Serbia dan Kosovo Bersitegang Gara-gara AS
loading...
A
A
A
PRISTINA - Serbia dan Kosovo kembali bersitegang. Musababnya, pihak Kosovo, atas permintaan Amerika Serikat (AS), akan melarang masuk setiap kendaraan berpelat nomor Serbia.
Pada Minggu malam, pengunjuk rasa memarkir truk yang sarat dengan kerikil dan alat berat lainnya di jalan menuju dua persimpangan perbatasan, Jarinje dan Bernjak, di wilayah berpenduduk mayoritas Serbia.
Polisi Kosovo mengatakan mereka harus menutup penyeberangan perbatasan.
"Situasi keamanan secara keseluruhan di kota-kota otonom utara Kosovo tegang," kata misi yang dipimpin NATO untuk Kosovo, KFOR, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Senin (1/8/2022).
Empat belas tahun setelah Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia, sekitar 50.000 orang Serbia yang tinggal di wilayah utara menggunakan pelat nomor dan surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah Serbia, menolak untuk mengakui organisasi di Ibu Kota Kosovo; Pristina.
Kosovo telah diakui oleh lebih dari 100 negara di dunia sebagai negara merdeka tetapi tidak oleh Serbia atau pun Rusia.
Pemerintah Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti mengatakan akan memberi Serbia masa transisi 60 hari untuk mendapatkan pelat nomor Kosovo, setahun setelah menyerah mencoba memaksakannya karena protes serupa.
Pemerintah juga memutuskan bahwa mulai 1 Agustus, semua warga negara Serbia yang mengunjungi Kosovo harus mendapatkan dokumen tambahan di perbatasan untuk mengizinkan mereka masuk.
Aturan serupa juga diterapkan oleh pemerintah Beograd kepada warga Kosovo yang mengunjungi Serbia.
Tetapi setelah ketegangan pada Minggu malam dan konsultasi dengan duta besar Uni Eropa dan AS, pemerintah Kosovo mengatakan akan menunda rencananya selama sebulan dan mulai implementasi pada 1 September.
Sebelumnya pada hari Minggu, polisi Kosovo mengatakan tembakan dilepaskan ke arah unit polisi tetapi untungnya tidak ada yang terluka.
Menurut laporan Reuters, para pengunjuk rasa yang marah memukuli sejumlah orang Albania yang melewati jalan-jalan yang diblokir dan beberapa mobil diserang.
Sirene serangan udara terdengar selama lebih dari tiga jam di kota kecil Mitrovica Utara, yang sebagian besar dihuni oleh orang Serbia.
Ketegangan antara kedua negara tetap tinggi dan perdamaian Kosovo yang rapuh dipertahankan oleh misi NATO dengan 3.770 tentara di lapangan. Penjaga perdamaian Italia muncul di dalam dan sekitar Mitrovica pada hari Minggu.
Pada tahun 2013, kedua negara berjanji untuk bergabung dalam dialog yang disponsori oleh Uni Eropa untuk mencoba menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan tetapi hanya membuat sedikit kemajuan.
Di Moskow, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyalahkan meningkatnya ketegangan pada apa yang disebutnya "aturan diskriminatif tak berdasar" yang diberlakukan oleh pemerintah Kosovo.
Richard Grenell, yang merundingkan kesepakatan Kosovo-Serbia di bawah pemerintahan Donald Trump setelah menjadi penanggung jawab komunitas intelijen AS, pada hari Minggu menyalahkan PM Kosovo Albin Kutri atas ketegangan baru dengan Serbia.
Dia juga mengecam Departemen Luar Negeri AS karena memungkinkan Kutri bertindak.
“Apa yang terjadi di Balkan bukanlah Rusia. Siapa pun yang mengatakan ini kepada Anda sedang mencoba memanipulasi Anda," tulis Grenell di Twitter pada Minggu malam.
“Ini tentang Albin Kurti mencoba sekali lagi untuk memberikannya [pada] Serbia. Dia hidup di masa lalu.”
“Orang-orang Kosovo menginginkan perdamaian dan pekerjaan, Albin. Berhentilah berkelahi,” imbuh Grenell.
Menurut Grenell, ini semua tentang Kurti yang membuat langkah sepihak untuk menolak ID dan pelat nomor Serbia di dalam wilayah Kosovo, yang dia sebut “tidak perlu".
Menggambarkan PM Albin Kurti sebagai "fasis radikal kiri dan berpengalaman", Grenell lebih lanjut menyebut tindakannya "bodoh" dan "sembrono".
Dia mendesak para pemimpin Serbia untuk tidak mengambil "umpan".
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
Pada Minggu malam, pengunjuk rasa memarkir truk yang sarat dengan kerikil dan alat berat lainnya di jalan menuju dua persimpangan perbatasan, Jarinje dan Bernjak, di wilayah berpenduduk mayoritas Serbia.
Polisi Kosovo mengatakan mereka harus menutup penyeberangan perbatasan.
"Situasi keamanan secara keseluruhan di kota-kota otonom utara Kosovo tegang," kata misi yang dipimpin NATO untuk Kosovo, KFOR, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Senin (1/8/2022).
Empat belas tahun setelah Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia, sekitar 50.000 orang Serbia yang tinggal di wilayah utara menggunakan pelat nomor dan surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah Serbia, menolak untuk mengakui organisasi di Ibu Kota Kosovo; Pristina.
Kosovo telah diakui oleh lebih dari 100 negara di dunia sebagai negara merdeka tetapi tidak oleh Serbia atau pun Rusia.
Pemerintah Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti mengatakan akan memberi Serbia masa transisi 60 hari untuk mendapatkan pelat nomor Kosovo, setahun setelah menyerah mencoba memaksakannya karena protes serupa.
Pemerintah juga memutuskan bahwa mulai 1 Agustus, semua warga negara Serbia yang mengunjungi Kosovo harus mendapatkan dokumen tambahan di perbatasan untuk mengizinkan mereka masuk.
Aturan serupa juga diterapkan oleh pemerintah Beograd kepada warga Kosovo yang mengunjungi Serbia.
Tetapi setelah ketegangan pada Minggu malam dan konsultasi dengan duta besar Uni Eropa dan AS, pemerintah Kosovo mengatakan akan menunda rencananya selama sebulan dan mulai implementasi pada 1 September.
Sebelumnya pada hari Minggu, polisi Kosovo mengatakan tembakan dilepaskan ke arah unit polisi tetapi untungnya tidak ada yang terluka.
Menurut laporan Reuters, para pengunjuk rasa yang marah memukuli sejumlah orang Albania yang melewati jalan-jalan yang diblokir dan beberapa mobil diserang.
Sirene serangan udara terdengar selama lebih dari tiga jam di kota kecil Mitrovica Utara, yang sebagian besar dihuni oleh orang Serbia.
Ketegangan antara kedua negara tetap tinggi dan perdamaian Kosovo yang rapuh dipertahankan oleh misi NATO dengan 3.770 tentara di lapangan. Penjaga perdamaian Italia muncul di dalam dan sekitar Mitrovica pada hari Minggu.
Pada tahun 2013, kedua negara berjanji untuk bergabung dalam dialog yang disponsori oleh Uni Eropa untuk mencoba menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan tetapi hanya membuat sedikit kemajuan.
Di Moskow, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyalahkan meningkatnya ketegangan pada apa yang disebutnya "aturan diskriminatif tak berdasar" yang diberlakukan oleh pemerintah Kosovo.
Richard Grenell, yang merundingkan kesepakatan Kosovo-Serbia di bawah pemerintahan Donald Trump setelah menjadi penanggung jawab komunitas intelijen AS, pada hari Minggu menyalahkan PM Kosovo Albin Kutri atas ketegangan baru dengan Serbia.
Dia juga mengecam Departemen Luar Negeri AS karena memungkinkan Kutri bertindak.
“Apa yang terjadi di Balkan bukanlah Rusia. Siapa pun yang mengatakan ini kepada Anda sedang mencoba memanipulasi Anda," tulis Grenell di Twitter pada Minggu malam.
“Ini tentang Albin Kurti mencoba sekali lagi untuk memberikannya [pada] Serbia. Dia hidup di masa lalu.”
“Orang-orang Kosovo menginginkan perdamaian dan pekerjaan, Albin. Berhentilah berkelahi,” imbuh Grenell.
Menurut Grenell, ini semua tentang Kurti yang membuat langkah sepihak untuk menolak ID dan pelat nomor Serbia di dalam wilayah Kosovo, yang dia sebut “tidak perlu".
Menggambarkan PM Albin Kurti sebagai "fasis radikal kiri dan berpengalaman", Grenell lebih lanjut menyebut tindakannya "bodoh" dan "sembrono".
Dia mendesak para pemimpin Serbia untuk tidak mengambil "umpan".
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
(min)