China Dituduh Sembunyikan Rudal Rahasia di Kontainer untuk Serangan Kejutan

Selasa, 07 Desember 2021 - 08:20 WIB
loading...
China Dituduh Sembunyikan Rudal Rahasia di Kontainer untuk Serangan Kejutan
Sistem rudal Club K yang dikembangkan Rusia dapat disimpan dalam kontainer. Foto/East Pendulum.
A A A
BEIJING - Menempatkan sistem rudal dalam kontainer bukanlah konsep militer baru karena sejumlah negara telah terlibat dalam praktik ini selama bertahun-tahun. Sistem seperti itu memungkinkan pengiriman yang cepat dan rahasia, karena dapat dipasang di kapal atau lokasi pantai.

Kemampuan ini memungkinkan suatu negara dapat dengan cepat meningkatkan pembangunan militernya di mana pun diperlukan.

“China secara diam-diam terus mengembangkan sistem rudal kontainer, yang dapat disamarkan sebagai kargo komersial yang dapat dengan mudah mendapatkan akses ke hampir semua pelabuhan internasional,” ungkap Rick Fisher, pengamat senior urusan militer Asia di Pusat Penilaian dan Strategi Internasional, dalam wawancara dengan The Sun pada Senin (6/12/2021).



Rudal-rudal itu, yang dikirim berdasarkan prinsip Kuda Troya, dapat digunakan di kapal mana pun, mengubah banyak kapal swasta China menjadi armada militer.



Fisher berpendapat, “Preferensi strategis China untuk kejutan akan sangat mendukung akuisisi rudal semacam itu.”



“Mereka dapat dipasang di kapal-kapal kecil China yang tidak mencolok untuk melakukan serangan rudal kejutan terhadap pertahanan pantai untuk membantu pasukan invasi amfibi atau udara,” papar dia, dilansir Sputnik pada Selasa (7/12/2021).

Dia menambahkan, “Kontainer-kontainer itu dapat disimpan selama berabad-abad di gudang dekat pangkalan militer AS dan menawarkan kepemimpinan China beragam pilihan.”

Menurut pengamat, rudal dengan hulu ledak elektromagnetik (EMP) dapat menonaktifkan pangkalan kapal selam rudal balistik nuklir terdekat.

“Ledakan EMP mungkin menghancurkan elektronik di (kapal selam) dan di seluruh pangkalan tanpa harus meluncurkan rudal nuklir dari China,” ujar dia.

Dia memperingatkan, “Washington akan berada dalam kekacauan, tidak akan tahu siapa yang harus dibalas, dan mungkin China menggunakan gangguan di Amerika untuk memulai tujuan sebenarnya, penaklukan militer Taiwan."

Teknologi baru di bidang elektronik, berupa mesin berukuran kecil, bahan bakar roket, dan bahan peledak telah memfasilitasi pengembangan rudal jelajah berukuran kecil.

Rudal semacam ini pertama kali ditempatkan di kontainer angkatan laut satu dekade lalu oleh sejumlah negara, termasuk Rusia, AS, dan Inggris.

Pada 2016, China dikatakan telah menciptakan kompleks rudal pertamanya yang dapat disamarkan sebagai kontainer kargo biasa.

Pada 2019, Beijing dilaporkan berhasil memasukkan rudal jelajah jarak jauh ke dalam satu kontainer, yang dapat menyamar sebagai kargo komersial.

Sistem ini dikatakan sangat berbahaya karena mereka dapat tiba di pelabuhan dengan kapal-kapal dagang, serta tidak dapat dibedakan dari kargo lainnya.

Satu laporan baru-baru ini dari Stockton Center mengklaim, “Rudal yang disamarkan sebagai kargo komersial sebenarnya dapat melanggar hukum internasional tentang konflik bersenjata, karena membahayakan pelaut sipil dan menempatkan semua kapal sipil dalam risiko yang mungkin beroperasi di area permusuhan.”

Komentar Fisher muncul di tengah laporan China bertekad memperkuat posisinya di Atlantik dan benua Afrika, setelah sebelumnya membangun pangkalan luar negeri di Djibouti.

Menurut The Wall Street Journal, badan intelijen Amerika Serikat prihatin dengan niat China membangun pangkalan angkatan laut pertamanya di pantai Atlantik Afrika, di kota Bata, Guinea Eguatorial, di mana negara itu sudah memiliki pelabuhan komersial.

Pangkalan ini dilaporkan akan memungkinkan Beijing mengisi kembali stok persenjataan di negara itu.

Pada November, laporan Pentagon tentang kemampuan militer China yang menyebut Beijing berencana mendirikan pangkalan militer dan fasilitas lainnya untuk menyebarkan pasukannya ke negara lain, termasuk di Kamboja, Myanmar, Thailand, Singapura, Indonesia, Pakistan, Sri Lanka, Uni Emirat Arab (UEA), Kenya, Seychelles, Tanzania, Angola, dan Tajikistan.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1989 seconds (0.1#10.140)