China dan India Sama-sama Tak Takut Perang, Konflik Makin Memanas
loading...
A
A
A
BEIJING - Pemerintah China melalui medianya menyatakan bahwa mereka tidak takut untuk berperang dengan India terkait sengketa wilayah di Himalaya. Sebaliknya, New Delhi juga berprinsip sama.
Beijing menyinggung konflik kedua pihak pada tahun 1962 yang diklaim telah mempecundangi New Delhi. Dalam sebuah artikel baru tadi malam (21/6/2020), surat kabar pemerintah Beijing; Global Times; memperingatkan bahwa New Delhi akan lebih dipermalukan dibanding konflik 1962 jika ingin meluncurkan konflik baru.
Tahun 1962 adalah referensi untuk perang besar pertama antara kedua negara yang terjadi karena sengketa tentang perbatasan Himalaya. Ketegangan saat ini juga di tempat yang sama.
"Pengamat militer China mengatakan bahwa konflik militer berskala besar yang meningkat yang melibatkan pasukan utama China, jika itu terjadi, akan berarti kekalahan persis seperti perang pada tahun 1962, dengan jumlah korban yang sangat tidak proporsional tidak menguntungkan India," tulis Global Times.
Perang tahun 1962 mengakibatkan lebih dari 2.000 orang. Di pihak India, 1.000 personel militer tewas dan lebih dari 3.000 orang lainnya ditangkap sebagai tawanan selama pertempuran selama sebulan. Sedangkan di pihak militer China kurang dari 800 tentara tewas.
"Dalam potensi serangan balik pertahanan diri, China akan mengamankan wilayahnya sendiri dan tidak akan mengklaim wilayah India setelah muncul sebagai pemenang, tetapi pertempuran itu akan sangat merugikan India sehingga posisi global dan ekonomi akan mundur ke dekade yang lalu," lanjut artikel Global Times.
Retorika perang yang disuarakan media ini muncul setelah perselisihan di sepanjang Lembah Galwan pekan lalu. Dalam bentrok tersebut, sebanyak 20 tentara India tewas. Sedangkan korban di pihak China masih menjadi rahasia, meski pihak New Delhi mengklaim korban di pihak Beijing lebih dari 40 orang. (Baca: Cerita 120 Tentara India Dikepung Pasukan China, Sebagian Dimutilasi )
Konfrontasi di Lembah Galwan—bagian dari wilayah Ladakh yang disengketakan di sepanjang perbatasan Himalaya—adalah yang paling mematikan di antara kedua negara dalam 45 tahun. India menyalahkan China karena memicu perkelahian dengan mengembangkan infrastruktur di lembah itu, yang katanya merupakan pelanggaran terhadap perjanjian tentang wilayah yang masih dalam sengketa.
Berbicara kepada rakyat India pekan lalu, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan dia tidak akan berkompromi tentang integritas dan kedaulatan.
"India menginginkan perdamaian, tetapi jika dihasut, India dengan segala cara mampu memberikan tanggapan yang sesuai," katanya saat memperingatkan Beijing.
Beijing menyinggung konflik kedua pihak pada tahun 1962 yang diklaim telah mempecundangi New Delhi. Dalam sebuah artikel baru tadi malam (21/6/2020), surat kabar pemerintah Beijing; Global Times; memperingatkan bahwa New Delhi akan lebih dipermalukan dibanding konflik 1962 jika ingin meluncurkan konflik baru.
Tahun 1962 adalah referensi untuk perang besar pertama antara kedua negara yang terjadi karena sengketa tentang perbatasan Himalaya. Ketegangan saat ini juga di tempat yang sama.
"Pengamat militer China mengatakan bahwa konflik militer berskala besar yang meningkat yang melibatkan pasukan utama China, jika itu terjadi, akan berarti kekalahan persis seperti perang pada tahun 1962, dengan jumlah korban yang sangat tidak proporsional tidak menguntungkan India," tulis Global Times.
Perang tahun 1962 mengakibatkan lebih dari 2.000 orang. Di pihak India, 1.000 personel militer tewas dan lebih dari 3.000 orang lainnya ditangkap sebagai tawanan selama pertempuran selama sebulan. Sedangkan di pihak militer China kurang dari 800 tentara tewas.
"Dalam potensi serangan balik pertahanan diri, China akan mengamankan wilayahnya sendiri dan tidak akan mengklaim wilayah India setelah muncul sebagai pemenang, tetapi pertempuran itu akan sangat merugikan India sehingga posisi global dan ekonomi akan mundur ke dekade yang lalu," lanjut artikel Global Times.
Retorika perang yang disuarakan media ini muncul setelah perselisihan di sepanjang Lembah Galwan pekan lalu. Dalam bentrok tersebut, sebanyak 20 tentara India tewas. Sedangkan korban di pihak China masih menjadi rahasia, meski pihak New Delhi mengklaim korban di pihak Beijing lebih dari 40 orang. (Baca: Cerita 120 Tentara India Dikepung Pasukan China, Sebagian Dimutilasi )
Konfrontasi di Lembah Galwan—bagian dari wilayah Ladakh yang disengketakan di sepanjang perbatasan Himalaya—adalah yang paling mematikan di antara kedua negara dalam 45 tahun. India menyalahkan China karena memicu perkelahian dengan mengembangkan infrastruktur di lembah itu, yang katanya merupakan pelanggaran terhadap perjanjian tentang wilayah yang masih dalam sengketa.
Berbicara kepada rakyat India pekan lalu, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan dia tidak akan berkompromi tentang integritas dan kedaulatan.
"India menginginkan perdamaian, tetapi jika dihasut, India dengan segala cara mampu memberikan tanggapan yang sesuai," katanya saat memperingatkan Beijing.