Meninggal Dunia, Simbol Poligami Angola Tinggalkan 42 Istri dan 150 Anak
loading...
A
A
A
LUANDA - Francisco Tchikuteny Sabalo, yang dikenal sebagai Pai Grande atau Big Dady, seorang tokoh sekaligus simbol poligami di Angola, tutup usia pada pertengahan April lalu. Tchikuteny meninggalkan 42 istri, 150 anak dan setidaknya 250 cucu.
Pemakamanya dihadiri oleh hampir 1.000 orang, di mana sebagian besar diantaranya adalah istri, anak, dan cucunya. Para pelayat menangis, bernyanyi, dan berdiri bahu membahu, meskipun ada seruan untuk menjaga jarak sosial dan larangan pertemuan tak lebih dari 50 orang selama pandemi Covid-19.
Tchikuteny meninggal dunia karena kanker prostat pada usia 70 tahun. Salah satu putranya, Lumbaneny Sabalo mengatakan, Tchikuteny telah mencari perawatan di Luanda dan tempat lain selama lebih dari satu tahun.
"Tapi, dia memutuskan untuk pulang ke rumah sehingga jika Tuhan memanggilnya, setidaknya dia akan mati di samping anak-anak dan istri-istrinya," kata Lumbaneny, seperti dilansir Voice of America pada Minggu (26/4/2020).
Tchikuteny adalah seorang Kristen yang menjadi anggota Orde Ecclesiastik Baru Angola. Dia dimakamkan di pemakaman yang didedikasikan untuk keluarganya.
Istri pertama Tchikuteny, Eva Domingos Bartolomeu mengatakan bahwa dia berharap keluarganya tetap bersatu, sesuai dengan keinginan Tchikuteny. "Saya akan melakukan apa saja untuk memberi makan anak-anaknya dan tetap sehat," katanya.
Keluarga yang sangat besar itu hidup bergantung pada pertanian, beternak domba, kambing dan sapi, ditambah tanaman tomat, kol, bawang, paprika dan jagung. Mereka mendapatkan uang dengan menjual kelebihan panen dan ternak mereka di pasar.
Hukum Angola sendiri sejatinya telah melarang poligami, tetapi masih dipraktikkan secara luas di negara yang mayoritas penduduknya Kristen itu.
Pemakamanya dihadiri oleh hampir 1.000 orang, di mana sebagian besar diantaranya adalah istri, anak, dan cucunya. Para pelayat menangis, bernyanyi, dan berdiri bahu membahu, meskipun ada seruan untuk menjaga jarak sosial dan larangan pertemuan tak lebih dari 50 orang selama pandemi Covid-19.
Tchikuteny meninggal dunia karena kanker prostat pada usia 70 tahun. Salah satu putranya, Lumbaneny Sabalo mengatakan, Tchikuteny telah mencari perawatan di Luanda dan tempat lain selama lebih dari satu tahun.
"Tapi, dia memutuskan untuk pulang ke rumah sehingga jika Tuhan memanggilnya, setidaknya dia akan mati di samping anak-anak dan istri-istrinya," kata Lumbaneny, seperti dilansir Voice of America pada Minggu (26/4/2020).
Tchikuteny adalah seorang Kristen yang menjadi anggota Orde Ecclesiastik Baru Angola. Dia dimakamkan di pemakaman yang didedikasikan untuk keluarganya.
Istri pertama Tchikuteny, Eva Domingos Bartolomeu mengatakan bahwa dia berharap keluarganya tetap bersatu, sesuai dengan keinginan Tchikuteny. "Saya akan melakukan apa saja untuk memberi makan anak-anaknya dan tetap sehat," katanya.
Keluarga yang sangat besar itu hidup bergantung pada pertanian, beternak domba, kambing dan sapi, ditambah tanaman tomat, kol, bawang, paprika dan jagung. Mereka mendapatkan uang dengan menjual kelebihan panen dan ternak mereka di pasar.
Hukum Angola sendiri sejatinya telah melarang poligami, tetapi masih dipraktikkan secara luas di negara yang mayoritas penduduknya Kristen itu.
(esn)