Republik Luhansk Donbass Ingin Gelar Referendum Gabung Rusia

Senin, 28 Maret 2022 - 20:51 WIB
loading...
A A A
Kalashnikov berpendapat, "Anda tidak perlu repot dengan pertanyaan seperti itu ketika takdir sedang ditentukan di garis depan."

Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan LPR mendeklarasikan kemerdekaan pada 2014 setelah kudeta kekerasan di Kiev.

Kedua wilayah tersebut sebagian besar berbahasa Rusia, dan ketakutan tumbuh pada saat elemen nasionalis dalam pemerintahan Ukraina menganiaya etnis minoritas.

Ukraina mencap dua republik yang memisahkan diri itu sebagai separatis dan meluncurkan “operasi anti-teroris”, mengerahkan militernya untuk mendapatkan kembali kendali, yang mengakibatkan perang berdarah.

Permusuhan bersenjata berakhir pada Februari 2015 dengan penandatanganan kesepakatan di ibukota Belarusia, yang disebut perjanjian damai Minsk II, yang ditengahi Jerman dan Prancis.

Kesepakatan itu menuntut agar militer Ukraina dan separatis menghentikan tembakan dan mengakhiri bentrokan, yang telah mengubah wilayah itu menjadi zona konflik.

Dokumen tersebut juga menyerukan reformasi administrasi dan politik besar di Ukraina serta otonomi dan pemilu lokal untuk republik Donbass.

Namun, implementasi perjanjian itu terhenti, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas kurangnya kemajuan.

Pada pertengahan Februari 2022, DPR dan LPR mulai melaporkan peningkatan penembakan artileri oleh Ukraina.

Konflik itu memaksa republik Donbass untuk meminta pengakuan resmi dari Rusia, seperti yang diklaim oleh pimpinan masing-masing.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1359 seconds (0.1#10.140)