 Mantan Militer dan 15 Purnawirawan Jenderal AS Bekerja untuk Arab Saudi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Sebanyak 15 purnawirawan jenderal dan laksamana Amerika Serikat (AS) menerima gaji selangit dari Kementerian Pertahanan Saudi sejak 2016.
Kabar tersebut diungkap dalam laporan Washington Post yang diterbitkan pada Selasa (18/10/2022).
“Lebih dari 500 mantan anggota dinas telah jadi penasihat pemerintah asing dalam kesepakatan yang kadang-kadang dibayar secara signifikan lebih dari gaji tahunan tertinggi jenderal bintang empat sebesar USD203.698 (Rp3 miliar),” ungkap laporan surat kabar itu.
Undang-undang federal AS mengharuskan pensiunan personel militer untuk mendapatkan otorisasi pemerintah untuk menerima segala jenis dana atau hadiah dari pemerintah asing atau perusahaan milik negara.
“Namun, sebagian besar formalitas dan persetujuan hampir otomatis, dengan 95% dari permintaan diberikan,” papar laporan Post.
Mantan Direktur NSA Keith Alexander dibayar besar untuk membantu membangun dan menjalankan program pelatihan universitas pertama untuk perang siber di Arab Saudi pada tahun 2018.
Alexander bekerja dengan Saud al-Qahtani, tokoh berpengaruh yang mengawasi para pengkritik Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS), termasuk mantan kontributor Washington Post yang terbunuh, Jamal Khashoggi.
Qahtani dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada 2018 karena diduga berpartisipasi dalam operasi yang menyebabkan kematian Khashoggi. Meski demikian, Alexander diizinkan bekerja untuknya.
Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS era Barack Obama, James Jones, memberikan konsultasi keamanan untuk Riyadh mulai tahun 2016.
Salah satu dari empat mantan jenderal yang dia bawa, Jenderal bintang empat Angkatan Udara AS Charles Wald, bersikeras bahwa mereka membantu Saudi menjadi mandiri secara militer sehingga AS bisa keluar dari Riyadh.
Dia mengatakan kepada Post bahwa mereka telah membuat “kemajuan terukur” dengan reformasi saat dia di sana.
Meski begitu, menurutnya, dia senang bisa pergi. Sementara seorang juru bicara Jones mengklaim pada saat itu bahwa sang jenderal "merasa ngeri" dengan pembunuhan Khashoggi.
Dengan kontraknya akan segera berakhir, perusahaan keamanan Jones dilaporkan memperluas kemitraannya dengan Kementerian Pertahanan Saudi sebagai gantinya.
The Post menemukan sebanyak 20 pensiunan pejabat yang bahkan belum mendapatkan persetujuan pemerintah untuk bekerja di militer Saudi melalui perusahaan konsultan Jones.
Tidak ada hukuman pidana karena mengabaikan peraturan ini, dan beberapa kontraktor militer sebenarnya tidak memerlukan izin tersebut.
Sementara pengaturan ini telah ada selama bertahun-tahun, Arab Saudi saat ini mendapat kecaman karena penolakannya menghentikan pengurangan produksi minyak meskipun ada tekanan dari Washington.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengancam "mengevaluasi kembali" hubungannya dengan Riyadh.
AS menuduh Saudi membantu Rusia mendanai operasi militernya di Ukraina dengan setidaknya menunda pemotongan produksi minyak.
Jika Saudi bersedia memangkas produksi minyak, maka dapat menunda lonjakan 10% harga minyak yang kemungkinan akan terjadi sampai setelah pemilu paruh waktu AS.
Kabar tersebut diungkap dalam laporan Washington Post yang diterbitkan pada Selasa (18/10/2022).
“Lebih dari 500 mantan anggota dinas telah jadi penasihat pemerintah asing dalam kesepakatan yang kadang-kadang dibayar secara signifikan lebih dari gaji tahunan tertinggi jenderal bintang empat sebesar USD203.698 (Rp3 miliar),” ungkap laporan surat kabar itu.
Undang-undang federal AS mengharuskan pensiunan personel militer untuk mendapatkan otorisasi pemerintah untuk menerima segala jenis dana atau hadiah dari pemerintah asing atau perusahaan milik negara.
“Namun, sebagian besar formalitas dan persetujuan hampir otomatis, dengan 95% dari permintaan diberikan,” papar laporan Post.
Mantan Direktur NSA Keith Alexander dibayar besar untuk membantu membangun dan menjalankan program pelatihan universitas pertama untuk perang siber di Arab Saudi pada tahun 2018.
Alexander bekerja dengan Saud al-Qahtani, tokoh berpengaruh yang mengawasi para pengkritik Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS), termasuk mantan kontributor Washington Post yang terbunuh, Jamal Khashoggi.
Qahtani dijatuhi sanksi oleh Departemen Keuangan AS pada 2018 karena diduga berpartisipasi dalam operasi yang menyebabkan kematian Khashoggi. Meski demikian, Alexander diizinkan bekerja untuknya.
Mantan Penasihat Keamanan Nasional AS era Barack Obama, James Jones, memberikan konsultasi keamanan untuk Riyadh mulai tahun 2016.
Salah satu dari empat mantan jenderal yang dia bawa, Jenderal bintang empat Angkatan Udara AS Charles Wald, bersikeras bahwa mereka membantu Saudi menjadi mandiri secara militer sehingga AS bisa keluar dari Riyadh.
Dia mengatakan kepada Post bahwa mereka telah membuat “kemajuan terukur” dengan reformasi saat dia di sana.
Meski begitu, menurutnya, dia senang bisa pergi. Sementara seorang juru bicara Jones mengklaim pada saat itu bahwa sang jenderal "merasa ngeri" dengan pembunuhan Khashoggi.
Dengan kontraknya akan segera berakhir, perusahaan keamanan Jones dilaporkan memperluas kemitraannya dengan Kementerian Pertahanan Saudi sebagai gantinya.
The Post menemukan sebanyak 20 pensiunan pejabat yang bahkan belum mendapatkan persetujuan pemerintah untuk bekerja di militer Saudi melalui perusahaan konsultan Jones.
Tidak ada hukuman pidana karena mengabaikan peraturan ini, dan beberapa kontraktor militer sebenarnya tidak memerlukan izin tersebut.
Sementara pengaturan ini telah ada selama bertahun-tahun, Arab Saudi saat ini mendapat kecaman karena penolakannya menghentikan pengurangan produksi minyak meskipun ada tekanan dari Washington.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengancam "mengevaluasi kembali" hubungannya dengan Riyadh.
AS menuduh Saudi membantu Rusia mendanai operasi militernya di Ukraina dengan setidaknya menunda pemotongan produksi minyak.
Jika Saudi bersedia memangkas produksi minyak, maka dapat menunda lonjakan 10% harga minyak yang kemungkinan akan terjadi sampai setelah pemilu paruh waktu AS.
(sya)