Meski Bersitegang, Korsel Akan Cabut Larangan TV dan Surat Kabar Korut
loading...
A
A
A
SEOUL - Korea Selatan (Korsel) berencana untuk mencabut larangan selama puluhan tahun atas akses publik ke televisi, surat kabar, dan media Korea Utara (Korut) lainnya sebagai bagian dari upaya untuk mempromosikan saling pengertian di antara kedua negara.
Rencana itu diapungkan meskipun ada permusuhan atas uji coba rudal yang dilakukan Korut baru-baru ini.
Terbagi di sepanjang perbatasan yang paling dijaga ketat di dunia sejak 1948, kedua Korea melarang warganya mengunjungi wilayah masing-masing dan bertukar panggilan telepon, email, serta surat. Mereka juga memblokir akses ke situs web dan stasiun TV masing-masing.
Dalam laporan kebijakan kepada Presiden baru Yoon Suk Yeol pada hari Jumat (21/7/2022), Kementerian Unifikasi Korsel mengatakan akan secara bertahap membuka pintu bagi siaran, media, dan publikasi Korut untuk mencoba meningkatkan saling pengertian, memulihkan identitas nasional Korea, dan mempersiapkan penyatuan di masa depan.
Pejabat kementerian mengatakan Korsel akan memulai dengan mengizinkan akses ke siaran Korut untuk mencoba mendorong Pyongyang mengambil langkah serupa. Kementerian menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, mengatakan rencana itu masih didiskusikan dengan otoritas terkait di Korsel seperti dikutip dari Associated Press.
Jeon Young-sun, seorang profesor riset di Universitas Konkuk Seoul, mengatakan Korut tidak mungkin membalas karena aliran konten budaya dan media Korsel akan menimbulkan ancaman yang sangat besar bagi kepemimpinan otoriternya.
Terlepas dari kemungkinan keengganan Korut untuk membalas, Jeon mengatakan Korsel perlu melonggarkan larangannya terhadap media Korut karena pembatasan telah menyebabkan ketergantungan pada orang asing dan pemerintah lain untuk mengumpulkan informasi terkait Korut. Jeon mengatakan bahwa telah meningkatkan bahaya memperoleh informasi yang menyimpang tentang Korut.
Tidak jelas bagaimana para aktivis anti-Korut di Korsel akan bereaksi terhadap langkah pemerintah tersebut. Jeon mengatakan ada sedikit kemungkinan langkah itu akan mempromosikan sentimen pro-Korut.
Beberapa pengamat mengatakan larangan itu harus dicabut dalam proses langkah demi langkah dengan diskusi tentang konten Korut apa yang akan diizinkan terlebih dahulu dan bagaimana akses harus diberikan kepada publik Korsel.
Rencana itu diapungkan meskipun ada permusuhan atas uji coba rudal yang dilakukan Korut baru-baru ini.
Terbagi di sepanjang perbatasan yang paling dijaga ketat di dunia sejak 1948, kedua Korea melarang warganya mengunjungi wilayah masing-masing dan bertukar panggilan telepon, email, serta surat. Mereka juga memblokir akses ke situs web dan stasiun TV masing-masing.
Dalam laporan kebijakan kepada Presiden baru Yoon Suk Yeol pada hari Jumat (21/7/2022), Kementerian Unifikasi Korsel mengatakan akan secara bertahap membuka pintu bagi siaran, media, dan publikasi Korut untuk mencoba meningkatkan saling pengertian, memulihkan identitas nasional Korea, dan mempersiapkan penyatuan di masa depan.
Pejabat kementerian mengatakan Korsel akan memulai dengan mengizinkan akses ke siaran Korut untuk mencoba mendorong Pyongyang mengambil langkah serupa. Kementerian menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut, mengatakan rencana itu masih didiskusikan dengan otoritas terkait di Korsel seperti dikutip dari Associated Press.
Jeon Young-sun, seorang profesor riset di Universitas Konkuk Seoul, mengatakan Korut tidak mungkin membalas karena aliran konten budaya dan media Korsel akan menimbulkan ancaman yang sangat besar bagi kepemimpinan otoriternya.
Terlepas dari kemungkinan keengganan Korut untuk membalas, Jeon mengatakan Korsel perlu melonggarkan larangannya terhadap media Korut karena pembatasan telah menyebabkan ketergantungan pada orang asing dan pemerintah lain untuk mengumpulkan informasi terkait Korut. Jeon mengatakan bahwa telah meningkatkan bahaya memperoleh informasi yang menyimpang tentang Korut.
Tidak jelas bagaimana para aktivis anti-Korut di Korsel akan bereaksi terhadap langkah pemerintah tersebut. Jeon mengatakan ada sedikit kemungkinan langkah itu akan mempromosikan sentimen pro-Korut.
Beberapa pengamat mengatakan larangan itu harus dicabut dalam proses langkah demi langkah dengan diskusi tentang konten Korut apa yang akan diizinkan terlebih dahulu dan bagaimana akses harus diberikan kepada publik Korsel.