Kisah Gadis Iran Jadi Algojo untuk Ibu Kandungnya yang Dihukum Gantung
loading...
A
A
A
Beberapa minggu kemudian, gadis remaja itu dibawa ke Penjara Pusat Rasht untuk menendang kursi dari bawah kaki ibunya, menyebabkan sang ibu jatuh saat dia digantung dari kasau.
Ebrahim diberi penangguhan hukuman sementara, tetapi penjaga penjara memastikan untuk mengawalnya di depan panggung di mana tubuh putrinya masih berayun di tiang gantungan.
Pada bulan Juni tahun ini, Ebrahim dibunuh di penjara yang sama dengan putrinya.
Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Iran Mahmood Amiry-Moghaddam berbagi cerita mengerikan itu dengan The Mirror, menambahkan bahwa sistem peradilan "mengubah" korban menjadi algojo.
"Sangat penting untuk menggambarkan apa yang menyebabkan qisas di luar eksekusi yang sebenarnya," katanya.
"Undang-Undang Pidana Iran, tidak hanya memiliki hukuman yang tidak manusiawi, tetapi juga mempromosikan kekerasan di masyarakat," ujarnya.
"Dalam kasus pembunuhan di mana mereka berbicara tentang qisas, apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah mereka meletakkan tanggung jawab eksekusi di pundak keluarga korban pembunuhan," paparnya.
“Jadi dari korban, mereka diubah menjadi algojo."
"Tapi kemudian menjadi lebih brutal ketika kita memiliki pembunuhan ini di dalam keluarga," imbuh dia.
Mahmood menjelaskan bagaimana rezim menunggu sampai anak kecil itu berusia 18 tahun sebelum memintanya untuk melakukan tugas yang "mustahil".
Ebrahim diberi penangguhan hukuman sementara, tetapi penjaga penjara memastikan untuk mengawalnya di depan panggung di mana tubuh putrinya masih berayun di tiang gantungan.
Pada bulan Juni tahun ini, Ebrahim dibunuh di penjara yang sama dengan putrinya.
Direktur Hak Asasi Manusia (HAM) Iran Mahmood Amiry-Moghaddam berbagi cerita mengerikan itu dengan The Mirror, menambahkan bahwa sistem peradilan "mengubah" korban menjadi algojo.
"Sangat penting untuk menggambarkan apa yang menyebabkan qisas di luar eksekusi yang sebenarnya," katanya.
"Undang-Undang Pidana Iran, tidak hanya memiliki hukuman yang tidak manusiawi, tetapi juga mempromosikan kekerasan di masyarakat," ujarnya.
"Dalam kasus pembunuhan di mana mereka berbicara tentang qisas, apa yang sebenarnya mereka lakukan adalah mereka meletakkan tanggung jawab eksekusi di pundak keluarga korban pembunuhan," paparnya.
“Jadi dari korban, mereka diubah menjadi algojo."
"Tapi kemudian menjadi lebih brutal ketika kita memiliki pembunuhan ini di dalam keluarga," imbuh dia.
Mahmood menjelaskan bagaimana rezim menunggu sampai anak kecil itu berusia 18 tahun sebelum memintanya untuk melakukan tugas yang "mustahil".
Lihat Juga :