Picu Polemik di Prancis, Pesepakbola Wanita Dilarang Pakai Hijab Saat Bertanding
loading...
A
A
A
PARIS - Larangan pesepakbola wanita mengenakan jilbab saat bertanding di lapangan hijau membuat suhu politik di Prancis memanas. Permasalahan ini menjadi topik hangat dalam politik Prancis, hanya dua bulan jelang pemilihan presiden.
Sebelumnya, Federasi Sepakbola Prancis melarang para pemain yang bertanding menggunakan simbol keagamaan yang mencolok, satu di antaranya jilbab. Hal ini mengundang badai protes dari pemain Muslim.
Kelompok aktivis pesepakbola wanita yang memperjuangkan hak untuk menggunakan jilbab dalam kompetisi, 'The Hijabeuses' sudah menyatakan rencana mereka menggelar aksi protes. Namun, polisi melarang aksi itu dilakukan.
Meski demikian, 'The Hijabeuses' tetap melakukan aksi protes pada Rabu (9/2/2022) sore waktu setempat. Mereka berkumpul di lapangan rumput Esplanade des Invalides di Paris dengan membawa plakat yang dicat dengan slogan "Football for all" dan "Let us play".
Saat aksi itu berlangsung, pengadilan administratif di Paris telah membatalkan larangan yang dikeluarkan pihak kepolisian. Setelah mengetahui larangan itu dibatalkan, 'The Hijabeuses' lantas mendatangi lokasi di mana rencana awal mereka melakukan protes.
Lokasinya penting, yakni hanya beberapa meter dari Majelis Nasional Prancis. Saat itu, para anggota parlemen tengah berdebat panas soal amandemen yang akan melarang pakaian atau simbol keagamaan dalam kegiatan olahraga.
Ini adalah topik yang sudah memicu perdebatan sengit di dua kubu parlemen Prancis. Amandemen ini awalnya diperkenalkan partai sayap kanan, Les Republicains, dan diadopsi senat majelis tinggi pada 19 Januari 2022.
Anggota Parlemen dari Les Republicains, Ric Ciotti, mengecam pemerintah yang dinilainya terlalu lembut dalam menghadapi Islamisme yang merayap di masyarakat Prancis. "Islamisme menyebar di musala, masjid, rumah dan sekarang di klub olahraga," tuturnya, seperti dikutip France24.
Sementara anggota Parlemen dari Partai Sosialis, Regis Juanico menyebut, olahraga adalah kendaraan untuk integrasi, persaudaraan, dan bukan kebencian atau perpecahan. Sedangkan Politisi Partai Komunis, Marie-George Buffet mengingatkan Majelis bahwa sekularisme dan netralitas adalah jantung dari budaya olahraga Prancis.
Dukungan dalam menentang amandemen itu juga disampaikan Menteri Kesetaraan Gender Prancis, Lisabeth Moreno. Berbicara kepada Stasiun Radio LCI, dia mengatakan, secara hukum para pesepakbola wanita bisa menggunakan jilbab dalam pertandingan. "Di lapangan sepakbola hari ini, jilbab tidak dilarang. Saya ingin hukum dihormati," tuturnya.
Sebelumnya, Federasi Sepakbola Prancis melarang para pemain yang bertanding menggunakan simbol keagamaan yang mencolok, satu di antaranya jilbab. Hal ini mengundang badai protes dari pemain Muslim.
Kelompok aktivis pesepakbola wanita yang memperjuangkan hak untuk menggunakan jilbab dalam kompetisi, 'The Hijabeuses' sudah menyatakan rencana mereka menggelar aksi protes. Namun, polisi melarang aksi itu dilakukan.
Meski demikian, 'The Hijabeuses' tetap melakukan aksi protes pada Rabu (9/2/2022) sore waktu setempat. Mereka berkumpul di lapangan rumput Esplanade des Invalides di Paris dengan membawa plakat yang dicat dengan slogan "Football for all" dan "Let us play".
Saat aksi itu berlangsung, pengadilan administratif di Paris telah membatalkan larangan yang dikeluarkan pihak kepolisian. Setelah mengetahui larangan itu dibatalkan, 'The Hijabeuses' lantas mendatangi lokasi di mana rencana awal mereka melakukan protes.
Lokasinya penting, yakni hanya beberapa meter dari Majelis Nasional Prancis. Saat itu, para anggota parlemen tengah berdebat panas soal amandemen yang akan melarang pakaian atau simbol keagamaan dalam kegiatan olahraga.
Ini adalah topik yang sudah memicu perdebatan sengit di dua kubu parlemen Prancis. Amandemen ini awalnya diperkenalkan partai sayap kanan, Les Republicains, dan diadopsi senat majelis tinggi pada 19 Januari 2022.
Anggota Parlemen dari Les Republicains, Ric Ciotti, mengecam pemerintah yang dinilainya terlalu lembut dalam menghadapi Islamisme yang merayap di masyarakat Prancis. "Islamisme menyebar di musala, masjid, rumah dan sekarang di klub olahraga," tuturnya, seperti dikutip France24.
Sementara anggota Parlemen dari Partai Sosialis, Regis Juanico menyebut, olahraga adalah kendaraan untuk integrasi, persaudaraan, dan bukan kebencian atau perpecahan. Sedangkan Politisi Partai Komunis, Marie-George Buffet mengingatkan Majelis bahwa sekularisme dan netralitas adalah jantung dari budaya olahraga Prancis.
Dukungan dalam menentang amandemen itu juga disampaikan Menteri Kesetaraan Gender Prancis, Lisabeth Moreno. Berbicara kepada Stasiun Radio LCI, dia mengatakan, secara hukum para pesepakbola wanita bisa menggunakan jilbab dalam pertandingan. "Di lapangan sepakbola hari ini, jilbab tidak dilarang. Saya ingin hukum dihormati," tuturnya.
(esn)