Pengamat Politik Ingatkan Pemerintah Indonesia: Hati-hati ‘Invasi’ Diam-diam Amerika

Sabtu, 09 April 2022 - 09:41 WIB
loading...
Pengamat Politik Ingatkan...
Pengamat politik luar negeri, Gerry Hukubun, mengingatkan pemerintah Indonesia terhadap invasi diam-diam AS, yakni tindakan campur tangan terhadap pimpinan negara. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pengamat politik luar negeri, Gerry Hukubun, mengingatkan pemerintah Indonesia untuk berhati-hati dengan “invasi” diam-diam Amerika Serikat (AS) . “Invasi” yang dia maksud adalah tindakan campur tangan terhadap jabatan pimpinan negara.

Dalam sejarahnya, yakni di era Orde Lama, presiden pertama Soekarno (Bung Karno) pernah membuat gerah AS karena kedekatannya dengan Uni Soviet sampai dia peluk cium dengan pemimpin Uni Soviet masa itu, Nikita Khrushchev. Padahal, Indonesia berusaha menjaga prinsip luar negeri yang bebas aktif.

Menurut Gerry, Bung Karno juga dekat dengan Presiden AS pada masa itu; John F Kennedy. Kedekatan itu terlihat saat Kennedy mengundang Presiden Soekarno ke Amerika pada tahun 1961.

Walaupun agenda dari kunjungan tersebut adalah untuk membahas Irian Barat yang menjadi konflik Indonesia-Belanda di kancah internasional, kedekatan kedua presiden tersebut membuat khawatir Direktur CIA masa itu, Allen Dulles.



Allen Dulles yang memang sudah tidak nyaman dengan Presiden Kennedy setelah diberhentikan pada tanggal 29 November 1961 akibat insiden Teluk Babi atau the Bay of Pigs invasion di Kuba.

Gerry mengutip Dr Greg Poulgrain, penulis buku "The Incubus of Intervention Conflicting Indonesia Stretagies of John F Kennedy and Allen Dulles", yang menyatakan Kennedy sering berseberangan sikap dengan Dulles. Salah satunya soal sikap Amerika terhadap Papua Barat.

Sebenarnya keduanya sama-sama sepakat bahwa Belanda harus menyerahkan Papua Barat ke Indonesia. Namun Kennedy ingin Soekarno tetap menjadi Presiden Indonesia, sebaliknya Dulles ingin ada pergantian. "Dulles menerapkan pengaruh yang berlawanan dengan kebijakan luar negeri Amerika," tulis Poulgrain.

Dulles pun ingin perusahaan minyak milik keluarga Rockfeller menggarap tambang emas di Papua Barat. Namun niat tersebut terganjal sikap Kennedy yang bersahabat baik dengan Soekarno, yang pada 1961 merevisi semua kontrak pengelolaan tambang Indonesia.

Soekarno menetapkan bagi hasil 60 persen dari keuntungan perusahaan tambang diserahkan ke Indonesia. Menurut Poulgrain, kebijakan Soekarno itu jelas menghalangi rencana Dulles yang ingin keluarga Rockfeller menggarap tambang emas di Papua.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1614 seconds (0.1#10.140)