Pengusiran Diplomat Rusia Berlanjut, Giliran 3 Negara Uni Eropa
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Pengusiran terhadap diplomat Rusia yang dilakukan oleh negara-negara Eropa terus berlanjut. Setelah sebelumnya negara-negara Baltik dan Polandia , kini giliran negara anggota Uni Eropa (UE) yang melakukannya.
Tiga negara Uni Eropa (UE) yaitu Belgia, Belanda dan Irlandia mengumumkan pengusiran puluhan diplomat Rusia yang dicurigai sebagai mata-mata, dalam tindakan terkoordinasi yang diambil di bawah bayang-bayang perang Moskow di Ukraina.
Menteri Luar Negeri Belgia Sophie Wilmes mengatakan negaranya mengusir 21 diplomat dari kedutaan Rusia di Brussels dan konsulat di Antwerpen, memberi mereka waktu dua minggu untuk angkat kaki.
Dia mengatakan langkah itu dilakukan bersama dengan negara tetangga Belanda, yang kementerian luar negerinya mengatakan telah mengusir 17 diplomat Rusia yang dianggap "secara diam-diam aktif" sebagai perwira intelijen.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney mengatakan empat "pejabat senior" dari kedutaan Rusia di Dublin telah diberitahu untuk pergi karena terlibat dalam kegiatan tidak sesuai dengan standar perilaku diplomatik internasional" sebuah kode untuk mata-mata seperti dikutip dari Moscow Times, Rabu (30/3/2022).
Negara-negara Uni Eropa bersiap-siap untuk aksi balasan Rusia dengan memerintahkan diplomat mereka sendiri.
Pengusiran yang diumumkan pada Selasa kemarin itu memicu pukulan Barat yang diarahkan ke Rusia setelah invasi 24 Februari ke Ukraina. Sudah beberapa putaran sanksi yang dijatuhkan terutama oleh UE dan AS telah sangat melemahkan ekonomi Rusia.
Rusia sekarang menganggap semua negara UE, bersama dengan Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Jepang, Inggris, serta Australia, sebagai negara "bermusuhan".
Setelah invasi Rusia, AS pada awal Maret mengusir 12 diplomat Rusia yang berbasis di New York yang dianggap sebagai "operasi intelijen."
Rusia pekan lalu membalas dengan menyerahkan daftar diplomat Amerika yang dinyatakan "persona non grata" kepada AS.
Polandia, negara Uni Eropa yang bertetangga dengan Ukraina, pekan lalu mengusir 45 diplomat Rusia atas tuduhan spionase, mendorong Moskow untuk menuduh Warsawa memulai "eskalasi berbahaya."
Rusia dibiarkan hampir terisolasi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2 Maret ketika mayoritas besar negara - total 141 negara - memilih untuk mengadopsi resolusi tidak mengikat yang menuntut penghentian perang Moskow di Ukraina.
Hanya lima negara yang memberikan suara menentang resolusi tersebut: Rusia, Suriah, Korea Utara, Belarusia, dan Eritrea. Sedangkan 35 lainnya memilih abstain, termasuk China.
Dua hari kemudian, pada tanggal 4 Maret, Dewan Hak Asasi Manusia PBB memilih untuk memicu penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan dalam perang di Ukraina. Tiga puluh dua dari 47 anggota dewan memberikan suara mendukung, dengan hanya Rusia dan Eritrea yang menolak.
Dua minggu lalu, Rusia mengumumkan akan keluar dari forum internasional lainnya, Dewan Eropa -- tepat sebelum badan pan-Eropa yang berbasis di Strasbourg itu mengatakan akan mengusir Rusia.
Tiga negara Uni Eropa (UE) yaitu Belgia, Belanda dan Irlandia mengumumkan pengusiran puluhan diplomat Rusia yang dicurigai sebagai mata-mata, dalam tindakan terkoordinasi yang diambil di bawah bayang-bayang perang Moskow di Ukraina.
Menteri Luar Negeri Belgia Sophie Wilmes mengatakan negaranya mengusir 21 diplomat dari kedutaan Rusia di Brussels dan konsulat di Antwerpen, memberi mereka waktu dua minggu untuk angkat kaki.
Dia mengatakan langkah itu dilakukan bersama dengan negara tetangga Belanda, yang kementerian luar negerinya mengatakan telah mengusir 17 diplomat Rusia yang dianggap "secara diam-diam aktif" sebagai perwira intelijen.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Irlandia Simon Coveney mengatakan empat "pejabat senior" dari kedutaan Rusia di Dublin telah diberitahu untuk pergi karena terlibat dalam kegiatan tidak sesuai dengan standar perilaku diplomatik internasional" sebuah kode untuk mata-mata seperti dikutip dari Moscow Times, Rabu (30/3/2022).
Negara-negara Uni Eropa bersiap-siap untuk aksi balasan Rusia dengan memerintahkan diplomat mereka sendiri.
Pengusiran yang diumumkan pada Selasa kemarin itu memicu pukulan Barat yang diarahkan ke Rusia setelah invasi 24 Februari ke Ukraina. Sudah beberapa putaran sanksi yang dijatuhkan terutama oleh UE dan AS telah sangat melemahkan ekonomi Rusia.
Rusia sekarang menganggap semua negara UE, bersama dengan Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Jepang, Inggris, serta Australia, sebagai negara "bermusuhan".
Setelah invasi Rusia, AS pada awal Maret mengusir 12 diplomat Rusia yang berbasis di New York yang dianggap sebagai "operasi intelijen."
Rusia pekan lalu membalas dengan menyerahkan daftar diplomat Amerika yang dinyatakan "persona non grata" kepada AS.
Polandia, negara Uni Eropa yang bertetangga dengan Ukraina, pekan lalu mengusir 45 diplomat Rusia atas tuduhan spionase, mendorong Moskow untuk menuduh Warsawa memulai "eskalasi berbahaya."
Baca Juga
Rusia dibiarkan hampir terisolasi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2 Maret ketika mayoritas besar negara - total 141 negara - memilih untuk mengadopsi resolusi tidak mengikat yang menuntut penghentian perang Moskow di Ukraina.
Hanya lima negara yang memberikan suara menentang resolusi tersebut: Rusia, Suriah, Korea Utara, Belarusia, dan Eritrea. Sedangkan 35 lainnya memilih abstain, termasuk China.
Dua hari kemudian, pada tanggal 4 Maret, Dewan Hak Asasi Manusia PBB memilih untuk memicu penyelidikan atas pelanggaran yang dilakukan dalam perang di Ukraina. Tiga puluh dua dari 47 anggota dewan memberikan suara mendukung, dengan hanya Rusia dan Eritrea yang menolak.
Dua minggu lalu, Rusia mengumumkan akan keluar dari forum internasional lainnya, Dewan Eropa -- tepat sebelum badan pan-Eropa yang berbasis di Strasbourg itu mengatakan akan mengusir Rusia.
(ian)