Pengantin ISIS Jerman Dituduh Bunuh Gadis Yazidi yang Dijadikan Budak Seks
loading...
A
A
A
BERLIN - Seorang wanita Jerman yang menjadi pengantin ISIS di Irak diadili di pengadilan Munich atas tuduhan membunuh gadis Yazidi berusia lima tahun yang dijadikan budak seks. Anggota kelompok teroris itu sedang menjalani sidang vonis pada Senin (25/10/2021).
Dia dituduh melakukan kejahatan perang karena membiarkan seorang gadis Yazidi mati kehausan di bawah sinar matahari.
Jennifer Wenisch (30) menghadapi hukuman penjara maksimal seumur hidup jika terbukti bersalah melakukan pembunuhan dan kejahatan perang.
Dia juga telah didakwa atas tuduhan menjadi anggota organisasi teroris dan tuduhan melakukan pelanggaran Undang-Undang Kontrol Senjata Perang Jerman.
Jaksa Jerman menuduh Wenisch dan suaminya, anggota ISIS, "membeli" seorang wanita dan anak perempuan Yazidi sebagai budak. Kedua orang yang "dibeli" itu ditawan telah di Mosul, Irak, pada tahun 2015.
"Setelah gadis itu jatuh sakit dan membasahi kasurnya, suami dari terdakwa merantainya di luar sebagai hukuman dan membiarkan anak (perempuan) itu mati kehausan dalam panas yang menyengat," bunyi dakwaan jaksa, seperti dikutip AFP.
"Terdakwa membiarkan suaminya melakukannya dan tidak melakukan apa pun untuk menyelamatkan gadis itu."
Suami Wenisch, Taha al-Jumailly, juga menghadapi persidangan dalam proses terpisah di Frankfurt, di mana vonis akan dijatuhkan pada akhir November 2021.
Diidentifikasi hanya dengan nama depannya Nora, ibu gadis Yazidi telah berulang kali bersaksi di Munich dan Frankfurt tentang siksaan yang diduga menimpa anaknya.
Tetapi pengacara terdakwa mengeklaim bahwa kesaksian ibu itu tidak dapat dipercaya dan mengatakan tidak ada bukti bahwa gadis itu, yang dibawa ke rumah sakit setelah insiden itu, benar-benar meninggal.
Pengacara Wenisch ingin kliennya hanya menerima hukuman percobaan dua tahun karena mendukung organisasi teroris.
Ketika ditanya selama persidangan tentang kegagalannya menyelamatkan gadis itu, Wenisch mengatakan dia takut bahwa suaminya akan mendorongnya atau menguncinya.
Pada penutupan sidang, menurut harian Sueddeutsche Zeitung, dia mengklaim dirinya dijadikan contoh untuk semua yang telah terjadi di bawah rezim ISIS.
Menurut laporan media lain, Wenisch masuk Islam pada 2013 dan melakukan perjalanan pada tahun berikutnya melalui Turki dan Suriah ke Irak di mana dia bergabung dengan ISIS.
Direkrut pada pertengahan 2015 untuk polisi moral ISIS, dia berpatroli di taman kota di Fallujah dan Mosul yang diduduki ISIS.
Berbekal senapan serbu AK-47, pistol, dan rompi bahan peledak, tugasnya adalah memastikan aturan ketat ISIS tentang aturan berpakaian, perilaku publik, dan larangan alkohol dan tembakau.
Pada Januari 2016, dia mengunjungi kedutaan Jerman di Ankara untuk mengajukan surat identitas baru. Ketika dia meninggalkan kantor misi diplomatik itu, dia ditangkap dan diekstradisi beberapa hari kemudian ke Jerman.
Dia dituduh melakukan kejahatan perang karena membiarkan seorang gadis Yazidi mati kehausan di bawah sinar matahari.
Jennifer Wenisch (30) menghadapi hukuman penjara maksimal seumur hidup jika terbukti bersalah melakukan pembunuhan dan kejahatan perang.
Dia juga telah didakwa atas tuduhan menjadi anggota organisasi teroris dan tuduhan melakukan pelanggaran Undang-Undang Kontrol Senjata Perang Jerman.
Jaksa Jerman menuduh Wenisch dan suaminya, anggota ISIS, "membeli" seorang wanita dan anak perempuan Yazidi sebagai budak. Kedua orang yang "dibeli" itu ditawan telah di Mosul, Irak, pada tahun 2015.
"Setelah gadis itu jatuh sakit dan membasahi kasurnya, suami dari terdakwa merantainya di luar sebagai hukuman dan membiarkan anak (perempuan) itu mati kehausan dalam panas yang menyengat," bunyi dakwaan jaksa, seperti dikutip AFP.
"Terdakwa membiarkan suaminya melakukannya dan tidak melakukan apa pun untuk menyelamatkan gadis itu."
Suami Wenisch, Taha al-Jumailly, juga menghadapi persidangan dalam proses terpisah di Frankfurt, di mana vonis akan dijatuhkan pada akhir November 2021.
Diidentifikasi hanya dengan nama depannya Nora, ibu gadis Yazidi telah berulang kali bersaksi di Munich dan Frankfurt tentang siksaan yang diduga menimpa anaknya.
Tetapi pengacara terdakwa mengeklaim bahwa kesaksian ibu itu tidak dapat dipercaya dan mengatakan tidak ada bukti bahwa gadis itu, yang dibawa ke rumah sakit setelah insiden itu, benar-benar meninggal.
Pengacara Wenisch ingin kliennya hanya menerima hukuman percobaan dua tahun karena mendukung organisasi teroris.
Ketika ditanya selama persidangan tentang kegagalannya menyelamatkan gadis itu, Wenisch mengatakan dia takut bahwa suaminya akan mendorongnya atau menguncinya.
Pada penutupan sidang, menurut harian Sueddeutsche Zeitung, dia mengklaim dirinya dijadikan contoh untuk semua yang telah terjadi di bawah rezim ISIS.
Menurut laporan media lain, Wenisch masuk Islam pada 2013 dan melakukan perjalanan pada tahun berikutnya melalui Turki dan Suriah ke Irak di mana dia bergabung dengan ISIS.
Direkrut pada pertengahan 2015 untuk polisi moral ISIS, dia berpatroli di taman kota di Fallujah dan Mosul yang diduduki ISIS.
Berbekal senapan serbu AK-47, pistol, dan rompi bahan peledak, tugasnya adalah memastikan aturan ketat ISIS tentang aturan berpakaian, perilaku publik, dan larangan alkohol dan tembakau.
Pada Januari 2016, dia mengunjungi kedutaan Jerman di Ankara untuk mengajukan surat identitas baru. Ketika dia meninggalkan kantor misi diplomatik itu, dia ditangkap dan diekstradisi beberapa hari kemudian ke Jerman.
(min)