Saksi Mata Ungkap Kekejaman Resimen Azov: Warga yang Kabur Dieksekusi di Depan Massa

Selasa, 15 Maret 2022 - 19:26 WIB
loading...
Saksi Mata Ungkap Kekejaman...
Saksi mata mengungkapkan batalion Azov menembak mati warga yang mencoba kabur dari Mariupol di depan penduduk. Foto/Ilustrasi
A A A
KIEV - Resimen Azov dibentuk pada tahun 2014 sebagai kelompok paramiliter sukarelawan neo-Nazi dan terkenal karena logo rune SS Panzer Division ke-2 bergaya Das Reich. Sejak saat itu mereka telah diintegrasikan ke dalam Garda Nasional Ukraina dan berbasis di Mariupol, pesisir tenggara Ukraina, kota yang saat ini dikepung oleh pasukan Rusia dan Republik Rakyat Donetsk.

Di tengah pengepungan, seorang saksi mata mengungkapkan aksi kekejaman resimen tersebut. Mereka menembak mati seorang penduduk Mariupol dengan darah dingin di depan warga sipil lainnya yang berusaha melarikan diri dari kota itu.

“Kami melihat seorang lelaki tua berjalan ke arah Sartana. Mereka membunuhnya di depan mata kami. Mayat-mayat tergeletak begitu saja…berserakan di sepanjang jalan,” kata wanita yang mengaku bernama Elena tersebut, seorang warga Mariupol, seperti dilansir dari Sputnik, Selasa (15/3/2022).



Saat dia menceritakan kengerian yang terjadi di hari itu, wanita tersebut menggambarkan bagaimana para militan itu melepaskan tembakan ke mobil di mana dia, suaminya dan dua anaknya berusaha meninggalkan kota.

“Mereka mulai menembak dari kedua sisi…Azov…Kami telah menulis di mobil kami bahwa ada 'anak-anak di dalam'…kain putih menempel. Tapi mereka melepaskan tembakan. Suami saya tiarap, membuka pintu dan berteriak: 'Jangan tembak, tolong! Anak-anak telah terluka!'" lanjut Elena.

Wanita itu menggambarkan bagaimana para militan mengeluarkan beberapa senjata besar, dia tidak tahu apa itu, dan mengarahkannya ke mobil.

“Tetapi saya menangkap anak-anak saya dan membawa mereka ke jalan, sambil berteriak, 'Tolong jangan tembak, anak-anak!'” sambung saksi mata atas kejadian yang mengejutkan itu.

Dia menambahkan bahwa para militan memanggil mereka, bertanya ke mana mereka akan pergi, dan kemudian berkata, "Apakah kamu datang ke sini untuk mati? Kami hanya bisa menembakmu dan istrimu serta mengambil anak-anak!"



Saat anak-anak itu terisak, "Jangan tembak!" para militan akhirnya mengarahkan keluarga tersebut ke arah Sartana dan menyuruh mereka untuk lari menyelamatkan diri.

"Dan kami pergi dan berlari," kata wanita yang terguncang itu.

Resimen Azov tanpa pandang bulu telah menargetkan wilayah sipil dan menggunakan penduduk lokal sebagai "perisai manusia" selama mereka mundur.

Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia menuduh resimen Azov menggunakan artileri berat Grad untuk menyerang daerah pemukiman dan sebuah sekolah di pinggiran Mariupol, menewaskan banyak warga sipil.

Kepala Republik Rakyat Lugansk Leonid Pasechnik juga telah menyatakan bahwa mundurnya pasukan nasionalis Ukraina itu menghancurkan segala sesuatu di sepanjang jalan mereka.



“Formasi bersenjata kaum fasis-Ukro, menyadari keputusasaan perlawanan mereka, dalam kebencian impoten mereka menghancurkan segala sesuatu di jalan mereka selama mereka mundur. Mereka menembaki bangunan tempat tinggal, memasang ranjau di area itu, menghancurkan objek infrastruktur sipil. Rezim kriminal ini telah menunjukkan wajah aslinya,” kata Pasechnik kepada media Rusia, Minggu.

Awalnya sekelompok paramiliter sukarelawan neo-Nazi ini dibentuk untuk ambil bagian dalam permusuhan di Donbass. Namun kini Azov telah berkembang menjadi resimen yang memiliki lebih dari 2.500 tentara dan telah diintegrasikan ke dalam Garda Nasional Ukraina.

Kelompok ini secara terbuka memamerkan logo rune yang menggaungkan Wolfsangel, salah satu simbol yang digunakan oleh Divisi Panzer SS ke-2 Das Reich, dan memiliki sejarah kejahatan yang didokumentasikan PBB.

Pada tahun 2016, sebuah laporan oleh Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OCHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa menuduh resimen Azov melanggar hukum humaniter internasional, merinci insiden selama periode dari November 2015-Februari 2016 di mana anggota Azov menyematkan senjata mereka di bekas bangunan sipil. Laporan itu juga menuduh batalion tersebut memperkosa dan menyiksa para tahanan di wilayah Donbass.

Pada 24 Februari, Moskow memulai operasi militer untuk mendemiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina setelah berminggu-minggu peningkatan penembakan, sabotase, dan serangan penembak jitu oleh pasukan Ukraina terhadap republik Donbass, yang penduduknya sebagian besar berbahasa Rusia telah menjadi sasaran penyiksaan, genosida selama delapan tahun.



Didirikan pada musim semi tahun 2014 sebagai tanggapan atas kudeta yang didukung Barat di Kiev, Republik Rakyat Lugansk dan Donetsk (LPR, DPR) menolak untuk menerima penggulingan pemerintah negara yang sah dan penggantiannya oleh kekuatan ultranasionalis dan pro-barat.

Rusia secara resmi mengakui DPR dan LPR menjelang operasi militer khusus, yang dimulai sebagai tanggapan atas permintaan bantuan resmi dari otoritas republik Donbass.

Pemerintah Rusia telah berulang kali menyatakan bahwa tujuan dari operasi saat ini adalah untuk menetralisir kapasitas militer Ukraina dan tidak membahayakan penduduk sipil negara tersebut.
(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1045 seconds (0.1#10.140)