Ketua Duma Rusia: Cabut Kewarganegaraan Pengkhianat

Selasa, 12 April 2022 - 17:23 WIB
loading...
Ketua Duma Rusia: Cabut...
Jurnalis Rusia Marina Ovsyannikova mengangkat poster anti perang saat siaran televisi. Foto/CBS News
A A A
MOSKOW - Ketua majelis rendah parlemen Rusia menuntut agar "pengkhianat" yang menentang serangan Moskow di Ukraina kehilangan kewarganegaraannya, memberikan contoh jurnalis yang mengacungkan plakat anti-perang di televisi.

"Sebagian besar warga kami mendukung operasi militer khusus di Ukraina, mereka memahami kebutuhannya untuk keamanan negara kami dan bangsa kami. Tetapi ada juga mereka yang berperilaku pengecut, dengan pengkhianatan," kata Ketua Duma Negara Vyacheslav Volodin.

"Sayangnya, untuk 'warga Federasi Rusia' seperti itu, tidak ada prosedur untuk mencabut kewarganegaraan dan mencegah mereka memasuki negara kita. Tapi mungkin itu bagus," katanya di saluran Telegram-nya.



"Bagaimana menurutmu?" tanyanya pada pada pengikutnya seperti dikutip dari The Moscow Times, Selasa (12/4/2022).

Untuk mengilustrasikan maksudnya, Volodinmerujuk pada kasus jurnalis Marina Ovsyannikova, yang menjadi terkenal pada pertengahan Maret lalu dengan mengangkatposter yang mengatakan "Tidak untuk perang" secara langsung di televisi.

Ovsiannikova, yang meninggalkan pekerjaannya di saluran televisi publik Rusia Pervy Kanal, telah menjadi koresponden di Ukraina dan Rusia untuk harian Jerman Die Welt.

"Sekarang dia akan bekerja untuk negara NATO, membenarkan pengiriman senjata ke neo-Nazi Ukraina, mengirim tentara bayaran asing untuk memerangi tentara kami dan mempertahankan sanksi terhadap Rusia," kata Volodin.



Tindakan radikal seperti mencabut kewarganegaraan sepertinya tidak akan berlaku tanpa persetujuan Presiden Vladimir Putin.

Tetapi pernyataan Volodin menggambarkan iklim yang semakin tidak bersahabat di Rusia terhadap suara apa pun yang menentang serangan militer Moskow di Ukraina, yang berlangsung sejak 24 Februari lalu.

Kremlin telah meningkatkan tindakan kerasnya dalam beberapa pekan terakhir, menangkap ribuan pengunjuk rasa, memblokir media independen dan jaringan sosial.

Penentang intervensi militer terus-menerus dihujat dan para kritikus melihat pintu rumah mereka diolesi dengan pesan-pesan ancaman.

(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1093 seconds (0.1#10.140)