Penangkapan Jurnalis Muslim di India Picu Kemarahan Baru
loading...
A
A
A
NEW DELHI - Kepolisian di ibu kota India, New Delhi, menangkap seorang jurnalis Muslim pada Senin malam (27/6/2022) karena dituding melukai sentimen agama.
Penangkapan itu banyak dikecam sebagai contoh terbaru dari menyusutnya kebebasan pers di era pemerintahan Perdana Menteri (PM) Narendra Modi.
Mohammed Zubair, salah satu pendiri situs pemeriksa fakta Alt News, ditangkap karena tweet yang menurut polisi sengaja menghina "dewa agama tertentu."
Perwira polisi senior KPS Malhotra mengatakan kasus itu didaftarkan setelah ada pengaduan dari pengguna Twitter dan Zubair ditahan selama satu hari.
Jurnalis di seluruh India semakin menjadi sasaran karena pekerjaan mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa orang telah ditangkap dengan tuntutan pidana yang ketat atas posting di media sosial, di mana mereka secara rutin menghadapi ancaman dan trolling.
Akun Twitter beberapa jurnalis dan situs berita juga telah diblokir atas perintah pemerintah.
Insiden itu segera memicu gelombang kemarahan baru, dengan para aktivis, jurnalis, dan politisi oposisi turun ke media sosial untuk mengecamnya sebagai pelecehan terhadap pers sambil menyerukan pembebasan segera Zubair.
“Dalam demokrasi, di mana setiap individu memiliki hak menggunakan kebebasan berbicara dan berekspresi, tidak dapat dibenarkan bahwa undang-undang yang ketat seperti itu digunakan sebagai alat untuk melawan jurnalis,” papar pernyataan DIGIPUB, jaringan organisasi berita digital India.
“Menangkap satu suara kebenaran hanya akan membangkitkan seribu suara lagi,” tulis pemimpin oposisi Partai Kongres Rahul Gandhi di Twitter.
Pratik Sinha, salah satu pendiri Alt News, mengatakan Zubair ditangkap tanpa pemberitahuan dari polisi, yang merupakan kewajiban menurut undang-undang untuk bagian di mana dia ditahan.
Didirikan pada 2017 sebagai organisasi nirlaba, Alt News adalah situs web berita pengecekan fakta paling terkemuka di India dan telah mendapatkan reputasi untuk pelaporannya tentang ujaran kebencian dan menyanggah informasi yang salah, terutama oleh nasionalis Hindu.
Para pendirinya sering menghadapi trolling online dan ancaman oleh kelompok sayap kanan, beberapa dari mereka terkait dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi.
Beberapa kasus serupa telah diajukan terhadap Zubair di masa lalu.
“Awal bulan ini, polisi mendakwanya karena menyebut beberapa biksu Hindu sebagai ‘pembenci’,” ungkap laporan situs berita The Wire.
Para biksu Hindu di India telah membuat pernyataan yang menghasut tentang Muslim dan setidaknya salah satu dari mereka telah menyerukan “genosida” terhadap komunitas minoritas.
Para biksu ditangkap dan kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Zubair juga termasuk di antara jurnalis pertama yang menyoroti komentar kontroversial yang dibuat oleh juru bicara BJP yang sekarang ditangguhkan tentang Nabi Muhammad yang menciptakan pertikaian diplomatik pada pemerintahan Modi.
Pemerintah India menjauhkan diri dari komentar juru bicara itu setelah memicu reaksi besar-besaran dari banyak negara Muslim di dunia.
Peringkat India turun delapan peringkat menjadi rangking 150 di antara 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers tahun ini yang diterbitkan kelompok pengawas Reporters Without Borders.
“Wartawan India yang terlalu kritis terhadap pemerintah menjadi sasaran pelecehan dan kampanye serangan habis-habisan,” papar laporan edisi 2022.
Laporan itu menambahkan, wartawan secara teratur dihadapkan pada kekerasan polisi dan peningkatan pembalasan dari pejabat.
Penangkapan Zubair terjadi dua hari setelah pengacara dan aktivis hak asasi manusia Teesta Setalvad ditangkap sayap anti-terorisme kepolisian negara bagian Gujarat.
Setalvad ditangkap pada Sabtu karena diduga "melakukan pemalsuan bukti" dalam kasus tentang kerusuhan anti-Muslim tahun 2002 di negara bagian Gujarat.
Modi, yang saat itu menjabat sebagai kepala menteri Gujarat, telah membantah tuduhan terhadapnya, dan telah dibebaskan dari keterlibatan setelah penyelidik pemerintah dan pengadilan memutuskan tidak ada bukti yang memberatkan Modi.
Setalvad telah lama berkampanye untuk mendapatkan keadilan bagi para korban kerusuhan di mana hampir 1.000 orang, kebanyakan dari mereka Muslim, tewas.
Penangkapannya dikecam kelompok hak asasi global seperti Human Rights Watch dan Amnesty International.
Lihat Juga: 7 Negara yang Melegalkan Poliandri, Ada yang Menikahi Anak Sulung Laki-Laki dalam Keluarga
Penangkapan itu banyak dikecam sebagai contoh terbaru dari menyusutnya kebebasan pers di era pemerintahan Perdana Menteri (PM) Narendra Modi.
Mohammed Zubair, salah satu pendiri situs pemeriksa fakta Alt News, ditangkap karena tweet yang menurut polisi sengaja menghina "dewa agama tertentu."
Perwira polisi senior KPS Malhotra mengatakan kasus itu didaftarkan setelah ada pengaduan dari pengguna Twitter dan Zubair ditahan selama satu hari.
Jurnalis di seluruh India semakin menjadi sasaran karena pekerjaan mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa orang telah ditangkap dengan tuntutan pidana yang ketat atas posting di media sosial, di mana mereka secara rutin menghadapi ancaman dan trolling.
Akun Twitter beberapa jurnalis dan situs berita juga telah diblokir atas perintah pemerintah.
Insiden itu segera memicu gelombang kemarahan baru, dengan para aktivis, jurnalis, dan politisi oposisi turun ke media sosial untuk mengecamnya sebagai pelecehan terhadap pers sambil menyerukan pembebasan segera Zubair.
“Dalam demokrasi, di mana setiap individu memiliki hak menggunakan kebebasan berbicara dan berekspresi, tidak dapat dibenarkan bahwa undang-undang yang ketat seperti itu digunakan sebagai alat untuk melawan jurnalis,” papar pernyataan DIGIPUB, jaringan organisasi berita digital India.
“Menangkap satu suara kebenaran hanya akan membangkitkan seribu suara lagi,” tulis pemimpin oposisi Partai Kongres Rahul Gandhi di Twitter.
Pratik Sinha, salah satu pendiri Alt News, mengatakan Zubair ditangkap tanpa pemberitahuan dari polisi, yang merupakan kewajiban menurut undang-undang untuk bagian di mana dia ditahan.
Didirikan pada 2017 sebagai organisasi nirlaba, Alt News adalah situs web berita pengecekan fakta paling terkemuka di India dan telah mendapatkan reputasi untuk pelaporannya tentang ujaran kebencian dan menyanggah informasi yang salah, terutama oleh nasionalis Hindu.
Para pendirinya sering menghadapi trolling online dan ancaman oleh kelompok sayap kanan, beberapa dari mereka terkait dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi.
Beberapa kasus serupa telah diajukan terhadap Zubair di masa lalu.
“Awal bulan ini, polisi mendakwanya karena menyebut beberapa biksu Hindu sebagai ‘pembenci’,” ungkap laporan situs berita The Wire.
Para biksu Hindu di India telah membuat pernyataan yang menghasut tentang Muslim dan setidaknya salah satu dari mereka telah menyerukan “genosida” terhadap komunitas minoritas.
Para biksu ditangkap dan kemudian dibebaskan dengan jaminan.
Zubair juga termasuk di antara jurnalis pertama yang menyoroti komentar kontroversial yang dibuat oleh juru bicara BJP yang sekarang ditangguhkan tentang Nabi Muhammad yang menciptakan pertikaian diplomatik pada pemerintahan Modi.
Pemerintah India menjauhkan diri dari komentar juru bicara itu setelah memicu reaksi besar-besaran dari banyak negara Muslim di dunia.
Peringkat India turun delapan peringkat menjadi rangking 150 di antara 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers tahun ini yang diterbitkan kelompok pengawas Reporters Without Borders.
“Wartawan India yang terlalu kritis terhadap pemerintah menjadi sasaran pelecehan dan kampanye serangan habis-habisan,” papar laporan edisi 2022.
Laporan itu menambahkan, wartawan secara teratur dihadapkan pada kekerasan polisi dan peningkatan pembalasan dari pejabat.
Penangkapan Zubair terjadi dua hari setelah pengacara dan aktivis hak asasi manusia Teesta Setalvad ditangkap sayap anti-terorisme kepolisian negara bagian Gujarat.
Setalvad ditangkap pada Sabtu karena diduga "melakukan pemalsuan bukti" dalam kasus tentang kerusuhan anti-Muslim tahun 2002 di negara bagian Gujarat.
Modi, yang saat itu menjabat sebagai kepala menteri Gujarat, telah membantah tuduhan terhadapnya, dan telah dibebaskan dari keterlibatan setelah penyelidik pemerintah dan pengadilan memutuskan tidak ada bukti yang memberatkan Modi.
Setalvad telah lama berkampanye untuk mendapatkan keadilan bagi para korban kerusuhan di mana hampir 1.000 orang, kebanyakan dari mereka Muslim, tewas.
Penangkapannya dikecam kelompok hak asasi global seperti Human Rights Watch dan Amnesty International.
Lihat Juga: 7 Negara yang Melegalkan Poliandri, Ada yang Menikahi Anak Sulung Laki-Laki dalam Keluarga
(sya)