Korut: Pengembangan Senjata Baru adalah Pilihan Tak Terhindarkan
loading...
A
A
A
SEOUL - Kementerian luar negeri Korea Utara (Korut) menyatakan, pengembangan senjata baru adalah pilihan tak terhindarkan untuk mencegah perang dan melindungi rakyatnya. Kementerian itu juga menuduh Amerika Serikat (AS) memiliki standar ganda dalam pertahanan diri melawan Pyongyang.
“Penguatan kemampuan pertahanan diri kami adalah pilihan yang tak terhindarkan untuk mencegah perang dan melindungi kedaulatan, martabat, dan hak rakyat negara kami untuk bertahan hidup dan berkembang,” kata kementerian itu dalam sebuah catatan yang diposting di situs webnya, seperti dikutip dari Yonhap, Jumat (4/11/2021).
Dalam dua bulan terakhir, Korut melakukan serangkaian peluncuran rudal. Termasuk uji coba rudal balistik kapal selam (SLBM) pada bulan Oktober. kementerian itu mengatakan, AS dan negara-negara Barat lainnya mengkritik perkembangan militer Korut, namun tetap diam atas tindakan serupa yang dilakukan Korea Selatan.
"Ini adalah penilaian yang akurat atas tindakan tidak adil dari standar ganda AS dan negara-negara Barat yang secara membabi buta mempermasalahkan langkah-langkah kami untuk memperkuat kemampuan pertahanan nasional," katanya.
Sementara itu, Kepala Staf Gabungan militer AS, Jenderal Mark Milley mengatakan bahwa konflik yang tidak disengaja dengan Korut tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Ia juga menolak kemungkinan sesuatu yang tidak disengaja terjadi di Korut atau militernya dalam waktu dekat.
"Saya akan mengatakan bahwa pemerintah Korut pada saat ini tampaknya stabil dan mereka memiliki kontrol yang baik atas militer mereka dan sistem mereka dan semua persenjataan mereka," kata perwira tinggi militer AS itu dalam sebuah forum yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir Aspen Institute di Washington.
"Jadi saya tidak berpikir, Anda akan melihat sesuatu yang tidak disengaja terjadi dari mereka. Itu bisa, tetapi saya tidak berpikir itu sangat mungkin. Mereka memiliki kontrol yang sangat-sangat ketat atas sistem mereka," tambahnya.
Milley mencatat hal-hal buruk bisa terjadi dengan cepat di Semenanjung Korea dengan 70 persen militer Korut dikerahkan "dalam jarak bermil-mil" dari perbatasan antar-Korea, yang disebut Zona Demiliterisasi (DMZ).
“Penguatan kemampuan pertahanan diri kami adalah pilihan yang tak terhindarkan untuk mencegah perang dan melindungi kedaulatan, martabat, dan hak rakyat negara kami untuk bertahan hidup dan berkembang,” kata kementerian itu dalam sebuah catatan yang diposting di situs webnya, seperti dikutip dari Yonhap, Jumat (4/11/2021).
Dalam dua bulan terakhir, Korut melakukan serangkaian peluncuran rudal. Termasuk uji coba rudal balistik kapal selam (SLBM) pada bulan Oktober. kementerian itu mengatakan, AS dan negara-negara Barat lainnya mengkritik perkembangan militer Korut, namun tetap diam atas tindakan serupa yang dilakukan Korea Selatan.
"Ini adalah penilaian yang akurat atas tindakan tidak adil dari standar ganda AS dan negara-negara Barat yang secara membabi buta mempermasalahkan langkah-langkah kami untuk memperkuat kemampuan pertahanan nasional," katanya.
Sementara itu, Kepala Staf Gabungan militer AS, Jenderal Mark Milley mengatakan bahwa konflik yang tidak disengaja dengan Korut tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Ia juga menolak kemungkinan sesuatu yang tidak disengaja terjadi di Korut atau militernya dalam waktu dekat.
"Saya akan mengatakan bahwa pemerintah Korut pada saat ini tampaknya stabil dan mereka memiliki kontrol yang baik atas militer mereka dan sistem mereka dan semua persenjataan mereka," kata perwira tinggi militer AS itu dalam sebuah forum yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir Aspen Institute di Washington.
"Jadi saya tidak berpikir, Anda akan melihat sesuatu yang tidak disengaja terjadi dari mereka. Itu bisa, tetapi saya tidak berpikir itu sangat mungkin. Mereka memiliki kontrol yang sangat-sangat ketat atas sistem mereka," tambahnya.
Milley mencatat hal-hal buruk bisa terjadi dengan cepat di Semenanjung Korea dengan 70 persen militer Korut dikerahkan "dalam jarak bermil-mil" dari perbatasan antar-Korea, yang disebut Zona Demiliterisasi (DMZ).