Terungkap! Mohammed bin Salman Omeli Penasihat Biden Gara-gara Ini
loading...
A
A
A
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman berteriak keras kepada Penasihat Keamanan Nasional Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden , Jake Sullivan. Musababnya, Sullivan bertanya tentang pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Laporan soal Sullivan diomeli Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) itu diungkap Wall Street Journal (WSJ) dalam laporannya hari Rabu.
Peristiwa itu terjadi ketika Pangeran MBS dan Sullivan pertama kali bertemu di istana tepi pantai di Arab Saudi pada September lalu.
Laporan itu menunjukkan contoh lain dari keretakan hubungan AS-Arab Saudi sejak Biden berkuasa.
"Meskipun penguasa de facto Arab Saudi tampak bersikap santai dengan mengenakan celana pendek selama pertemuan, dia akhirnya meneriaki Sullivan setelah dia mengangkat [pembicaraan soal] pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi pada 2018," bunyi laporan WSJ.
"Pangeran memberi tahu Sullivan bahwa dia tidak pernah ingin membahas masalah itu lagi."
Orang-orang yang mengetahui kejadian itu telah berbicara kepada WSJ. "Mohammed bin Salman menambahkan bahwa AS bisa melupakan permintaannya untuk meningkatkan produksi minyak," kata para sumber tersebut, menggambarkan kesalnya Pangeran MBS.
Khashoggi dibunuh secara brutal oleh para agen nakal Arab Saudi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2018.
AS, yang saat itu dipimpin Presiden Donald Trump tidak menyalahkan MBS atas pembunuhan Khashoggi. Hubungan kedua negara justru hangat, di mana Riyadh membeli banyak senjata dari Washington.
Namun, sikap AS mulai berubah sejak Biden menggantikan Trump. Pemerintah Biden mengambil sikap yang lebih keras terhadap catatan hak asasi manusia (HAM) Kerajaan Arab Saudi dan perang Yaman di mana koalisi yang dipimpin Saudi telah terlibat sejak Maret 2015.
Mohammed bin Salman mengisyaratkan rusaknya hubungan Riyadh dengan Washington bulan lalu dalam sebuah wawancara dengan The Atlantic.
Dia memperingatkan AS untuk tidak ikut campur dalam urusan internal monarki absolut. Ketika ditanya apakah Biden salah memahami hal-hal tentang dia, dia berkata: "Sederhananya, saya tidak peduli. [Terserah Biden] untuk memikirkan kepentingan Amerika."
Mengomentari artikel Wall Street Journal, komentator pro-Saudi Ali Shihabi mengakui bahwa ada ketegangan antara kedua negara yang bersekutu tersebut, tetapi menolak klaim bahwa desakan Riyadh bahwa Biden harus mengakui Mohammed bin Salman sebagai pewaris takhta adalah penyebabnya.
"Ada ketegangan antara AS dan Saudi tetapi permintaan untuk pengakuan oleh Biden atas 'klaim [Bin Salman] untuk mewarisi takhta' tentu saja bukan salah satunya," tulis Shihabi di Twitter, seperti dikutip Middle East Monitor, Kamis (21/4/2022).
"[bin Salman] adalah penerus yang ditunjuk secara legal yang akan mewarisi takhta dan AS tidak memiliki masukan untuk itu."
Menurutnya, gagasan bahwa AS memiliki pengaruh pada suksesi di Arab Saudi adalah konyol.
Dia juga menolak klaim bahwa penggulingan pendahulu Mohammed bin Salman sebagai Putra Mahkota, Mohammed bin Nayef, yang dia akui adalah pilihan yang disukai Washington, memiliki relevansi.
Mohammed bin Nayef digantikan pada 2017 oleh Mohammed bin Salman selama apa yang oleh beberapa komentator digambarkan sebagai "kudeta lunak".
Dia ditempatkan di bawah tahanan rumah. Anggota Parlemen Barat dan kelompok HAM telah menyuarakan keprihatinan atas kesehatan dan keselamatannya.
Laporan soal Sullivan diomeli Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) itu diungkap Wall Street Journal (WSJ) dalam laporannya hari Rabu.
Peristiwa itu terjadi ketika Pangeran MBS dan Sullivan pertama kali bertemu di istana tepi pantai di Arab Saudi pada September lalu.
Laporan itu menunjukkan contoh lain dari keretakan hubungan AS-Arab Saudi sejak Biden berkuasa.
"Meskipun penguasa de facto Arab Saudi tampak bersikap santai dengan mengenakan celana pendek selama pertemuan, dia akhirnya meneriaki Sullivan setelah dia mengangkat [pembicaraan soal] pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi pada 2018," bunyi laporan WSJ.
"Pangeran memberi tahu Sullivan bahwa dia tidak pernah ingin membahas masalah itu lagi."
Orang-orang yang mengetahui kejadian itu telah berbicara kepada WSJ. "Mohammed bin Salman menambahkan bahwa AS bisa melupakan permintaannya untuk meningkatkan produksi minyak," kata para sumber tersebut, menggambarkan kesalnya Pangeran MBS.
Khashoggi dibunuh secara brutal oleh para agen nakal Arab Saudi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada 2018.
AS, yang saat itu dipimpin Presiden Donald Trump tidak menyalahkan MBS atas pembunuhan Khashoggi. Hubungan kedua negara justru hangat, di mana Riyadh membeli banyak senjata dari Washington.
Namun, sikap AS mulai berubah sejak Biden menggantikan Trump. Pemerintah Biden mengambil sikap yang lebih keras terhadap catatan hak asasi manusia (HAM) Kerajaan Arab Saudi dan perang Yaman di mana koalisi yang dipimpin Saudi telah terlibat sejak Maret 2015.
Mohammed bin Salman mengisyaratkan rusaknya hubungan Riyadh dengan Washington bulan lalu dalam sebuah wawancara dengan The Atlantic.
Dia memperingatkan AS untuk tidak ikut campur dalam urusan internal monarki absolut. Ketika ditanya apakah Biden salah memahami hal-hal tentang dia, dia berkata: "Sederhananya, saya tidak peduli. [Terserah Biden] untuk memikirkan kepentingan Amerika."
Mengomentari artikel Wall Street Journal, komentator pro-Saudi Ali Shihabi mengakui bahwa ada ketegangan antara kedua negara yang bersekutu tersebut, tetapi menolak klaim bahwa desakan Riyadh bahwa Biden harus mengakui Mohammed bin Salman sebagai pewaris takhta adalah penyebabnya.
"Ada ketegangan antara AS dan Saudi tetapi permintaan untuk pengakuan oleh Biden atas 'klaim [Bin Salman] untuk mewarisi takhta' tentu saja bukan salah satunya," tulis Shihabi di Twitter, seperti dikutip Middle East Monitor, Kamis (21/4/2022).
"[bin Salman] adalah penerus yang ditunjuk secara legal yang akan mewarisi takhta dan AS tidak memiliki masukan untuk itu."
Menurutnya, gagasan bahwa AS memiliki pengaruh pada suksesi di Arab Saudi adalah konyol.
Dia juga menolak klaim bahwa penggulingan pendahulu Mohammed bin Salman sebagai Putra Mahkota, Mohammed bin Nayef, yang dia akui adalah pilihan yang disukai Washington, memiliki relevansi.
Mohammed bin Nayef digantikan pada 2017 oleh Mohammed bin Salman selama apa yang oleh beberapa komentator digambarkan sebagai "kudeta lunak".
Dia ditempatkan di bawah tahanan rumah. Anggota Parlemen Barat dan kelompok HAM telah menyuarakan keprihatinan atas kesehatan dan keselamatannya.
(min)