Gunakan Sistem Pengenalan Wajah, Polisi AS Salah Tangkap Orang
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Algoritma pengenalan wajah yang cacat menyebabkan seorang pria di Detroit, Amerika Serikat (AS) jadi korban salah tangkap polisi. Pria tersebut mengajukan pengaduan resmi ke departemen kepolisian setempat.
Korban salah tangkap polisi adalah pria Afrika-Amerika, Robert Williams. Kasus ini menyoroti kekhawatiran atas teknologi yang oleh para kritikus katakan memperkuat bias rasial.
American Civil Liberties Union (ACLU), yang mewakili Robert Williams, mengatakan ini adalah kasus pertama yang diketahui tentang penangkapan ilegal berdasarkan teknologi pengenalan wajah, yang menurut para kritikus sering tidak akurat dalam membedakan wajah orang kulit hitam.
"Meskipun Robert Williams mungkin adalah kasus pertama yang diketahui, dia kemungkinan bukan orang pertama yang ditangkap dan diinterogasi secara salah berdasarkan serangan (teknologi) pengenalan wajah yang cacat," kata ACLU di Twitter.
"Ada kemungkinan banyak orang yang tidak tahu bahwa itu adalah kesalahan teknologi yang membuat mereka menjadi target," lanjut ACLU, seperti dikutip AFP, Kamis (25/6/2020).
Williams menulis di Washington Post bahwa dia ditangkap pada Januari di luar rumahnya dan ditahan selama 30 jam.
Dia kemudian mengetahui bahwa dia salah diidentifikasi berdasarkan rekaman kamera pengintaian dari aksi perampokan di sebuah toko arloji.
"Saya tidak pernah berpikir saya harus menjelaskan kepada putri saya mengapa ayah ditangkap," tulis Williams. "Bagaimana seseorang menjelaskan kepada dua gadis kecil bahwa komputer salah, tetapi polisi tetap mendengarkannya?"
Berita itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan atas pelanggaran polisi setelah kematian beberapa orang Afrika-Amerika di tangan penegak hukum. (Baca: Viral, Video Pria Kulit Hitam Meninggal Dicekik Polisi AS )
Ada juga kekhawatiran bahwa beberapa teknologi seperti pengenalan wajah dapat memperburuk diskriminasi.
Berbagai studi menunjukkan sistem pengenalan wajah yang digunakan di Amerika Serikat kemungkinan sangat tidak akurat dalam upaya mengidentifikasi orang kulit hitam.
Di tengah kerusuhan baru-baru ini, beberapa perusahaan termasuk IBM, Amazon dan Microsoft mengatakan mereka tidak akan menjual teknologi pengenalan wajah ke departemen kepolisian. Tetapi banyak sistem lain yang banyak digunakan polisi.
Permintaan Maaf
Dalam sebuah pengaduan resmi kepada departemen kepolisian, pengacara ACLU Phil Mayor meminta pembatalan dakwaan, catatan penangkapan dihapuskan, dan permintaan maaf kepada Williams secara terbuka.
Pengacara mengatakan Williams belum melepaskan haknya untuk mengejar tindakan lebih lanjut di pengadilan.
ACLU juga mengatakan polisi harus berhenti menggunakan teknologi pengenalan wajah sebagai alat investigasi, dan bahwa setiap foto Williams harus dihapus dari database agensi.
Williams menulis tentang pengalaman mengerikan diborgol di depan keluarganya dan menghabiskan malam di lantai sel yang kotor dan penuh sesak.
"Seperti orang lain, saya marah karena ini terjadi pada saya," katanya. "Seperti lelaki kulit hitam lainnya, saya harus mempertimbangkan apa yang bisa terjadi jika saya terlalu banyak bertanya atau menunjukkan amarah saya secara terbuka, walaupun saya tahu saya tidak melakukan kesalahan."
Korban salah tangkap polisi adalah pria Afrika-Amerika, Robert Williams. Kasus ini menyoroti kekhawatiran atas teknologi yang oleh para kritikus katakan memperkuat bias rasial.
American Civil Liberties Union (ACLU), yang mewakili Robert Williams, mengatakan ini adalah kasus pertama yang diketahui tentang penangkapan ilegal berdasarkan teknologi pengenalan wajah, yang menurut para kritikus sering tidak akurat dalam membedakan wajah orang kulit hitam.
"Meskipun Robert Williams mungkin adalah kasus pertama yang diketahui, dia kemungkinan bukan orang pertama yang ditangkap dan diinterogasi secara salah berdasarkan serangan (teknologi) pengenalan wajah yang cacat," kata ACLU di Twitter.
"Ada kemungkinan banyak orang yang tidak tahu bahwa itu adalah kesalahan teknologi yang membuat mereka menjadi target," lanjut ACLU, seperti dikutip AFP, Kamis (25/6/2020).
Williams menulis di Washington Post bahwa dia ditangkap pada Januari di luar rumahnya dan ditahan selama 30 jam.
Dia kemudian mengetahui bahwa dia salah diidentifikasi berdasarkan rekaman kamera pengintaian dari aksi perampokan di sebuah toko arloji.
"Saya tidak pernah berpikir saya harus menjelaskan kepada putri saya mengapa ayah ditangkap," tulis Williams. "Bagaimana seseorang menjelaskan kepada dua gadis kecil bahwa komputer salah, tetapi polisi tetap mendengarkannya?"
Berita itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan atas pelanggaran polisi setelah kematian beberapa orang Afrika-Amerika di tangan penegak hukum. (Baca: Viral, Video Pria Kulit Hitam Meninggal Dicekik Polisi AS )
Ada juga kekhawatiran bahwa beberapa teknologi seperti pengenalan wajah dapat memperburuk diskriminasi.
Berbagai studi menunjukkan sistem pengenalan wajah yang digunakan di Amerika Serikat kemungkinan sangat tidak akurat dalam upaya mengidentifikasi orang kulit hitam.
Di tengah kerusuhan baru-baru ini, beberapa perusahaan termasuk IBM, Amazon dan Microsoft mengatakan mereka tidak akan menjual teknologi pengenalan wajah ke departemen kepolisian. Tetapi banyak sistem lain yang banyak digunakan polisi.
Permintaan Maaf
Dalam sebuah pengaduan resmi kepada departemen kepolisian, pengacara ACLU Phil Mayor meminta pembatalan dakwaan, catatan penangkapan dihapuskan, dan permintaan maaf kepada Williams secara terbuka.
Pengacara mengatakan Williams belum melepaskan haknya untuk mengejar tindakan lebih lanjut di pengadilan.
ACLU juga mengatakan polisi harus berhenti menggunakan teknologi pengenalan wajah sebagai alat investigasi, dan bahwa setiap foto Williams harus dihapus dari database agensi.
Williams menulis tentang pengalaman mengerikan diborgol di depan keluarganya dan menghabiskan malam di lantai sel yang kotor dan penuh sesak.
"Seperti orang lain, saya marah karena ini terjadi pada saya," katanya. "Seperti lelaki kulit hitam lainnya, saya harus mempertimbangkan apa yang bisa terjadi jika saya terlalu banyak bertanya atau menunjukkan amarah saya secara terbuka, walaupun saya tahu saya tidak melakukan kesalahan."
(min)