Jenderal Dvornikov, Komandan Perang Baru Rusia yang Dicap Brutal di Suriah
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia dilaporkan media-media Barat telah menunjuk Jenderal Alexander Dvornikov sebagai komandan baru untuk perangnya di Ukraina. Amerika Serikat mencap jenderal tersebut memiliki rekam jejak kebrutalan selama perang di Suriah.
Komandan perang Rusia yang baru akan memfokuskan kembali upaya perangnya di wilayah Ukraina timur, setelah Moskow dianggap gagal merebut Kiev.
Jenderal Dvornikov merupakan komandan Distrik Militer Selatan Rusia. Komandan perang sebelumnya tidak diketahui karena Moskow tidak pernah mengumumkannya secara resmi.
Menurut pejabat keamanan dan diplomat Barat yang mengetahui perubahan tersebut, sebagaimana dilaporkan Bloomberg, Senin (11/4/2022), Dvornikovsekarang akan memimpin pasukan Rusia di lapangan.
Kremlin secara resmi belum mengumumkan penunjukan Jenderal Dvornikov atas peran barunya di Ukraina.
Dvornikov (60) telah memegang beberapa posisi senior di militer Rusia, termasuk komandan militer Distrik Militer Timur Jauh. Dia pernah bertugas mengawasi pasukan Moskow di Suriah pada 2015 dan 2016, di mana mereka bertempur bersama pasukan pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Dengan perang di minggu ketujuh, Rusia sebagian besar telah menarik pasukannya dari utara Ukraina setelah pasukannya menghadapi perlawanan sengit dan macet di luar Kiev.
Moskow juga kehilangan banyak tank dan pesawat karena serangan rudal oleh Ukraina.
Sekarang, Moskow fokus pada wilayah Donbass timur dan mengambil kota-kota di wilayah Laut Hitam, termasuk Mariupol, yang telah dikepung selama berminggu-minggu.
Melakukan hal itu akan memungkinkannya untuk membuat jembatan darat antara Crimea, yang dianeksasi pada tahun 2014, dan Rusia.
Dvornikov sejauh ini bertanggung jawab atas operasi di selatan dan timur Ukraina, menurut Institute for the Study of War.
"Kurangnya satu komandan keseluruhan telah jelas menghambat kerja sama pasukan Rusia," bunyi laporan lembaga tersebut dalam sebuah laporan tertanggal 9 April.
Lembaga itu menambahkan, meskipun strukturnya lebih disederhanakan, Rusia mungkin akan terus berjuang dengan pengaturan komando dan kontrolnya.
Sebagian besar bala bantuan yang menuju Donbass diambil dari distrik militer lain selain yang dipimpin oleh Dvornikov.
“Tidak ada penunjukan jenderal mana pun yang dapat menghapus fakta bahwa Rusia telah menghadapi kegagalan strategis di Ukraina," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada hari Minggu di “State of the Union” CNN.
“Tidak masalah jenderal mana yang coba ditunjuk oleh Presiden Putin," katanya.
“Tapi, seperti yang Anda catat, jenderal khusus ini memiliki resume yang mencakup kebrutalan terhadap warga sipil di teater lain, di Suriah. Dan kita bisa mengharapkan lebih banyak hal yang sama di teater ini."
Ukraina, AS, dan negara-negara lain menuduh pasukan Rusia melakukan kejahatan perang di kota-kota yang mereka duduki di utara, termasuk Bucha, tempat ditemukannya kuburan massal warga sipil saat pasukan Rusia mundur. Namun, Moskow membantah tuduhan tersebut dan menganggapnya sebagai propaganda kotor Kiev.
Jenderal David Petraeus, mantan komandan pasukan NATO di Afghanistan yang mengepalai Badan Intelijen Pusat (CIA) di bawah Presiden Barack Obama, mengatakan kepada CNN pada hari Minggu bahwa struktur komando yang lebih ramping mencerminkan keinginan Rusia untuk memiliki sesuatu untuk diklaim sebagai kemenangan pada 9 Mei. Tanggal itu merupakan Hari kemenangan Perang II.
Petraeus juga mengatakan lebih banyak warga sipil kemungkinan akan menjadi sasaran. “Rusia dikenal di Suriah pada dasarnya untuk 'mengurangi populasi'. Itulah yang mereka lakukan pada Aleppo. Itu yang mereka lakukan ke daerah lain. Dan saya pikir kita bisa mengharapkan itu," paparnya.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Komandan perang Rusia yang baru akan memfokuskan kembali upaya perangnya di wilayah Ukraina timur, setelah Moskow dianggap gagal merebut Kiev.
Jenderal Dvornikov merupakan komandan Distrik Militer Selatan Rusia. Komandan perang sebelumnya tidak diketahui karena Moskow tidak pernah mengumumkannya secara resmi.
Menurut pejabat keamanan dan diplomat Barat yang mengetahui perubahan tersebut, sebagaimana dilaporkan Bloomberg, Senin (11/4/2022), Dvornikovsekarang akan memimpin pasukan Rusia di lapangan.
Kremlin secara resmi belum mengumumkan penunjukan Jenderal Dvornikov atas peran barunya di Ukraina.
Dvornikov (60) telah memegang beberapa posisi senior di militer Rusia, termasuk komandan militer Distrik Militer Timur Jauh. Dia pernah bertugas mengawasi pasukan Moskow di Suriah pada 2015 dan 2016, di mana mereka bertempur bersama pasukan pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Dengan perang di minggu ketujuh, Rusia sebagian besar telah menarik pasukannya dari utara Ukraina setelah pasukannya menghadapi perlawanan sengit dan macet di luar Kiev.
Moskow juga kehilangan banyak tank dan pesawat karena serangan rudal oleh Ukraina.
Sekarang, Moskow fokus pada wilayah Donbass timur dan mengambil kota-kota di wilayah Laut Hitam, termasuk Mariupol, yang telah dikepung selama berminggu-minggu.
Melakukan hal itu akan memungkinkannya untuk membuat jembatan darat antara Crimea, yang dianeksasi pada tahun 2014, dan Rusia.
Dvornikov sejauh ini bertanggung jawab atas operasi di selatan dan timur Ukraina, menurut Institute for the Study of War.
"Kurangnya satu komandan keseluruhan telah jelas menghambat kerja sama pasukan Rusia," bunyi laporan lembaga tersebut dalam sebuah laporan tertanggal 9 April.
Lembaga itu menambahkan, meskipun strukturnya lebih disederhanakan, Rusia mungkin akan terus berjuang dengan pengaturan komando dan kontrolnya.
Sebagian besar bala bantuan yang menuju Donbass diambil dari distrik militer lain selain yang dipimpin oleh Dvornikov.
“Tidak ada penunjukan jenderal mana pun yang dapat menghapus fakta bahwa Rusia telah menghadapi kegagalan strategis di Ukraina," kata Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan pada hari Minggu di “State of the Union” CNN.
“Tidak masalah jenderal mana yang coba ditunjuk oleh Presiden Putin," katanya.
“Tapi, seperti yang Anda catat, jenderal khusus ini memiliki resume yang mencakup kebrutalan terhadap warga sipil di teater lain, di Suriah. Dan kita bisa mengharapkan lebih banyak hal yang sama di teater ini."
Ukraina, AS, dan negara-negara lain menuduh pasukan Rusia melakukan kejahatan perang di kota-kota yang mereka duduki di utara, termasuk Bucha, tempat ditemukannya kuburan massal warga sipil saat pasukan Rusia mundur. Namun, Moskow membantah tuduhan tersebut dan menganggapnya sebagai propaganda kotor Kiev.
Jenderal David Petraeus, mantan komandan pasukan NATO di Afghanistan yang mengepalai Badan Intelijen Pusat (CIA) di bawah Presiden Barack Obama, mengatakan kepada CNN pada hari Minggu bahwa struktur komando yang lebih ramping mencerminkan keinginan Rusia untuk memiliki sesuatu untuk diklaim sebagai kemenangan pada 9 Mei. Tanggal itu merupakan Hari kemenangan Perang II.
Petraeus juga mengatakan lebih banyak warga sipil kemungkinan akan menjadi sasaran. “Rusia dikenal di Suriah pada dasarnya untuk 'mengurangi populasi'. Itulah yang mereka lakukan pada Aleppo. Itu yang mereka lakukan ke daerah lain. Dan saya pikir kita bisa mengharapkan itu," paparnya.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(min)