Biden Ancam Arab Saudi karena Melawan AS: Ada Konsekuensi!
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah mengancam Arab Saudi setelah kerajaan itu memimpin OPEC+ melawan tekanan Washingtonagar meningkatkan produksi minyak. Pemimpin Amerika itu mengatakan akan ada konsekuensinya bagi Riyadh.
Alih-alih tunduk pada tekanan Amerika, Riyadh dan negara-negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC+ justru memutuskan untuk memangkas produksi minyak hingga 2 juta barel per hari mulai November nanti.
Langkah mereka membuat Washington kesal karena itu akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak di Amerika.
Ancaman Biden muncul sehari setelah Senator Partai Demokrat Bob Menendez—Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat—, mengatakan AS harus segera membekukan semua kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk penjualan senjata.
“Akan ada beberapa konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan dengan Rusia,” kata Biden dalam sebuah wawancara dengan CNN, yang menganggap tindakan Riyadh sama halnya bersekutu dengan Rusia.
“Saya tidak akan membahas apa yang saya pertimbangkan dan apa yang ada dalam pikiran saya. Tapi akan ada, akan ada konsekuensinya," lanjut Biden, yang dilansir Kamis (13/10/2022).
Arab Saudi, pengekspor minyak utama dunia, mengatakan keputusan OPEC+ bertujuan untuk menstabilkan pasar minyak—bukan menaikkan harga—di tengah kenaikan suku bunga oleh bank sentral dan prospek resesi global.
Tetapi para kritikus berpendapat pembatasan produksi akan menaikkan harga minyak secara global, yang menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi Rusia untuk terus mendanai perangnya di Ukraina, meskipun ada sanksi Barat terhadap ekonominya.
Langkah itu juga dipandang sebagai tamparan diplomatik bagi pemerintahan Biden saat bersiap untuk pemilu paruh waktu November nanti.
“Ini benar-benar terlihat menguntungkan musuh politik presiden di AS,” kata Kimberly Halkett dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Washington.
“Harga energi yang tinggi tidak baik untuk presiden secara politik,” ujarnya. "Alasan lain Gedung Putih tidak senang tentang ini adalah fakta bahwa ini benar-benar dilihat sebagai selaras dengan Rusia.”
Tetapi Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan pada hari Selasa membela langkah Riyadh, dengan mengatakan: "Itu murni ekonomi dan diambil dengan suara bulat oleh negara-negara anggota [OPEC+]."
“Anggota OPEC+ bertindak secara bertanggung jawab dan mengambil keputusan yang tepat,” katanya kepada stasiun televisi Al-Arabiya.
Marwan Kalaban, dari Pusat Penelitian dan Studi Kebijakan Arab, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia tidak percaya Arab Saudi ingin bersekutu dengan Rusia seperti yang dituduhkan Washington.
“Rusia berada dalam posisi yang cukup lemah saat ini dan tidak dapat benar-benar mengimbangi aliansi AS dengan Arab Saudi. Saudi masih sangat membutuhkan Amerika sebagai sekutu keamanan yang kuat di tengah begitu banyak tantangan,” katanya.
Dia mengatakan keputusan Riyadh diambil sepenuhnya berdasarkan "alasan ekonomi".
“Harga minyak telah anjlok selama beberapa bulan terakhir dan Saudi membutuhkan uang. Mereka harus menjaga harga setinggi mungkin. Mereka memiliki begitu banyak skema dan proyek di kerajaan...jadi mereka membutuhkan segala macam uang untuk mempertahankannya.”
Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Selasa juga membela pemangkasan produksi minyak yang diputuskan OPEC+, dengan mengatakan: "Keputusan kami tidak ditujukan terhadap siapa pun".
“Tindakan kami bertujuan untuk memastikan stabilitas di pasar energi global untuk membuat konsumen sumber daya energi dan mereka yang berurusan dengan produksi dan pasokan merasa tenang, stabil dan percaya diri, untuk membantu menyeimbangkan pasokan dan permintaan,” papar Putin saat menjamu kunjungan Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan di Saint Petersburg.
Alih-alih tunduk pada tekanan Amerika, Riyadh dan negara-negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC+ justru memutuskan untuk memangkas produksi minyak hingga 2 juta barel per hari mulai November nanti.
Langkah mereka membuat Washington kesal karena itu akan memicu kenaikan harga bahan bakar minyak di Amerika.
Ancaman Biden muncul sehari setelah Senator Partai Demokrat Bob Menendez—Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat—, mengatakan AS harus segera membekukan semua kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk penjualan senjata.
“Akan ada beberapa konsekuensi atas apa yang telah mereka lakukan dengan Rusia,” kata Biden dalam sebuah wawancara dengan CNN, yang menganggap tindakan Riyadh sama halnya bersekutu dengan Rusia.
“Saya tidak akan membahas apa yang saya pertimbangkan dan apa yang ada dalam pikiran saya. Tapi akan ada, akan ada konsekuensinya," lanjut Biden, yang dilansir Kamis (13/10/2022).
Arab Saudi, pengekspor minyak utama dunia, mengatakan keputusan OPEC+ bertujuan untuk menstabilkan pasar minyak—bukan menaikkan harga—di tengah kenaikan suku bunga oleh bank sentral dan prospek resesi global.
Tetapi para kritikus berpendapat pembatasan produksi akan menaikkan harga minyak secara global, yang menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi Rusia untuk terus mendanai perangnya di Ukraina, meskipun ada sanksi Barat terhadap ekonominya.
Langkah itu juga dipandang sebagai tamparan diplomatik bagi pemerintahan Biden saat bersiap untuk pemilu paruh waktu November nanti.
“Ini benar-benar terlihat menguntungkan musuh politik presiden di AS,” kata Kimberly Halkett dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Washington.
“Harga energi yang tinggi tidak baik untuk presiden secara politik,” ujarnya. "Alasan lain Gedung Putih tidak senang tentang ini adalah fakta bahwa ini benar-benar dilihat sebagai selaras dengan Rusia.”
Tetapi Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan pada hari Selasa membela langkah Riyadh, dengan mengatakan: "Itu murni ekonomi dan diambil dengan suara bulat oleh negara-negara anggota [OPEC+]."
“Anggota OPEC+ bertindak secara bertanggung jawab dan mengambil keputusan yang tepat,” katanya kepada stasiun televisi Al-Arabiya.
Marwan Kalaban, dari Pusat Penelitian dan Studi Kebijakan Arab, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia tidak percaya Arab Saudi ingin bersekutu dengan Rusia seperti yang dituduhkan Washington.
“Rusia berada dalam posisi yang cukup lemah saat ini dan tidak dapat benar-benar mengimbangi aliansi AS dengan Arab Saudi. Saudi masih sangat membutuhkan Amerika sebagai sekutu keamanan yang kuat di tengah begitu banyak tantangan,” katanya.
Dia mengatakan keputusan Riyadh diambil sepenuhnya berdasarkan "alasan ekonomi".
“Harga minyak telah anjlok selama beberapa bulan terakhir dan Saudi membutuhkan uang. Mereka harus menjaga harga setinggi mungkin. Mereka memiliki begitu banyak skema dan proyek di kerajaan...jadi mereka membutuhkan segala macam uang untuk mempertahankannya.”
Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Selasa juga membela pemangkasan produksi minyak yang diputuskan OPEC+, dengan mengatakan: "Keputusan kami tidak ditujukan terhadap siapa pun".
“Tindakan kami bertujuan untuk memastikan stabilitas di pasar energi global untuk membuat konsumen sumber daya energi dan mereka yang berurusan dengan produksi dan pasokan merasa tenang, stabil dan percaya diri, untuk membantu menyeimbangkan pasokan dan permintaan,” papar Putin saat menjamu kunjungan Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan di Saint Petersburg.
(min)