PBB Pertimbangkan Ubah Proses Hak Veto Dewan Keamanan
loading...
A
A
A
NEW YORK - Majelis Umum PBB sedang mempertimbangkan untuk memperkenalkan ketentuan yang mengharuskan anggota tetap Dewan Keamanan (DK) untuk memberikan alasan untuk membenarkan penggunaan hak veto mereka.
Saat ini, lima anggota tetap DK PBB – China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) – dapat memveto setiap resolusi yang diajukan oleh badan tersebut. Sedangkan 10 anggota DK lainnya yang bergilir tidak memiliki wewenang seperti itu.
Ketentuan itu diajukan oleh Liechtenstein minggu lalu dan dipresentasikan pada panel diskusi tertutup pada hari Selasa. Diskusi tersebut ternyata cukup "positif" dan inisiatif tersebut menerima sponsor tambahan, misi negara mikro untuk PBB mengatakan setelah pertemuan.
“Kami memiliki partisipasi yang kuat dan keterlibatan positif pada Inisiatif Veto dalam format terbuka sore ini. Kami akan melanjutkan pekerjaan kami untuk mendapatkan dukungan politik sekuat mungkin untuk teks kami yang sekarang memiliki 57 sponsor bersama,” katanya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (21/4/2022).
Jika diadopsi, inisiatif tersebut akan mengamanatkan untuk mengadakan Majelis Umum PBB dalam waktu 10 hari setelah anggota tetap DK PBB menggunakan hak veto mereka. Pada pertemuan itu, negara pengguna harus membenarikan alasan pembenar keputusannya untuk menggunakan hak veto. Menurut Liechtenstein, mengadopsi ketentuan tersebut akan memberdayakan Majelis Umum dan memperkuat multilateralisme.
Sejauh ini, inisiatif tersebut secara terbuka hanya didukung oleh satu anggota tetap DK PBB yaitu Amerika Serikat. Washington turut mensponsori ketentuan tersebut, mengakui bahwa dorongan tersebut ditujukan kepada Rusia dan penggunaan hak vetonya untuk memblokir resolusi konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Mengumumkan dukungan bersama, utusan AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menuduh Moskow telah menyalahgunakan hak vetonya.
“Kami sangat prihatin dengan pola memalukan Rusia yang menyalahgunakan hak vetonya selama dua dekade terakhir,” katanya.
Saat ini, lima anggota tetap DK PBB – China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS) – dapat memveto setiap resolusi yang diajukan oleh badan tersebut. Sedangkan 10 anggota DK lainnya yang bergilir tidak memiliki wewenang seperti itu.
Ketentuan itu diajukan oleh Liechtenstein minggu lalu dan dipresentasikan pada panel diskusi tertutup pada hari Selasa. Diskusi tersebut ternyata cukup "positif" dan inisiatif tersebut menerima sponsor tambahan, misi negara mikro untuk PBB mengatakan setelah pertemuan.
“Kami memiliki partisipasi yang kuat dan keterlibatan positif pada Inisiatif Veto dalam format terbuka sore ini. Kami akan melanjutkan pekerjaan kami untuk mendapatkan dukungan politik sekuat mungkin untuk teks kami yang sekarang memiliki 57 sponsor bersama,” katanya seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (21/4/2022).
Jika diadopsi, inisiatif tersebut akan mengamanatkan untuk mengadakan Majelis Umum PBB dalam waktu 10 hari setelah anggota tetap DK PBB menggunakan hak veto mereka. Pada pertemuan itu, negara pengguna harus membenarikan alasan pembenar keputusannya untuk menggunakan hak veto. Menurut Liechtenstein, mengadopsi ketentuan tersebut akan memberdayakan Majelis Umum dan memperkuat multilateralisme.
Sejauh ini, inisiatif tersebut secara terbuka hanya didukung oleh satu anggota tetap DK PBB yaitu Amerika Serikat. Washington turut mensponsori ketentuan tersebut, mengakui bahwa dorongan tersebut ditujukan kepada Rusia dan penggunaan hak vetonya untuk memblokir resolusi konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Mengumumkan dukungan bersama, utusan AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menuduh Moskow telah menyalahgunakan hak vetonya.
“Kami sangat prihatin dengan pola memalukan Rusia yang menyalahgunakan hak vetonya selama dua dekade terakhir,” katanya.