Bos Intelijen Taiwan Tampik Perang dengan China Pecah Tiga Tahun Lagi

Kamis, 21 Oktober 2021 - 00:33 WIB
loading...
Bos Intelijen Taiwan Tampik Perang dengan China Pecah Tiga Tahun Lagi
Unit artileri militer Taiwan melakukan latihan tembak. Foto/Taiwannews
A A A
TAIPEI - Kepala intelijen Taiwan mengatakan Taipei dan Beijing tidak akan terlibat dalam pertikaian bersenjata dalam tiga tahun ke depan. Ia mengatakan hal itu kepada anggota parlemen ketika menghadapi pertanyaan tentang kemungkinan perang dalam waktu dekat.

Direktur Biro Keamanan Nasional Taiwan, Chen Ming-tong mengatakan, China tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan terhadap pulau itu sejak didirikan pada tahun 1949, tetapi kemungkinan konflik di Selat Taiwan tetap sangat rendah.

"Jika tidak ada acara kontingen, tidak akan terjadi apa-apa," kata Chen.

"Menurut pandangan saya, tidak akan terjadi apa-apa selama sisa masa jabatan Presiden Tsai Ing-wen," imbuhnya seperti dikutip dari Newsweek,Kamis (21/10/2021).



Mantan menteri Dewan Urusan Daratan Taiwan yang berusia 66 tahun itu diangkat sebagai kepala intelijen dalam perombakan kabinet pada Februari lalu. Dia menggantikan Chiu Kuo-cheng, kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan Taiwan. Chiu Kuo-cheng sendiri menggambarkan hubungan lintas selat sebagai yang "paling parah" yang pernah dia alami dalam empat dekade di militer.

Chen setuju dengan penilaian Chiu tentang ketegangan antara Taiwan dan China. Ia juga mengungkapkan Presiden Tsai Ing-wen telah mengadakan rapat Dewan Keamanan Nasional pada awal Oktober setelah 150 pesawat militer China melakukan operasi pelatihan di wilayah udara internasional barat daya Taiwan, sebuah peningkatan tajam dalam kuantitas dan frekuensi.

Berbicara di Komite Pertahanan Luar Negeri dan Nasional legislatif Taiwan, pejabat itu menggambarkan perjuangan yang sedang berlangsung antara demokrasi dan otoritarianisme sebagai hasil dari ketidakamanan yang mendalam di Beijing.

"(China) perlu mendominasi Asia dan menggantikan Amerika Serikat agar merasa aman," kata Chen.

"Ketakutan terhadap perubahan rezim oleh revolusi warna telah menyebabkannya menjadi lebih otoriter secara internal dan lebih antagonis secara eksternal. Ini mencerminkan ketidakamanannya dan menunjukkan posisinya terperangkap di dalam dilema keamanan," tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4486 seconds (0.1#10.140)