Turki Batalkan Latihan NATO di Laut Hitam, Beri Alasan Sangat Tegas
loading...
A
A
A
ANKARA - Latihan militer NATO yang direncanakan di Laut Hitam telah ditunda atau dibatalkan secara langsung. Turki membuat keputusan mengejutkan di tengah konflik Rusia dan Ukraina.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengumumkan keputusan itu dengan mengutip konvensi berusia puluhan tahun yang memberi Ankara hak veto atas penempatan angkatan laut di wilayah tersebut.
Berbicara kepada Anadolu dalam wawancara pada Selasa (31/5/2022), menteri luar negeri Turki menjelaskan keengganan Ankara mengikuti kampanye sanksi Barat terhadap Moskow sebagai tanggapan atas serangannya terhadap Ukraina.
Dia menyatakan negaranya berusaha menghindari peningkatan ketegangan karena mencoba menengahi negosiasi untuk mengakhiri konflik.
“Jika kita ikut sanksi, kita tidak akan bisa memenuhi peran mediasi yang kita miliki sekarang. Kami menerapkan Konvensi Montreux pada kapal perang, tetapi wilayah udara, koridor itu, kami harus tetap membukanya,” tutur dia, merujuk pada perjanjian 1936 yang memberikan hak kepada Turki untuk mengatur lalu lintas maritim melalui Laut Hitam.
“Kami telah, sesuai dengan konvensi, membatalkan atau menunda latihan NATO yang direncanakan. Kami memainkan peran penting, dan kami memenuhi kewajiban kami,” ujar Cavusoglu.
Turki telah menerapkan Konvensi Montreux untuk menolak akses sejumlah kapal perang Rusia ke Laut Hitam melalui selat Bosporus sejak konflik di Ukraina dimulai pada Februari.
Meski demikian, Turki telah membuat pengecualian untuk kapal yang kembali ke pelabuhan asal mereka, sebagaimana diatur dalam perjanjian.
Sementara menteri luar negeri tidak merinci latihan apa yang telah dibatalkan atau dijadwalkan ulang, blok militer Atlantik Utara telah melakukan serangkaian latihan di seluruh Eropa dalam beberapa pekan terakhir.
Salah satunya adalah latihan yang dilakukan di Estonia bulan lalu yang melibatkan 15.000 tentara dari 14 negara, diadakan hanya 40 mil dari pangkalan militer Rusia terdekat.
Pada pertengahan Mei, pasukan NATO melakukan misi pelatihan di Laut Hitam, di mana Angkatan Laut Amerika SEAL mengerahkan unit operasi khusus asing sebagai bagian dari latihan tahunan Trojan Footprint.
Acara ini melibatkan lebih dari 3.300 tentara dari 30 negara, dan dilakukan di negara-negara Laut Hitam yakni Bulgaria dan Rumania, serta Kroasia, Estonia, Jerman, Yunani, Hongaria, Latvia, Lithuania, Montenegro, Makedonia Utara, Polandia, Slovakia dan Slovenia.
Ukraina juga dijadwalkan mengambil bagian dalam latihan sebelum Moskow meluncurkan serangannya, setelah berpartisipasi dalam Trojan Footprint tahun 2021.
Pengawasan udara NATO di sepanjang Laut Hitam juga diintensifkan pada April, dengan jet tempur Belanda dikerahkan untuk mendukung Angkatan Udara Bulgaria mengikuti serangkaian langkah serupa untuk menopang "sayap timur" aliansi tersebut.
Cavusoglu melanjutkan dengan berargumen bahwa peran Turki sebagai perantara antara Moskow dan Kiev “diterima” banyak negara lain.
Dia bersikeras bahwa Ankara hanya akan menyetujui sanksi terhadap Rusia jika sanksi itu dimandatkan oleh PBB.
“Semua orang sekarang dapat menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang mereka inginkan. Itu urusan mereka. Kami telah memilih peran mediator, kami mencoba membuat segalanya lebih mudah,” tegas dia.
Komentar menteri luar negeri muncul satu hari setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melayangkan tawaran baru untuk negosiasi antara Moskow dan Kiev di Istanbul.
Erdogan membuat proposal negosiasi selama panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengumumkan keputusan itu dengan mengutip konvensi berusia puluhan tahun yang memberi Ankara hak veto atas penempatan angkatan laut di wilayah tersebut.
Berbicara kepada Anadolu dalam wawancara pada Selasa (31/5/2022), menteri luar negeri Turki menjelaskan keengganan Ankara mengikuti kampanye sanksi Barat terhadap Moskow sebagai tanggapan atas serangannya terhadap Ukraina.
Dia menyatakan negaranya berusaha menghindari peningkatan ketegangan karena mencoba menengahi negosiasi untuk mengakhiri konflik.
“Jika kita ikut sanksi, kita tidak akan bisa memenuhi peran mediasi yang kita miliki sekarang. Kami menerapkan Konvensi Montreux pada kapal perang, tetapi wilayah udara, koridor itu, kami harus tetap membukanya,” tutur dia, merujuk pada perjanjian 1936 yang memberikan hak kepada Turki untuk mengatur lalu lintas maritim melalui Laut Hitam.
“Kami telah, sesuai dengan konvensi, membatalkan atau menunda latihan NATO yang direncanakan. Kami memainkan peran penting, dan kami memenuhi kewajiban kami,” ujar Cavusoglu.
Turki telah menerapkan Konvensi Montreux untuk menolak akses sejumlah kapal perang Rusia ke Laut Hitam melalui selat Bosporus sejak konflik di Ukraina dimulai pada Februari.
Meski demikian, Turki telah membuat pengecualian untuk kapal yang kembali ke pelabuhan asal mereka, sebagaimana diatur dalam perjanjian.
Sementara menteri luar negeri tidak merinci latihan apa yang telah dibatalkan atau dijadwalkan ulang, blok militer Atlantik Utara telah melakukan serangkaian latihan di seluruh Eropa dalam beberapa pekan terakhir.
Salah satunya adalah latihan yang dilakukan di Estonia bulan lalu yang melibatkan 15.000 tentara dari 14 negara, diadakan hanya 40 mil dari pangkalan militer Rusia terdekat.
Pada pertengahan Mei, pasukan NATO melakukan misi pelatihan di Laut Hitam, di mana Angkatan Laut Amerika SEAL mengerahkan unit operasi khusus asing sebagai bagian dari latihan tahunan Trojan Footprint.
Acara ini melibatkan lebih dari 3.300 tentara dari 30 negara, dan dilakukan di negara-negara Laut Hitam yakni Bulgaria dan Rumania, serta Kroasia, Estonia, Jerman, Yunani, Hongaria, Latvia, Lithuania, Montenegro, Makedonia Utara, Polandia, Slovakia dan Slovenia.
Ukraina juga dijadwalkan mengambil bagian dalam latihan sebelum Moskow meluncurkan serangannya, setelah berpartisipasi dalam Trojan Footprint tahun 2021.
Pengawasan udara NATO di sepanjang Laut Hitam juga diintensifkan pada April, dengan jet tempur Belanda dikerahkan untuk mendukung Angkatan Udara Bulgaria mengikuti serangkaian langkah serupa untuk menopang "sayap timur" aliansi tersebut.
Cavusoglu melanjutkan dengan berargumen bahwa peran Turki sebagai perantara antara Moskow dan Kiev “diterima” banyak negara lain.
Dia bersikeras bahwa Ankara hanya akan menyetujui sanksi terhadap Rusia jika sanksi itu dimandatkan oleh PBB.
“Semua orang sekarang dapat menjatuhkan sanksi kepada siapa pun yang mereka inginkan. Itu urusan mereka. Kami telah memilih peran mediator, kami mencoba membuat segalanya lebih mudah,” tegas dia.
Komentar menteri luar negeri muncul satu hari setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melayangkan tawaran baru untuk negosiasi antara Moskow dan Kiev di Istanbul.
Erdogan membuat proposal negosiasi selama panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
(sya)