AS Pertanyakan Penempatan Pasukan Rusia di Kazakhstan

Sabtu, 08 Januari 2022 - 18:23 WIB
loading...
AS Pertanyakan Penempatan Pasukan Rusia di Kazakhstan
AS pertanyakan penempatan pasukan Rusia di Kazakhstan. Foto/The Conversation
A A A
WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mempertanyakan keputusan Kazakhstan untuk meminta bantuan militer Rusia untuk menangani gelombang kerusuhan dengan kekerasan yang sedang berlangsung.

Puluhan orang tewas dalam aksi protes yang dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar, tetapi Blinken mengatakan AS percaya bahwa pemerintah Kazakhstan dapat menangani protes itu sendiri.

Dia mengatakan bahwa tidak jelas mengapa pengerahan pasukan Rusia itu terjadi.



"Satu pelajaran dari sejarah baru-baru ini adalah bahwa begitu orang Rusia berada di rumah Anda, terkadang sangat sulit untuk membuat mereka pergi," Blinken memperingatkan pada briefing Departemen Luar Negeri AS.

"Tampaknya bagi saya bahwa otoritas dan pemerintah Kazakh pasti memiliki kapasitas untuk menangani protes dengan tepat untuk melakukannya dengan cara yang menghormati hak-hak pengunjuk rasa sambil menjaga hukum dan ketertiban," kata Blinken.

"Jadi tidak jelas mengapa mereka merasa perlu bantuan dari luar. Jadi kami mencoba mempelajari lebih lanjut tentang itu," ia menambahkan seperti dikutip dari BBC, Sabtu (8/1/2022).

Sementara itu, AS telah mengizinkan beberapa staf yang tidak penting dari konsulatnya di Almaty untuk meninggalkan negara itu di tengah masalah keamanan atas aksi protes yang sedang berlangsung.

Gelombang pertama dari sekitar 2.500 tentara pimpinan Rusia telah tiba di Kazakhstan. Beberapa unit penerjun payung Rusia bahkan telah tiba di negara itu, dan pada hari Jumat membantu pasukan Kazakh dalam merebut kembali bandara dari pengunjuk rasa.



Para pejabat di Moskow telah menekankan bahwa pengerahan pasukannya di bawah Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), aliansi militer Eurasia dari lima bekas republik Soviet dan Rusia, bersifat sementara.

Presiden Kassym-Jomart Tokayev mengajukan permintaan bantuan setelah pengunjuk rasa menyerbu kantor Wali Kota di kota terbesar Kazakhstan, Almaty, dan menyerbu bandara kota.

Pasukan Kazakhstan juga telah mengambil tindakan tegas untuk mendapatkan kembali kendali di Almaty. Pada hari Kamis, media lokal menerbitkan video yang menunjukkan pasukan pemerintah menembaki pengunjuk rasa.



Kementerian Dalam Negeri Kazakhstan mengatakan 26 "penjahat bersenjata" dan 18 petugas keamanan telah tewas sejauh ini dalam bentrokan. Presiden Tokayev menyalahkan apa yang disebutnya "teroris" asing atas kerusuhan tersebut.

Protes massal pecah pada hari Minggu ketika biaya bahan bakar gas cair (LPG) - yang digunakan banyak orang di Kazakhstan untuk bahan bakar mobil mereka - naik berlipat ganda.

Pemerintah sejak itu mengatakan bahwa harga BBM akan dikembalikan selama enam bulan. Namun pengumuman itu gagal mengakhiri aksi protes, yang meluas hingga menyebar ke permasalahan politik lainnya.

Tidak ada oposisi politik yang efektif di Kazakhstan dan sebagian besar pemilu dimenangkan oleh partai yang berkuasa dengan hampir 100% suara. Presiden negara itu sebelumnya, Nursultan Nazarbayev, memerintah negara tersebut selama 29 tahun dan mempertahankan kekuasaan yang signifikan sejak meninggalkan jabatannya.

Tokayev sekarang telah mencopotnya sebagai kepala dewan keamanan negara itu.



Juga diumumkan pada hari Sabtu bahwa seorang mantan perdana menteri dan kepala keamanan, Karim Massimov, telah ditangkap pada hari Kamis karena dicurigai melakukan makar, bersama dengan pejabat lainnya.

Tidak ada rincian lebih lanjut dari penangkapan tersebut yang diberikan.
(esn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1316 seconds (0.1#10.140)