Pandemi Covid-19, Amerika Latin Waspadai Peningkatan Pasien dan Korban

Jum'at, 26 Juni 2020 - 11:12 WIB
loading...
Pandemi Covid-19, Amerika...
Maria do Perpetuo Socorro Lavareda (77) yang meninggal dunia akibat virus corona (Covid-19) hendakdimakamkan di pemakaman Sao Joao Batista, Rio de Janeiro, Brasil, beberapa waktu lalu. Foto/Reuters
A A A
BRASILIA - Jumlah korban meninggal dunia akibat virus corona di Amerika Latin diperkirakan mencapai 388.300 orang pada Oktober mendatang. Brasil dan Meksiko menjadi dua negara di Amerika Latin dengan jumlah korban mencapai dua pertiga di kawasan tersebut.

Amerika Latin menjadi pusat penyebaran virus corona karena berkembang sangat cepat dan jumlah korban meninggal mencapai 100.000 orang pada pekan ini. Jumlah kasus juga terus merangkak naik hingga 2 juta kasus. Kemiskinan dan banyak sektor informal menyebabkan banyak orang tidak bisa dikarantina dan ditambah dengan fasilitas kesehatan yang buruk. (Baca: Senat AS Menyetujui RUU Sanksi China Terkait Hong Kong)

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) Universitas Washington memperkirakan jumlah korban meninggal dunia mencapai 166.000 orang dan Meksiko mencapai 88.000 orang. Argentina, Chile, Kolombia, Ekuador, Guatemala, dan Peru diprediksi mencapai 10.000 orang. Sementara 15 negara lainnya, termasuk Paraguay, Uruguay, dan Belize, memiliki jumlah korban mencapai 1.000.

“Beberapa negara Amerika Latin menghadapi ledakan, sedangkan sebagian lainnya berhasil membendung penyebaran,” kata Direktur IHME Christopher Murray dilansir Reuters.

Dalam skenario terburuk, jumlah kematian akibat Covid-19 di Brasil mencapai 340.476 orang dan 151.433 orang di Meksiko. Sebelumnya, seorang hakim federal di Brasil, Renato, Borelli, memerintahkan Presiden Jair Bolsonaro untuk memakai masker. Perintah itu setelah pemimpin populis sayap kanan menghadiri kampanye politik tanpa mengenakan masker pada saat pandemi virus korona di negara tersebut.

Hakim Borelli menyatakan, jika Bolsonaro tidak mengenakan masker, maka dia harus membayar denda senilai USD387. Jika Bolsonaro tetap bersikukuh tak mengenakan masker, dia pun dianggap mengabaikan perintah lokal dan provinsi untuk memperlambat penyebaran virus corona.

“Presiden Jair Bolsonaro harus mengenakan masker ketika dia berada di ruang publik di ibu kota, Brasilia, dan distrik federal sekitarnya,” kata Borelli dilansir Reuters.

Presiden Bolsonaro itu kerap dikritik karena meremehkan risiko yang ditimbulkan oleh virus korona. Dia menganggap sebagai “flu ringan” pada awal pandemi. Sebanyak lebih dari 1,1 juta kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 51.000 kematian akibat virus corona di Brasil. Terlepas dari angka-angka tinggi ini, Presiden Bolsonaro berulang kali tampil di depan umum tanpa masker saat menyapa para pendukungnya.

Pekan lalu, Jair Bolsonaro meninggalkan istana tanpa mengenakan masker. Pada satu unjuk rasa, dia terekam batuk tanpa menutupi mulutnya dan pada kesempatan lain terlihat bersin serta menutupnya dengan tangannya, lalu menjabat tangan seorang perempuan tua. (Baca juga: Pengajuan KUR hingga Rp50 Juta di BRI Bisa Lewat Online)

Bolsonaro menemui pendukungnya, mengabaikan aturan pembatasan sosial dengan berjabat tangan, dan mengambil foto dengan orang-orang. Ia dan pejabat publik lainnya yang tidak mematuhi persyaratan juga akan dikenai denda 2.000 reais. Presiden Bolsonaro berpendapat sejak awal pandemi bahwa tindakan yang diambil untuk menekan penyebaran virus bisa lebih merusak daripada pandemi itu sendiri.

Padahal kewajiban untuk mengenakan masker di distrik federal mulai berlaku pada 30 April. Aturan itu diterapkan oleh gubernur distrik federal, Ibaneis Rocha, yang mengharuskan orang menutupi hidung dan mulut mereka di semua ruang publik, termasuk transportasi umum, toko-toko, dan tempat komersial dan industri. Pada 11 Mei, aturan itu diperketat bagi mereka yang melanggar didenda 2.000 reais (Rp 5,4 juta) per hari. (Lihat videonya: Rapid Test reaktif, Warga Isolasi Mandiri di tengah Pekubburan di Sragen)

Pada Senin (22/6/2020), ia memperbarui seruannya untuk mengurangi lockdown serta membuka kembali toko-toko dan bisnis. Dia mengatakan cara penanganan pandemi itu “mungkin sedikit berlebihan”. “Ekonomi harus diprioritaskan dan pernyataan itu dianggap memecah belah masyarakat,” katanya. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)