Terpukul Dampak Perang, Ukraina Ajukan Utang ke Israel Senilai Rp7 Triliun
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Ukraina telah meminta Israel memberi pinjaman USD500 juta (Rp7 triliun) karena ekonominya terus terkena dampak perang.
Laporan itu diungkapkan Israel Hayom. Israel telah mengkonfirmasi laporan tersebut dan mengatakan sedang memeriksa masalah tersebut.
Permintaan itu disampaikan Perdana Menteri (PM) Ukraina Denys Shmyhal. Dalam surat yang dikirim sekitar dua pekan lalu, pejabat tersebut meminta pinjaman untuk membantu mengatasi dampak bencana perang terhadap ekonomi Ukraina.
Menurut statistik resmi, produk domestik bruto (PDB) Ukraina turun 15,1% pada kuartal pertama 2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Ukraina akan menyusut lebih lanjut 30-45% pada akhir tahun.
"Banyak negara di dunia telah mengalokasikan pinjaman untuk Ukraina," ujar Shimon Briman, ahli hubungan Israel-Ukraina, mengatakan kepada Israel Hayom.
"Misalnya, Jepang telah mengalokasikan USD600 juta dengan jangka waktu pinjaman 30 tahun, dengan masa tenggang 10 tahun, dan bunga tahunan hanya 1%. Luksemburg telah mengalokasikan pinjaman 250 juta euro, Jerman 300 juta euro, dan Kanada USD800 juta," papar Briman.
Briman menjelaskan, "Jika Israel menyetujui permintaan pinjaman Ukraina, negara Yahudi tidak hanya akan membantu 40 juta orang dalam perjuangan mereka yang adil untuk bertahan hidup, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka memilih pihak yang benar dalam memerangi kediktatoran dan barbarisme."
Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Duta Besar Ukraina untuk Israel Yevgen Korniychuk mengajukan permintaan atas nama Shmyhal.
Duta Besar diberitahu bahwa permintaan telah diterima dan sedang diperiksa.
Sementara itu, Ukraina mengatakan pada Selasa (14/6/2022) bahwa pasukannya masih bertahan di dalam Sievierodonetsk dan mencoba mengevakuasi warga sipil setelah Rusia menghancurkan jembatan terakhir ke kota timur yang hancur itu dalam satu titik balik potensial dalam salah satu pertempuran paling berdarah dalam perang itu.
Rusia mengatakan akan memberikan kesempatan bagi pejuang Ukraina yang bersembunyi di pabrik kimia di dalam kota untuk menyerah pada Rabu pagi (15/6/2022).
“Pejuang harus menghentikan perlawanan mereka yang tidak masuk akal dan meletakkan senjata mereka mulai pukul 8 pagi waktu Moskow,” ungkap kantor berita Interfax mengutip Mikhail Mizintsev, kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia.
Walikota Ukraina, Oleksandr Stryuk, mengatakan, "Situasinya sangat sulit tetapi ada komunikasi dengan kota meskipun jembatan terakhir di atas sungai Siverskyi Donets telah dihancurkan. Pasukan Rusia berusaha menyerbu kota, tetapi militer bertahan teguh."
Ukraina mengatakan lebih dari 500 warga sipil terjebak di dalam Azot, pabrik kimia di mana pasukannya telah melawan pemboman dan serangan Rusia selama berminggu-minggu.
“Evakuasi masih dilakukan setiap menit ketika ada jeda dan ada kemungkinan transportasi. Tapi ini adalah evakuasi terpisah, dilakukan satu per satu, dan setiap kemungkinan diambil," papar Stryuk.
Gubernur daerah Serhiy Gaidai mengatakan, "Penembakan itu sangat kuat sehingga orang tidak tahan lagi di tempat penampungan, kondisi psikologis mereka berada di ujung tanduk. Beberapa hari terakhir, penduduk akhirnya siap untuk pergi."
Kedua belah pihak mengklaim menimbulkan banyak korban dalam pertempuran memperebutkan kota itu, target utama Rusia dalam pertempurannya di timur negara itu setelah gagal merebut ibu kota Kiev pada Maret.
Ukraina masih menguasai Lysychansk, kota kembar Sievierodonetsk di tempat yang lebih tinggi di tepi seberang.
Tetapi dengan semua jembatan yang sekarang terputus, pasukannya mengakui adanya ancaman mereka dapat dikepung di Sievierodonetsk.
Pasukan aliansi Rusia mengatakan setiap tentara Ukraina yang tertinggal harus menyerah atau mati.
Damien Megrou, juru bicara unit sukarelawan asing yang membantu mempertahankan Sievierodonetsk, mengatakan, “Ada risiko meninggalkan kantong besar pembela Ukraina terputus dari sisa pasukan Ukraina seperti di Mariupol.”
Mariupol merupakan pelabuhan Laut Hitam yang menyerah bulan lalu setelah berbulan-bulan pengepungan Rusia.
Laporan itu diungkapkan Israel Hayom. Israel telah mengkonfirmasi laporan tersebut dan mengatakan sedang memeriksa masalah tersebut.
Permintaan itu disampaikan Perdana Menteri (PM) Ukraina Denys Shmyhal. Dalam surat yang dikirim sekitar dua pekan lalu, pejabat tersebut meminta pinjaman untuk membantu mengatasi dampak bencana perang terhadap ekonomi Ukraina.
Menurut statistik resmi, produk domestik bruto (PDB) Ukraina turun 15,1% pada kuartal pertama 2022 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Ukraina akan menyusut lebih lanjut 30-45% pada akhir tahun.
"Banyak negara di dunia telah mengalokasikan pinjaman untuk Ukraina," ujar Shimon Briman, ahli hubungan Israel-Ukraina, mengatakan kepada Israel Hayom.
"Misalnya, Jepang telah mengalokasikan USD600 juta dengan jangka waktu pinjaman 30 tahun, dengan masa tenggang 10 tahun, dan bunga tahunan hanya 1%. Luksemburg telah mengalokasikan pinjaman 250 juta euro, Jerman 300 juta euro, dan Kanada USD800 juta," papar Briman.
Briman menjelaskan, "Jika Israel menyetujui permintaan pinjaman Ukraina, negara Yahudi tidak hanya akan membantu 40 juta orang dalam perjuangan mereka yang adil untuk bertahan hidup, tetapi juga menunjukkan bahwa mereka memilih pihak yang benar dalam memerangi kediktatoran dan barbarisme."
Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Duta Besar Ukraina untuk Israel Yevgen Korniychuk mengajukan permintaan atas nama Shmyhal.
Duta Besar diberitahu bahwa permintaan telah diterima dan sedang diperiksa.
Sementara itu, Ukraina mengatakan pada Selasa (14/6/2022) bahwa pasukannya masih bertahan di dalam Sievierodonetsk dan mencoba mengevakuasi warga sipil setelah Rusia menghancurkan jembatan terakhir ke kota timur yang hancur itu dalam satu titik balik potensial dalam salah satu pertempuran paling berdarah dalam perang itu.
Rusia mengatakan akan memberikan kesempatan bagi pejuang Ukraina yang bersembunyi di pabrik kimia di dalam kota untuk menyerah pada Rabu pagi (15/6/2022).
“Pejuang harus menghentikan perlawanan mereka yang tidak masuk akal dan meletakkan senjata mereka mulai pukul 8 pagi waktu Moskow,” ungkap kantor berita Interfax mengutip Mikhail Mizintsev, kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia.
Walikota Ukraina, Oleksandr Stryuk, mengatakan, "Situasinya sangat sulit tetapi ada komunikasi dengan kota meskipun jembatan terakhir di atas sungai Siverskyi Donets telah dihancurkan. Pasukan Rusia berusaha menyerbu kota, tetapi militer bertahan teguh."
Ukraina mengatakan lebih dari 500 warga sipil terjebak di dalam Azot, pabrik kimia di mana pasukannya telah melawan pemboman dan serangan Rusia selama berminggu-minggu.
“Evakuasi masih dilakukan setiap menit ketika ada jeda dan ada kemungkinan transportasi. Tapi ini adalah evakuasi terpisah, dilakukan satu per satu, dan setiap kemungkinan diambil," papar Stryuk.
Gubernur daerah Serhiy Gaidai mengatakan, "Penembakan itu sangat kuat sehingga orang tidak tahan lagi di tempat penampungan, kondisi psikologis mereka berada di ujung tanduk. Beberapa hari terakhir, penduduk akhirnya siap untuk pergi."
Kedua belah pihak mengklaim menimbulkan banyak korban dalam pertempuran memperebutkan kota itu, target utama Rusia dalam pertempurannya di timur negara itu setelah gagal merebut ibu kota Kiev pada Maret.
Ukraina masih menguasai Lysychansk, kota kembar Sievierodonetsk di tempat yang lebih tinggi di tepi seberang.
Tetapi dengan semua jembatan yang sekarang terputus, pasukannya mengakui adanya ancaman mereka dapat dikepung di Sievierodonetsk.
Pasukan aliansi Rusia mengatakan setiap tentara Ukraina yang tertinggal harus menyerah atau mati.
Damien Megrou, juru bicara unit sukarelawan asing yang membantu mempertahankan Sievierodonetsk, mengatakan, “Ada risiko meninggalkan kantong besar pembela Ukraina terputus dari sisa pasukan Ukraina seperti di Mariupol.”
Mariupol merupakan pelabuhan Laut Hitam yang menyerah bulan lalu setelah berbulan-bulan pengepungan Rusia.
(sya)