China Bikin Drone Bersenjata Rudal yang Mampu Hindari Pertahanan Udara
loading...
A
A
A
BEIJING - China telah menggelontorkan ratusan miliar dolar ke dalam industri pertahanannya dalam beberapa tahun terakhir. Hasilnya, Negeri Tirai Bambu itu telah membuat kemajuan yang stabil dalam pembuatan sejumlah drone canggih, sistem rudal, pesawat, kapal perang dan senjata lain. Kemajuan ini terjadi di tengah langkah Amerika Serikat (AS) untuk berporos ke Asia dan memperkuat jejak militernya sendiri di kawasan Asia-Pasifik.
Belum lama ini, media China telah menggembar-gemborkan kemampuan canggih dari drone tempur WJ-700 Lieying (Falcon) baru, memamerkan kemampuannya untuk terbang di ketinggian hingga 15.000 meter, untuk membawa rudal berat dan membuat adegan formasi tempur di film menjadi kenyataan.
Stasiun televisi China, China Central Television, dalam laporannya baru-baru ini mengungkapkan bahwa WJ-700 mampu beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan drone lain. Selain itu drone yang terbang perdana pada Januari 2021 itu menjadi pusat dari program pengawasan dan penyerangan terintegrasi baru yang ambisius yang dikembangkan untuk Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Drone ini adalah drone pertama dengan batas ketinggian yang tinggi, kecepatan tinggi, dan mempunyai daya tahan lama dengan kemampuan serangan dan pengintaian yang ada di gudang senjata China. Hanya segelintir negara lain yang telah menunjukkan kemampuan untuk membangun UAV semacam itu.
Desain monoplane adalah terobosan dari drone sebelumnya dalam seri WJ, termasuk WJ-500, WJ-600 dan WJ-600A/D, yang menampilkan platform peluncuran kendaraan dan penampilan seperti rudal jelajah yang disempurnakan oleh desainer Soviet pada 1970-an dan 1980-an.
Dibangun oleh perushaan milik negara, China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC), dan pertama kali diluncurkan di pameran udara pada akhir 2018, Falcon memiliki berat 3.500 kg. Drone ini diperkirakan memiliki daya tahan beroperasi 20 jam, kecepatan jelajah hingga 600 km per jam, dan kemampuan untuk membawa berbagai senjata berat, termasuk rudal udara-ke-permukaan, persenjataan anti-kapal dan amunisi penghancur bunker.
Kepala perancang Ma Hongzhong mengatakan kepada CCTV WJ-700 dapat terbang tinggi hingga memungkinkannya menghindari semua pertahanan udara musuh yang paling canggih.
“Batas terbang yang tinggi juga akan menambah kekuatan dalam hal menembakkan rudal, karena mereka akan memiliki jangkauan serangan yang lebih panjang,” katanya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (14/10/2021).
Komunikasi drone dengan kontrol darat dan/atau kendaraan udara tak berawak (UAV) dan pesawat lainnya diharapkan dapat dicapai melalui satelit, serta stasiun berbasis darat.
Awal tahun ini, CASIC mengatakan kepada Global Times bahwa selain kebutuhan dalam negeri, drone ini dapat diekspor ke luar negeri selama lima hingga sepuluh tahun ke depan.
China sudah menjadi pemimpin global dalam penjualan pesawat udara tak berawak untuk aplikasi sipil dan militer. Negara Asia itu diperkirakan akan menguasai hampir seperempat pasar drone global pada tahun 2024, menjaring keuntungan miliaran dolar bagi produsen dalam negeri.
Belum lama ini, media China telah menggembar-gemborkan kemampuan canggih dari drone tempur WJ-700 Lieying (Falcon) baru, memamerkan kemampuannya untuk terbang di ketinggian hingga 15.000 meter, untuk membawa rudal berat dan membuat adegan formasi tempur di film menjadi kenyataan.
Stasiun televisi China, China Central Television, dalam laporannya baru-baru ini mengungkapkan bahwa WJ-700 mampu beroperasi secara independen atau berkoordinasi dengan drone lain. Selain itu drone yang terbang perdana pada Januari 2021 itu menjadi pusat dari program pengawasan dan penyerangan terintegrasi baru yang ambisius yang dikembangkan untuk Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Drone ini adalah drone pertama dengan batas ketinggian yang tinggi, kecepatan tinggi, dan mempunyai daya tahan lama dengan kemampuan serangan dan pengintaian yang ada di gudang senjata China. Hanya segelintir negara lain yang telah menunjukkan kemampuan untuk membangun UAV semacam itu.
Desain monoplane adalah terobosan dari drone sebelumnya dalam seri WJ, termasuk WJ-500, WJ-600 dan WJ-600A/D, yang menampilkan platform peluncuran kendaraan dan penampilan seperti rudal jelajah yang disempurnakan oleh desainer Soviet pada 1970-an dan 1980-an.
Dibangun oleh perushaan milik negara, China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC), dan pertama kali diluncurkan di pameran udara pada akhir 2018, Falcon memiliki berat 3.500 kg. Drone ini diperkirakan memiliki daya tahan beroperasi 20 jam, kecepatan jelajah hingga 600 km per jam, dan kemampuan untuk membawa berbagai senjata berat, termasuk rudal udara-ke-permukaan, persenjataan anti-kapal dan amunisi penghancur bunker.
Kepala perancang Ma Hongzhong mengatakan kepada CCTV WJ-700 dapat terbang tinggi hingga memungkinkannya menghindari semua pertahanan udara musuh yang paling canggih.
“Batas terbang yang tinggi juga akan menambah kekuatan dalam hal menembakkan rudal, karena mereka akan memiliki jangkauan serangan yang lebih panjang,” katanya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (14/10/2021).
Komunikasi drone dengan kontrol darat dan/atau kendaraan udara tak berawak (UAV) dan pesawat lainnya diharapkan dapat dicapai melalui satelit, serta stasiun berbasis darat.
Awal tahun ini, CASIC mengatakan kepada Global Times bahwa selain kebutuhan dalam negeri, drone ini dapat diekspor ke luar negeri selama lima hingga sepuluh tahun ke depan.
China sudah menjadi pemimpin global dalam penjualan pesawat udara tak berawak untuk aplikasi sipil dan militer. Negara Asia itu diperkirakan akan menguasai hampir seperempat pasar drone global pada tahun 2024, menjaring keuntungan miliaran dolar bagi produsen dalam negeri.
(ian)