Terungkap, Trump Ingin Kirim Pasukan AS ke Meksiko untuk Buru Kartel Narkoba
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berulang kali mendesak para penasihatnya untuk mengirim pasukan ke Meksiko untuk memburu kartel narkoba . Namun usulan itu ditolak mentah-mentah oleh para pembantunya.
Hal itu terungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan The New York Times.
Trump diketahui bereaksi sangat keras di media sosial setelah sembilan orang Amerika dibunuh oleh anggota kartel Meksiko. Para korban terdiri dari tiga wanita dan enam anak-anak. Trump secara terbuka menyerukan tanggapan yang kuat.
"Jika Meksiko membutuhkan atau meminta bantuan dalam membersihkan monster-monster ini, Amerika Serikat siap, bersedia & mampu untuk terlibat dan melakukan pekerjaan dengan cepat dan efektif. Presiden baru Meksiko yang hebat telah menjadikan ini masalah besar, tetapi kartel telah menjadi begitu besar dan kuat sehingga terkadang Anda membutuhkan pasukan untuk mengalahkan pasukan!" tweet Trump saat itu.
"Inilah waktunya bagi Meksiko, dengan bantuan Amerika Serikat, untuk mengobarkan PERANG terhadap kartel narkoba dan menghapus mereka dari muka bumi. Kami hanya menunggu panggilan dari presiden baru Anda yang hebat!" ia menambahkan.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menanggapi dengan mengatakan: "Kami menghargai dan berterima kasih banyak kepada Presiden Trump dan pemerintah asing mana pun yang ingin membantu, tetapi dalam kasus ini kami harus bertindak dengan independensi."
Di balik layar, Trump berulang kali bertanya kepada pembantu keamanan nasional utamanya tentang kemungkinan mengirim pasukan AS ke Meksiko untuk memburu kartel narkoba.
"Di Gedung Putih, ada kekhawatiran bahwa Trump sedang mempertimbangkan tindakan sepihak, mengerahkan pasukan ke negara itu tanpa diundang," The New York Times melaporkan, mengutip mantan pejabat yang hadir dalam diskusi tersebut yang dinukil Business Insider, Rabu (20/10/2021).
Seperti yang dilaporkan The New York Times, AS dan Meksiko memiliki sejarah kerja sama dalam memerangi kartel, seringkali melalui operasi penegakan hukum bersama. Namun apa yang diusulkan Trump lebih mirip operasi militer AS melawan teroris di berbagai negara di dunia, seperti serangan AS ke Pakistan untuk menangkap Osama bin Laden.
Pembantu senior Trump dilaporkan menyarankan bahwa setiap penggunaan kekuatan sepihak tanpa izin dari pemerintah Meksiko dapat dianggap oleh negara lain sebagai tindakan perang, invasi AS terhadap sekutu dekat dan mitra dagang utama. Nasihat mereka membuat Trump terdiam, dan rencana itu tidak pernah terwujud.
"Ketertarikan Trump untuk mengirim pasukan AS ke Meksiko muncul pada saat yang sama ketika arsitek rencana imigrasi pemerintah, Stephen Miller, mendorong Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk mengirim seperempat juta tentara ke perbatasan selatan," The New York Times melaporkan.
Menteri pertahanan Trump, Mark Esper, menutup semua pertimbangan rencana pengerahan 250.000 tentara ke perbatasan, yang tidak pernah secara resmi diajukan kepada Trump untuk disetujui tetapi dibahas dalam pertemuan imigrasi Gedung Putih, setelah konfrontasi singkat dengan Miller.
Hal itu terungkap dalam laporan terbaru yang diterbitkan The New York Times.
Trump diketahui bereaksi sangat keras di media sosial setelah sembilan orang Amerika dibunuh oleh anggota kartel Meksiko. Para korban terdiri dari tiga wanita dan enam anak-anak. Trump secara terbuka menyerukan tanggapan yang kuat.
"Jika Meksiko membutuhkan atau meminta bantuan dalam membersihkan monster-monster ini, Amerika Serikat siap, bersedia & mampu untuk terlibat dan melakukan pekerjaan dengan cepat dan efektif. Presiden baru Meksiko yang hebat telah menjadikan ini masalah besar, tetapi kartel telah menjadi begitu besar dan kuat sehingga terkadang Anda membutuhkan pasukan untuk mengalahkan pasukan!" tweet Trump saat itu.
"Inilah waktunya bagi Meksiko, dengan bantuan Amerika Serikat, untuk mengobarkan PERANG terhadap kartel narkoba dan menghapus mereka dari muka bumi. Kami hanya menunggu panggilan dari presiden baru Anda yang hebat!" ia menambahkan.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menanggapi dengan mengatakan: "Kami menghargai dan berterima kasih banyak kepada Presiden Trump dan pemerintah asing mana pun yang ingin membantu, tetapi dalam kasus ini kami harus bertindak dengan independensi."
Di balik layar, Trump berulang kali bertanya kepada pembantu keamanan nasional utamanya tentang kemungkinan mengirim pasukan AS ke Meksiko untuk memburu kartel narkoba.
"Di Gedung Putih, ada kekhawatiran bahwa Trump sedang mempertimbangkan tindakan sepihak, mengerahkan pasukan ke negara itu tanpa diundang," The New York Times melaporkan, mengutip mantan pejabat yang hadir dalam diskusi tersebut yang dinukil Business Insider, Rabu (20/10/2021).
Seperti yang dilaporkan The New York Times, AS dan Meksiko memiliki sejarah kerja sama dalam memerangi kartel, seringkali melalui operasi penegakan hukum bersama. Namun apa yang diusulkan Trump lebih mirip operasi militer AS melawan teroris di berbagai negara di dunia, seperti serangan AS ke Pakistan untuk menangkap Osama bin Laden.
Pembantu senior Trump dilaporkan menyarankan bahwa setiap penggunaan kekuatan sepihak tanpa izin dari pemerintah Meksiko dapat dianggap oleh negara lain sebagai tindakan perang, invasi AS terhadap sekutu dekat dan mitra dagang utama. Nasihat mereka membuat Trump terdiam, dan rencana itu tidak pernah terwujud.
"Ketertarikan Trump untuk mengirim pasukan AS ke Meksiko muncul pada saat yang sama ketika arsitek rencana imigrasi pemerintah, Stephen Miller, mendorong Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk mengirim seperempat juta tentara ke perbatasan selatan," The New York Times melaporkan.
Menteri pertahanan Trump, Mark Esper, menutup semua pertimbangan rencana pengerahan 250.000 tentara ke perbatasan, yang tidak pernah secara resmi diajukan kepada Trump untuk disetujui tetapi dibahas dalam pertemuan imigrasi Gedung Putih, setelah konfrontasi singkat dengan Miller.
(ian)