Presiden UEA Temui Putin, Tawarkan Jadi Penengah Konflik Rusia-Ukraina
loading...
A
A
A
KAIRO - Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan menegaskan kembali kesiapan negaranya untuk menengahi konflik antara Rusia dan Ukraina . Hal ini diungkapkan Sheikh Mohamed selama pembicaraannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, Selasa (11/10/2022).
Pada kunjungan ke Rusia untuk pembicaraan di St. Petersburg dengan Putin, Sheikh Mohammed mengatakan negaranya berusaha untuk berkontribusi dalam memperkuat fondasi perdamaian dan stabilitas di dunia.
“Kami membahas beberapa masalah yang menjadi perhatian bersama, termasuk krisis Ukraina, dan pentingnya terlibat dalam dialog untuk mengurangi ketegangan dan mencapai solusi diplomatik,” kata Sheikh Mohammed, seperti dikutip dari Arab News.
Anwar Gargash, Penasihat Diplomatik presiden, mengatakan kunjungan Sheikh Mohammed telah dijadwalkan dalam kerangka umum hubungan bilateral, tetapi perang di Ukraina memerlukan solusi mendesak.
Kedua pemimpin juga meninjau masalah regional dan internasional, termasuk keputusan minggu lalu oleh OPEC+ – aliansi produsen minyak yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia – untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November.
Keputusan itu telah dikritik oleh Presiden AS Joe Biden dan politisi Amerika lainnya, tetapi Putin pada Selasa membantah bahwa aliansi itu bertindak bertentangan dengan kepentingan orang lain.
“Tindakan kami bertujuan untuk menciptakan stabilitas di pasar energi global, sehingga konsumen sumber daya energi dan mereka yang terlibat dalam produksi, pemasok ke pasar global, merasa tenang, stabil dan percaya diri, sehingga pasokan dan permintaan akan seimbang.”
Sementara itu, Turki menyerukan gencatan senjata di Ukraina hanya beberapa hari menjelang pertemuan antara Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Astana, Kazakhstan. Erdogan memiliki hubungan kerja yang baik dengan pemimpin Rusia, meskipun ada perbedaan pendapat tentang isu-isu seperti Suriah, dan juga memiliki hubungan baik dengan Kiev.
Turki tetap netral selama konflik di Ukraina meskipun menjadi anggota NATO, tetapi meningkatnya serangan Rusia di kota-kota Ukraina semakin mengurangi peluang untuk solusi diplomatik.
“Sayangnya kedua belah pihak dengan cepat menjauh dari diplomasi,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada hari Selasa. “Situasinya menjadi lebih buruk dan lebih rumit. Gencatan senjata harus dilakukan sesegera mungkin, dan semakin cepat semakin baik,” lanjutnya.
Pada kunjungan ke Rusia untuk pembicaraan di St. Petersburg dengan Putin, Sheikh Mohammed mengatakan negaranya berusaha untuk berkontribusi dalam memperkuat fondasi perdamaian dan stabilitas di dunia.
“Kami membahas beberapa masalah yang menjadi perhatian bersama, termasuk krisis Ukraina, dan pentingnya terlibat dalam dialog untuk mengurangi ketegangan dan mencapai solusi diplomatik,” kata Sheikh Mohammed, seperti dikutip dari Arab News.
Anwar Gargash, Penasihat Diplomatik presiden, mengatakan kunjungan Sheikh Mohammed telah dijadwalkan dalam kerangka umum hubungan bilateral, tetapi perang di Ukraina memerlukan solusi mendesak.
Kedua pemimpin juga meninjau masalah regional dan internasional, termasuk keputusan minggu lalu oleh OPEC+ – aliansi produsen minyak yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia – untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari mulai November.
Keputusan itu telah dikritik oleh Presiden AS Joe Biden dan politisi Amerika lainnya, tetapi Putin pada Selasa membantah bahwa aliansi itu bertindak bertentangan dengan kepentingan orang lain.
“Tindakan kami bertujuan untuk menciptakan stabilitas di pasar energi global, sehingga konsumen sumber daya energi dan mereka yang terlibat dalam produksi, pemasok ke pasar global, merasa tenang, stabil dan percaya diri, sehingga pasokan dan permintaan akan seimbang.”
Sementara itu, Turki menyerukan gencatan senjata di Ukraina hanya beberapa hari menjelang pertemuan antara Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Astana, Kazakhstan. Erdogan memiliki hubungan kerja yang baik dengan pemimpin Rusia, meskipun ada perbedaan pendapat tentang isu-isu seperti Suriah, dan juga memiliki hubungan baik dengan Kiev.
Turki tetap netral selama konflik di Ukraina meskipun menjadi anggota NATO, tetapi meningkatnya serangan Rusia di kota-kota Ukraina semakin mengurangi peluang untuk solusi diplomatik.
“Sayangnya kedua belah pihak dengan cepat menjauh dari diplomasi,” kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu pada hari Selasa. “Situasinya menjadi lebih buruk dan lebih rumit. Gencatan senjata harus dilakukan sesegera mungkin, dan semakin cepat semakin baik,” lanjutnya.
(esn)