Pentagon Diingatkan Jangan Berperang dengan China Hanya Pakai Pisau

Minggu, 12 Desember 2021 - 00:05 WIB
loading...
A A A
Dia menunjuk rekaman yang dirilis tahun lalu dari uji coba senjata drone bunuh diri baru milik Tentara Pembebasan Rakyat China yang menyerupai sistem roket peluncuran ganda (MLRS).

Kontributor Forbes mencatat riset dan pengembangan (R&D) AS yang ada dalam teknologi anti-drone, seperti pencegat yang dikembangkan perusahaan aeronautika Aurora Flight Sciences yang berbasis di Virginia, sistem pertahanan mendalam kontra-drone seluler yang dikenal sebagai OTM V4 yang dibuat ELTA, perusahaan pertahanan Israel, serta kit intersepsi kinetik anti-UAV yang dikirim ke Departemen Pertahanan yang dikenal sebagai 'Skylord Griffon' oleh XTEND, perusahaan Israel lainnya, tidak cukup untuk melawan kemampuan yang diciptakan China.

“Keunggulan China pada senjata hipersonik adalah masalah lain. Angkatan Darat AS sangat perlu menciptakan sistem pertahanan udara untuk melawan senjata semacam itu,” ungkap dia.

Salah satu kemampuan tersebut diharapkan datang dalam bentuk sistem Sensor Ruang Pelacakan Hipersonik dan Balistik Northrop Grumman, generasi baru satelit yang mengorbit rendah untuk mendeteksi dan memantau peluncuran rudal hipersonik.

Sistem itu diharapkan mencapai kemampuan operasional penuh pada 2026, tanpa penundaan.

China secara resmi bergabung dengan klub senjata hipersonik pada 2019, ketika PLA menerima kendaraan luncur hipersonik konvensional dan berkemampuan nuklir DF-ZF ke dalam militer.

Amerika Serikat memiliki setidaknya tujuh sistem senjata hipersonik dalam pengerjaan, tetapi hanya satu yakni Badan Glide Hipersonik Umum Angkatan Laut, yang mendekati status operasional.

Pada Oktober, Angkatan Darat AS mengumumkan bahwa mereka akan menerima pengiriman sistem CHGB pertamanya, tanpa rudal, yang diharapkan akan dikirimkan hanya pada tahun fiskal 2023.

Ada area lain di mana militer AS menghadapi risiko, Mittal percaya, menunjuk pada kelemahan dalam jaringan komunikasi militer AS, dengan doktrin Operasi Multi-Domain AS saat ini yang membutuhkan komunikasi yang aman untuk menyinkronkan tindakan antar unit untuk melipatgandakan kemampuan ofensif dan defensif mereka.

“Sayangnya, China memiliki kemampuan perang siber dan elektronik yang signifikan yang dapat menurunkan, mengganggu, atau menolak komunikasi militer AS. Selain itu, bahkan tanpa serangan permusuhan, jaringan komunikasi militer AS tidak dapat diandalkan, agak terputus-putus, dan membutuhkan modernisasi,” keluh pengamat itu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1871 seconds (0.1#10.140)