Warga Rusia Berbondong-bondong ke Serbia untuk Dapatkan Vaksin COVID-19
loading...
A
A
A
BELGRADE - Warga Rusia berbondong-bondong menyeberang ke Serbia untuk mendapatkan vaksin COVID-19 . Ini terjadi karena otoritas kesehatan internasional belum memberikan restu mereka untuk vaksin buatan Rusia, Sputnik V .
Dipuji oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai vaksin COVID-19 terdaftar pertama di dunia, Sputnik V muncul pada Agustus 2020 dan telah disetujui di sekitar 70 negara, termasuk Serbia. Tetapi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan persetujuan global masih dalam peninjauan setelah mengutip masalah di pabrik produksi beberapa bulan lalu.
Pada hari Jumat, seorang pejabat tinggi WHO mengatakan masalah hukum yang menghambat peninjauan Sputnik V akan diselesaikan, sebuah langkah yang dapat meluncurkan kembali proses menuju otorisasi penggunaan darurat.
"Rintangan lain tetap ada untuk aplikasi Rusia, termasuk kurangnya informasi ilmiah lengkap dan inspeksi situs manufaktur," kata asisten direktur jenderal WHO Dr. Mariangela Simao seperti dikutip dari AP, Sabtu (9/10/2021).
Selain dari WHO, Sputnik V juga masih menunggu persetujuan dari European Medicines Agency (EMA) atau badan obat-obatan Eropa sebelum semua pembatasan perjalanan dapat dicabut untuk orang yang divaksinasi dengan formula Rusia itu.
Penantian panjang ini telah membuat frustrasi banyak warga Rusia, jadi ketika WHO mengumumkan penundaan lagi pada bulan September, mereka mulai mencari solusi di tempat lain.
“Orang tidak mau menunggu; orang harus bisa masuk ke Eropa karena berbagai alasan pribadi,” jelas Anna Filatovskaya, juru bicara biro perjalanan Russky Express di Moskow.
“Beberapa memiliki kerabat. Ada yang punya bisnis, ada yang kuliah, ada yang bekerja. Beberapa hanya ingin pergi ke Eropa karena mereka merindukannya,” terangnya.
Serbia bukanlah negara anggota Uni Eropa dan pilihan yang nyaman bagi warga Rusia yang ingin mendapatkan vaksin. Pasalnya, mereka dapat memasuki negara Balkan yang menjadi sekutu tanpa visa dan menawarkan berbagai pilihan vaksin buatan Barat. Tur terorganisir untuk warga Rusia telah melonjak, dan mereka dapat ditemukan di Ibu Kota Beograd, di hotel, restoran, bar, dan klinik vaksinasi.
Serbia, sesama Kristen Ortodoks dan bangsa Slavia, menawarkan vaksin Pfizer, AstraZeneca dan Sinopharm China. Dengan permintaan yang populer, agen wisata Rusia sekarang juga menawarkan tur ke Kroasia, di mana wisatawan dapat menerima vaksin Johnson & Johnson sekali pakai, tanpa perlu kembali untuk dosis kedua.
"Untuk Serbia, permintaan telah tumbuh seperti longsoran salju. Seolah-olah semua yang dilakukan perusahaan kami akhir-akhir ini adalah menjual tur ke Serbia," kata Filatovskaya.
Negara Balkan memperkenalkan vaksinasi untuk orang asing pada bulan Agustus, ketika dorongan vaksinasi di dalam negeri melambat setelah mencapai sekitar 50% dari populasi orang dewasa. Data resmi pemerintah Serbia menunjukkan bahwa hampir 160.000 warga asing sejauh ini telah divaksinasi di negara itu, tetapi tidak jelas berapa banyak warga Rusia.
Di Rusia, tingkat vaksinasi negara itu rendah. Pada minggu ini, hampir 33% dari 146 juta warga Rusia telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin virus Corona, dan 29% telah divaksinasi sepenuhnya. Selain Sputnik V dan versi satu dosis yang dikenal sebagai Sputnik Light, Rusia juga menggunakan dua vaksin lain yang dirancang di dalam negeri yang belum disetujui secara internasional.
Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko baru-baru ini mengatakan masalah administrasi adalah salah satu hambatan utama dalam proses peninjauan WHO.
Judy Twigg, seorang profesor ilmu politik yang mengkhususkan diri dalam kesehatan global di Virginia Commonwealth University, mengharapkan Sputnik V akan disetujui pada akhirnya tetapi tidak tahun ini.
“WHO telah mengatakan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak data, dan perlu kembali dan memeriksa beberapa jalur produksi di mana ia melihat masalah sejak dini. Inspeksi ulang itu adalah proses multiminggu, dengan alasan yang bagus. Itu bukan sesuatu yang mereka anggap enteng," tuturnya.
Di tengah tingkat vaksinasi yang rendah dan keengganan pihak berwenang untuk menerapkan kembali tindakan pembatasan, baik Rusia maupun Serbia telah melihat infeksi COVID-19 dan rawat inap mencatat rekor dalam beberapa minggu terakhir.
Jumlah kematian harian akibat virus Corona baru di Rusia mencapai 900 untuk hari kedua berturut-turut pada hari Kamis atau sehari setelah mencapai rekor 929. Di Serbia, jumlah kematian harian 50 orang adalah yang tertinggi dalam beberapa bulan di negara berpenduduk 7 juta jiwa yang sejauh ini telah mengkonfirmasi hampir 1 juta kasus infeksi.
Dipuji oleh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai vaksin COVID-19 terdaftar pertama di dunia, Sputnik V muncul pada Agustus 2020 dan telah disetujui di sekitar 70 negara, termasuk Serbia. Tetapi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan persetujuan global masih dalam peninjauan setelah mengutip masalah di pabrik produksi beberapa bulan lalu.
Pada hari Jumat, seorang pejabat tinggi WHO mengatakan masalah hukum yang menghambat peninjauan Sputnik V akan diselesaikan, sebuah langkah yang dapat meluncurkan kembali proses menuju otorisasi penggunaan darurat.
"Rintangan lain tetap ada untuk aplikasi Rusia, termasuk kurangnya informasi ilmiah lengkap dan inspeksi situs manufaktur," kata asisten direktur jenderal WHO Dr. Mariangela Simao seperti dikutip dari AP, Sabtu (9/10/2021).
Selain dari WHO, Sputnik V juga masih menunggu persetujuan dari European Medicines Agency (EMA) atau badan obat-obatan Eropa sebelum semua pembatasan perjalanan dapat dicabut untuk orang yang divaksinasi dengan formula Rusia itu.
Penantian panjang ini telah membuat frustrasi banyak warga Rusia, jadi ketika WHO mengumumkan penundaan lagi pada bulan September, mereka mulai mencari solusi di tempat lain.
“Orang tidak mau menunggu; orang harus bisa masuk ke Eropa karena berbagai alasan pribadi,” jelas Anna Filatovskaya, juru bicara biro perjalanan Russky Express di Moskow.
“Beberapa memiliki kerabat. Ada yang punya bisnis, ada yang kuliah, ada yang bekerja. Beberapa hanya ingin pergi ke Eropa karena mereka merindukannya,” terangnya.
Serbia bukanlah negara anggota Uni Eropa dan pilihan yang nyaman bagi warga Rusia yang ingin mendapatkan vaksin. Pasalnya, mereka dapat memasuki negara Balkan yang menjadi sekutu tanpa visa dan menawarkan berbagai pilihan vaksin buatan Barat. Tur terorganisir untuk warga Rusia telah melonjak, dan mereka dapat ditemukan di Ibu Kota Beograd, di hotel, restoran, bar, dan klinik vaksinasi.
Serbia, sesama Kristen Ortodoks dan bangsa Slavia, menawarkan vaksin Pfizer, AstraZeneca dan Sinopharm China. Dengan permintaan yang populer, agen wisata Rusia sekarang juga menawarkan tur ke Kroasia, di mana wisatawan dapat menerima vaksin Johnson & Johnson sekali pakai, tanpa perlu kembali untuk dosis kedua.
"Untuk Serbia, permintaan telah tumbuh seperti longsoran salju. Seolah-olah semua yang dilakukan perusahaan kami akhir-akhir ini adalah menjual tur ke Serbia," kata Filatovskaya.
Negara Balkan memperkenalkan vaksinasi untuk orang asing pada bulan Agustus, ketika dorongan vaksinasi di dalam negeri melambat setelah mencapai sekitar 50% dari populasi orang dewasa. Data resmi pemerintah Serbia menunjukkan bahwa hampir 160.000 warga asing sejauh ini telah divaksinasi di negara itu, tetapi tidak jelas berapa banyak warga Rusia.
Di Rusia, tingkat vaksinasi negara itu rendah. Pada minggu ini, hampir 33% dari 146 juta warga Rusia telah menerima setidaknya satu suntikan vaksin virus Corona, dan 29% telah divaksinasi sepenuhnya. Selain Sputnik V dan versi satu dosis yang dikenal sebagai Sputnik Light, Rusia juga menggunakan dua vaksin lain yang dirancang di dalam negeri yang belum disetujui secara internasional.
Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko baru-baru ini mengatakan masalah administrasi adalah salah satu hambatan utama dalam proses peninjauan WHO.
Judy Twigg, seorang profesor ilmu politik yang mengkhususkan diri dalam kesehatan global di Virginia Commonwealth University, mengharapkan Sputnik V akan disetujui pada akhirnya tetapi tidak tahun ini.
“WHO telah mengatakan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak data, dan perlu kembali dan memeriksa beberapa jalur produksi di mana ia melihat masalah sejak dini. Inspeksi ulang itu adalah proses multiminggu, dengan alasan yang bagus. Itu bukan sesuatu yang mereka anggap enteng," tuturnya.
Di tengah tingkat vaksinasi yang rendah dan keengganan pihak berwenang untuk menerapkan kembali tindakan pembatasan, baik Rusia maupun Serbia telah melihat infeksi COVID-19 dan rawat inap mencatat rekor dalam beberapa minggu terakhir.
Jumlah kematian harian akibat virus Corona baru di Rusia mencapai 900 untuk hari kedua berturut-turut pada hari Kamis atau sehari setelah mencapai rekor 929. Di Serbia, jumlah kematian harian 50 orang adalah yang tertinggi dalam beberapa bulan di negara berpenduduk 7 juta jiwa yang sejauh ini telah mengkonfirmasi hampir 1 juta kasus infeksi.
(ian)