Kisah Orang Yahudi Mengungsi ke Palestina karena Diusir Adolf Hitler di Jerman
loading...
A
A
A
YERUSALEM - Tahun 1930-an ada lebih dari 60.000 orang Yahudi berimigrasi ke Palestina, sebagian besarnya diatur berdasarkan perjanjian Haavara (Transfer).
Perjanjian antara otoritas Yahudi di Palestina dan Jerman itu memfasilitasi emigrasi orang Yahudi ke Palestina.
Kendala utama untuk orang Yahudi yang beremigrasi ke Palestina ini adalah undang-undang Jerman yang melarang ekspor mata uang asing.
Yang ada dalam perjanjian tersebut, aset yang dimiliki orang Yahudi dari jerman akan dijual dan modalnya akan ditransfer ke Palestina dengan mengekspor produk-produk jerman.
Parlemen Inggris pada Mei 1939 menyetujui pernyataan kebijakan yang disebut sebagai British White Paper, dengan memuat langkah-langkah yang membatasi masuknya orang Yahudi ke Palestina.
Puluhan ribu orang Yahudi dari Jerman, Austria, dan Polandia beremigrasi ke Shanghai yang tidak mensyaratkan visa masuk, dengan terbatasnya negara yang dapat dituju.
Dalam jumlah yang terbatas, orang-orang Yahudi memasuki Palestina selama perang lewat imigrasi “illegal” (Aliyah Bet), walaupun terdapat perbatasan yang dikelola Inggris.
Walaupun pemerintah Inggris mengizinkan masuknya 10.000 anak-anak Yahudi dalam suatu program khusus bernama Kindertransport (Transportasi anak-anak), tetapi Inggris membatasi penerimaan imigran pada tahun 1938 sampai 1939.
Gerakan Zionis menyusun pelarian 18.000 orang Yahudi Eropa tengah dan Timur ke Palestina dari tahun 1937 sampai 1944. Awalnya pelabuhan Yunani digunakan untuk memulai perjalanan ke pelabuhan Palestina.
Lalu, para pengungsi Yahudi pergi melalui pelabuhan laut hitan di Bulgaria dan Rumania. Di pelabuhan Turki, banyak kapal yang ingin mengisi bahan bakar.
Lebih dari 16.000 orang Yahudi melewati Turki dalam perjalanan ke Palestina, terlepas dari upaya turki untuk menghalangi kapal-kapal yang ingin berlabuh.
Kapal yang membawa sebagian mengungsi menuju ke Palestina, tenggelam di lepas pantai Turki, tetapi tidak diketahui apa penyebab pasti tenggelamnya kapal tersebut.
Namun diperkirakan “Struma” secara keliru ditorpedo oleh kapal selam Soviet.
Zionisme sebagai gerakan politik secara konvensional berasal dari tahun 1882. Kelompok-kelompok kecil Yahudi yang tersebar di seluruh Eropa, mulai bekerja samauntuk mendiirikan koloni pertanian di Palestina.
Imigrasi marjinal relatif kecil dibandingkan dengan total penduduk Palestina dan tujuan lain para imigran.
Faktanya, pada malam Perang Dunia I, 80.000 orang Yahudi Palestina hanya merupakan 3% dari migrasi Yahudi lintas samudera selama periode itu.
Dengan Perang Dunia I, total penduduk Palestina turun. Komunitas Yahudi saat itu hanya berjumlah 60.000 orang.
Imigrasi Yahudi meningkat lagi setelah Perang Dunia I, karena imigrasi yang lebih kuat. Aliyot ketiga dan keempat membawa 35.000 orang Yahudi dari Uni Soviet, Polandia dan negara-negara Baltik antara tahun 1919 dan 1923, dan 82.000 orang Yahudi dari Balkan.
Kebijakan Inggris mengenai imigrasi Yahudi ke Palestina berkembang selama periode mandat, seperti halnya tanggapan Yahudi Eropa terhadapnya.
Penulis: MG/Navizia Louvitrioktavia
Perjanjian antara otoritas Yahudi di Palestina dan Jerman itu memfasilitasi emigrasi orang Yahudi ke Palestina.
Kendala utama untuk orang Yahudi yang beremigrasi ke Palestina ini adalah undang-undang Jerman yang melarang ekspor mata uang asing.
Yang ada dalam perjanjian tersebut, aset yang dimiliki orang Yahudi dari jerman akan dijual dan modalnya akan ditransfer ke Palestina dengan mengekspor produk-produk jerman.
Parlemen Inggris pada Mei 1939 menyetujui pernyataan kebijakan yang disebut sebagai British White Paper, dengan memuat langkah-langkah yang membatasi masuknya orang Yahudi ke Palestina.
Puluhan ribu orang Yahudi dari Jerman, Austria, dan Polandia beremigrasi ke Shanghai yang tidak mensyaratkan visa masuk, dengan terbatasnya negara yang dapat dituju.
Dalam jumlah yang terbatas, orang-orang Yahudi memasuki Palestina selama perang lewat imigrasi “illegal” (Aliyah Bet), walaupun terdapat perbatasan yang dikelola Inggris.
Walaupun pemerintah Inggris mengizinkan masuknya 10.000 anak-anak Yahudi dalam suatu program khusus bernama Kindertransport (Transportasi anak-anak), tetapi Inggris membatasi penerimaan imigran pada tahun 1938 sampai 1939.
Gerakan Zionis menyusun pelarian 18.000 orang Yahudi Eropa tengah dan Timur ke Palestina dari tahun 1937 sampai 1944. Awalnya pelabuhan Yunani digunakan untuk memulai perjalanan ke pelabuhan Palestina.
Lalu, para pengungsi Yahudi pergi melalui pelabuhan laut hitan di Bulgaria dan Rumania. Di pelabuhan Turki, banyak kapal yang ingin mengisi bahan bakar.
Lebih dari 16.000 orang Yahudi melewati Turki dalam perjalanan ke Palestina, terlepas dari upaya turki untuk menghalangi kapal-kapal yang ingin berlabuh.
Kapal yang membawa sebagian mengungsi menuju ke Palestina, tenggelam di lepas pantai Turki, tetapi tidak diketahui apa penyebab pasti tenggelamnya kapal tersebut.
Namun diperkirakan “Struma” secara keliru ditorpedo oleh kapal selam Soviet.
Zionisme sebagai gerakan politik secara konvensional berasal dari tahun 1882. Kelompok-kelompok kecil Yahudi yang tersebar di seluruh Eropa, mulai bekerja samauntuk mendiirikan koloni pertanian di Palestina.
Imigrasi marjinal relatif kecil dibandingkan dengan total penduduk Palestina dan tujuan lain para imigran.
Faktanya, pada malam Perang Dunia I, 80.000 orang Yahudi Palestina hanya merupakan 3% dari migrasi Yahudi lintas samudera selama periode itu.
Dengan Perang Dunia I, total penduduk Palestina turun. Komunitas Yahudi saat itu hanya berjumlah 60.000 orang.
Imigrasi Yahudi meningkat lagi setelah Perang Dunia I, karena imigrasi yang lebih kuat. Aliyot ketiga dan keempat membawa 35.000 orang Yahudi dari Uni Soviet, Polandia dan negara-negara Baltik antara tahun 1919 dan 1923, dan 82.000 orang Yahudi dari Balkan.
Kebijakan Inggris mengenai imigrasi Yahudi ke Palestina berkembang selama periode mandat, seperti halnya tanggapan Yahudi Eropa terhadapnya.
Penulis: MG/Navizia Louvitrioktavia
(sya)