Rusia Caplok 4 Wilayah Ukraina, Begini Reaksi Ambigu China

Sabtu, 01 Oktober 2022 - 17:57 WIB
loading...
Rusia Caplok 4 Wilayah Ukraina, Begini Reaksi Ambigu China
China bersikap ambigu dengan menyerukan penghormatan kedaulatan setiap negara, tapi tidak mengecam tindakan Rusia mencaplok 4 wilayah Ukraina. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Presiden Rusia Vladimir Putin, pada hari Jumat, meneken perjanjian aksesi sebagai peresmian pencaplokan empat wilayah Ukraina yang diduduki pasukan Moskow. China, yang sejak awal mempertahankan sikap netralnya, sekarang menyampaikan sikap yang ambigu.

Empat wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia adalah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson. Semua wilayah itu bergabung dengan Rusia melalui referendum, yang oleh Kiev dan sekutu Barat-nya dianggap sebagai referendum palsu.

Berbeda dengan Barat yang mengecam keras pencaplokan empat wilayah Ukraina, China memilih mempertahankan sikap ambigunya, tidak mengecam Moskow tapi juga menyerukan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.



“Posisi China dalam masalah Ukraina konsisten dan jelas. Kami percaya bahwa semua negara berhak dihormati atas kedaulatan dan integritas teritorial mereka, bahwa tujuan dan prinsip Piagam PBB harus dipatuhi, bahwa masalah keamanan yang sah dari negara mana pun harus diperhatikan serius, dan dukungan itu harus diberikan kepada semua upaya yang kondusif untuk menyelesaikan krisis secara damai," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning saat konferensi pers pada hari Jumat.

"China siap bekerja dengan anggota komunitas internasional untuk terus memainkan peran konstruktif dalam upaya de-eskalasi," ujarnya, seperti dikutip Newsweek, Sabtu (1/10/2022).

Sejak Rusia pertama kali menginvasi Ukraina pada Februari, China mempertahankan sikap netral.

Pada hari Jumat, Max Bergmann, direktur Program Eropa untuk Pusat Studi Strategis dan Internasional, mengatakan kepada Newsweek bahwa sikap China terhadap konflik Rusia dan Ukraina mungkin salah satu kekecewaan besar bagi Moskow.

Bergmann mengutip hubungan "tanpa batas" yang telah disepakati Putin dan Presiden China Xi Jinping sebelum invasi Rusia, dengan mengatakan; "Ya, sepertinya ada banyak batasan dalam hubungan mereka."

"Reaksi China bukan untuk datang dan menyelamatkan Rusia, tidak melanggar sanksi AS dan Eropa," kata Bergmann.

"Saya pikir China, mereka sangat pragmatis, sangat dingin dan itulah mengapa negara-negara otokratis sering kali tidak menjadi sekutu yang baik karena mereka akan mengejar kepentingan mereka sendiri, dan apa yang mereka lihat di sini adalah Rusia gagal dan berpotensi gagal, dan mereka tidak ingin terlibat dalam hal itu," ujarnya.

Elizabeth Wishnick, yang menjabat sebagai asisten peneliti senior di organisasi nirlaba CNA, juga mengatakan kepada Newsweek bahwa pernyataan China baru-baru ini tentang wilayah yang dicaplok adalah "ambigu".

"Seperti dalam pernyataan sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat China mengatakan bahwa Beijing menghormati integritas teritorial dan kedaulatan semua negara, menjunjung tinggi Piagam PBB, dan menghormati kepentingan keamanan yang sah dari semua negara," kata Wishnick.

Wishnick juga mencatat bahwa bagian sah dari pernyataan China adalah kunci dan mengatakan bahwa karena media pemerintah Republik Rakyat China menggambarkan perang terhadap Ukraina sebagai hasutan Amerika Serikat dan NATO.

"Itu adalah petunjuk, tetapi, di sisi lain, Beijing selalu mengeklaim menjunjung tinggi prinsip-prinsip integritas teritorial dan kedaulatan karena keprihatinannya sendiri atas Taiwan," ujarnya.

Selain pernyataan baru-baru ini yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri China, Putin dan Xi Jinping bertemu awal bulan ini, ketika pemimpin Kremlin mengatakan bahwa dia menghargai sikap China terhadap perang di Ukraina.

"Kami sangat menghargai posisi yang seimbang dari teman-teman China kami sehubungan dengan krisis Ukraina," kata Putin saat itu.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0995 seconds (0.1#10.140)