Dewan Eropa: NATO Masuk Konflik Ukraina Berarti Perang Dunia III
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Presiden Dewan Eropa Charles Michel menegaskan Uni Eropa (UE) tidak akan berperang dengan Rusia. Pernyataan itu muncul dalam laporan wawancara dengan El Pais yang dirilis Senin (14/3/2022).
Menurut dia, negara-negara Barat seharusnya tidak terlibat dalam konflik antara Moskow dan Kiev, dengan alasan konfrontasi antara Rusia dan NATO tidak akan berarti apa-apa selain perang dunia nuklir.
“Rusia adalah kekuatan nuklir dan kami sangat menyadari bahwa jika konflik ini berubah menjadi (konflik) antara NATO dan Rusia, kita akan bergulir ke dalam Perang Dunia Ketiga,” papar mantan Perdana Menteri Belgia El Pais pada Sabtu (12/3/2022), setelah KTT Uni Eropa di Versailles, Prancis, pada Jumat.
Michel menganjurkan dialog dan memperingatkan, “Semua konflik itu dramatis, ekstrem, dan seringkali sulit, tetapi kemampuan nuklir Rusia menambahkan dimensi alam yang berbeda yang sama sekali baru ke setiap potensi kebuntuan militer dengan Moskow.”
“Saya menganjurkan pragmatisme,” ujar dia, menambahkan Eropa harus fokus pada isu-isu mendesak yang dihadapi seperti akses kemanusiaan ke daerah-daerah yang terkena dampak aksi militer, status pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina, dan negosiasi damai antara Moskow dan Kiev.
“Kita perlu berbicara dengan siapa pun yang ada di Kremlin hari ini, karena demokrasi harus berbicara dengan negara-negara bahkan jika mereka dianggap tidak demokratis,” papar Michel.
Presiden Komisi Eropa juga mengatakan dia telah “secara teratur” berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin secara pribadi, dan “sejarah hubungan kami” membantu kedua pemimpin memahami sudut pandang satu sama lain, bahkan jika mereka “tidak berbagi”.
Michel percaya, bagaimanapun, bahwa itu bukan kata-kata, tetapi "perubahan dalam keseimbangan kekuatan" yang dapat berkontribusi pada kemajuan dalam negosiasi di masa depan.
Dia menambahkan Eropa tidak boleh meninggalkan peran mediator dalam konflik dan “mengalihdayakan” peran tersebut ke kekuatan luar, baik itu Amerika Serikat (AS) atau China.
Ketika ditanya apakah Rusia harus menghadapi “keadilan internasional” atas apa yang disebut Kiev dan negara-negara Barat sebagai invasi ke Ukraina, Michel mengatakan tidak ada hukum tanpa keadilan internasional.
Namun dia mengatakan “terserah organisasi internasional untuk mengatakan” apakah Moskow harus memberi jawaban untuk apa pun.
Michel juga mengatakan UE berusaha mendukung (Ukraina) sebanyak mungkin tanpa memperparah konflik. Dia menambahkan bahwa Eropa telah "melanggar" tabunya sendiri dengan memberi Ukraina bantuan militer USD1 miliar.
Namun, Eropa tidak dapat memberikan Kiev semua yang diinginkannya, katanya, terutama ketika Ukraina bergabung dengan UE.
“Perluasan (anggota UE) adalah masalah sensitif, di mana tidak semua negara Eropa memiliki pendapat yang sama,” uajr dia, seraya menambahkan bahwa kepentingan negara lain yang telah memasuki jalur keanggotaan, seperti Serbia, Albania, dan Montenegro, harus dipertimbangkan juga.
Michel mencatat bahwa perjanjian asosiasi yang ditandatangani Ukraina dan Uni Eropa pada 2014 “memiliki potensi besar yang diremehkan.”
Komentarnya muncul di tengah aksi militer Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina. Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Ukraina menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Menurut dia, negara-negara Barat seharusnya tidak terlibat dalam konflik antara Moskow dan Kiev, dengan alasan konfrontasi antara Rusia dan NATO tidak akan berarti apa-apa selain perang dunia nuklir.
“Rusia adalah kekuatan nuklir dan kami sangat menyadari bahwa jika konflik ini berubah menjadi (konflik) antara NATO dan Rusia, kita akan bergulir ke dalam Perang Dunia Ketiga,” papar mantan Perdana Menteri Belgia El Pais pada Sabtu (12/3/2022), setelah KTT Uni Eropa di Versailles, Prancis, pada Jumat.
Michel menganjurkan dialog dan memperingatkan, “Semua konflik itu dramatis, ekstrem, dan seringkali sulit, tetapi kemampuan nuklir Rusia menambahkan dimensi alam yang berbeda yang sama sekali baru ke setiap potensi kebuntuan militer dengan Moskow.”
“Saya menganjurkan pragmatisme,” ujar dia, menambahkan Eropa harus fokus pada isu-isu mendesak yang dihadapi seperti akses kemanusiaan ke daerah-daerah yang terkena dampak aksi militer, status pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina, dan negosiasi damai antara Moskow dan Kiev.
“Kita perlu berbicara dengan siapa pun yang ada di Kremlin hari ini, karena demokrasi harus berbicara dengan negara-negara bahkan jika mereka dianggap tidak demokratis,” papar Michel.
Presiden Komisi Eropa juga mengatakan dia telah “secara teratur” berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin secara pribadi, dan “sejarah hubungan kami” membantu kedua pemimpin memahami sudut pandang satu sama lain, bahkan jika mereka “tidak berbagi”.
Michel percaya, bagaimanapun, bahwa itu bukan kata-kata, tetapi "perubahan dalam keseimbangan kekuatan" yang dapat berkontribusi pada kemajuan dalam negosiasi di masa depan.
Dia menambahkan Eropa tidak boleh meninggalkan peran mediator dalam konflik dan “mengalihdayakan” peran tersebut ke kekuatan luar, baik itu Amerika Serikat (AS) atau China.
Ketika ditanya apakah Rusia harus menghadapi “keadilan internasional” atas apa yang disebut Kiev dan negara-negara Barat sebagai invasi ke Ukraina, Michel mengatakan tidak ada hukum tanpa keadilan internasional.
Namun dia mengatakan “terserah organisasi internasional untuk mengatakan” apakah Moskow harus memberi jawaban untuk apa pun.
Michel juga mengatakan UE berusaha mendukung (Ukraina) sebanyak mungkin tanpa memperparah konflik. Dia menambahkan bahwa Eropa telah "melanggar" tabunya sendiri dengan memberi Ukraina bantuan militer USD1 miliar.
Namun, Eropa tidak dapat memberikan Kiev semua yang diinginkannya, katanya, terutama ketika Ukraina bergabung dengan UE.
“Perluasan (anggota UE) adalah masalah sensitif, di mana tidak semua negara Eropa memiliki pendapat yang sama,” uajr dia, seraya menambahkan bahwa kepentingan negara lain yang telah memasuki jalur keanggotaan, seperti Serbia, Albania, dan Montenegro, harus dipertimbangkan juga.
Michel mencatat bahwa perjanjian asosiasi yang ditandatangani Ukraina dan Uni Eropa pada 2014 “memiliki potensi besar yang diremehkan.”
Komentarnya muncul di tengah aksi militer Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina. Moskow menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Ukraina menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, dan pengakuan Rusia atas kemerdekaan republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah di dalam negara Ukraina.
Rusia kini menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)