Eks Bos Keamanan Gedung Putih: Taliban Bisa Rebut 150 Senjata Nuklir Pakistan
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Mantan bos keamanan Gedung Putih, John Bolton, memperingatkan dunia internasional bahwa Taliban bisa mengambil alih Pakistan dan merebut 150 unit senjata nuklirnya .
Bolton adalahg mantan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS) era Presiden Donald Trump. Dia hanya menjabat dari April 2018 hingga September 2019.
Dia mengatakan kekhawatirannya itu adalah ancaman lebih lanjut setelah Taliban dengan mudah mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus 2021 lalu.
Ketika pasukan AS menarik diri dari Afghanistan bulan lalu, Taliban dengan cepat menguasai Kabul, memicu evakuasi massal yang diwarnai kekacauan di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul.
Evakuasi dari bandara Kabul melibatkan 165 penerbangan yang mengangkut lebih dari 15.000 orang hanya dalam dua minggu.
Dalam sebuah wawancara dengan WABC 770, Senin (27/9/2021), Bolton mengatakan: "Taliban yang menguasai Afghanistan mengancam kemungkinan teroris itu mengambil alih Pakistan juga."
"Itu berarti mungkin 150 senjata nuklir di tangan teroris yang merupakan ancaman nyata bagi kami dan teman-teman kami," ujarnya.
Kekhawatiran itu muncul setelah ada laporan bahwa Taliban telah merekrut mata-mata siber China untuk membantu mereka mengintai warga sipil Afghanistan dalam misi untuk mencegah pemberontakan melawan kekuasaan tangan besi mereka.
Beijing telah mengirim pakar komunikasi terbaiknya ke Kabul untuk menunjukkan kepada Taliban cara menyadap panggilan telepon di saluran telepon rumah dan jaringan seluler, dan memantau penggunaan internet, dan media sosial.
Sumber-sumber intelijen Barat mengatakan tujuan itu adalah untuk mencegah pemberontakan rakyat Afghanistan yang terorganisir di media sosial, seperti yang terjadi di Timur Tengah selama Arab Spring.
Seorang sumber intelijen AS mengatakan: “China telah merayu Taliban, mempersiapkan hari ini selama bertahun-tahun."
“Ini telah lama mengendalikan komunikasi warga dan menjadi mahir dalam memantau telepon, internet, semua bentuk komunikasi," katanya.
“Ini kemungkinan akan memberi kekuatan dan kendali besar kepada Taliban atas seluruh negeri karena media sosial bisa menjadi pendukung bagi mereka yang ingin memberontak. Ini juga memberi orang-orang yang mereka buru, seperti mantan pejabat dan personel keamanan, sedikit pilihan dalam cara mereka berkomunikasi dengan jaringan lain," papar sumber tersebut.
Bolton adalahg mantan penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS) era Presiden Donald Trump. Dia hanya menjabat dari April 2018 hingga September 2019.
Dia mengatakan kekhawatirannya itu adalah ancaman lebih lanjut setelah Taliban dengan mudah mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus 2021 lalu.
Ketika pasukan AS menarik diri dari Afghanistan bulan lalu, Taliban dengan cepat menguasai Kabul, memicu evakuasi massal yang diwarnai kekacauan di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul.
Evakuasi dari bandara Kabul melibatkan 165 penerbangan yang mengangkut lebih dari 15.000 orang hanya dalam dua minggu.
Dalam sebuah wawancara dengan WABC 770, Senin (27/9/2021), Bolton mengatakan: "Taliban yang menguasai Afghanistan mengancam kemungkinan teroris itu mengambil alih Pakistan juga."
"Itu berarti mungkin 150 senjata nuklir di tangan teroris yang merupakan ancaman nyata bagi kami dan teman-teman kami," ujarnya.
Kekhawatiran itu muncul setelah ada laporan bahwa Taliban telah merekrut mata-mata siber China untuk membantu mereka mengintai warga sipil Afghanistan dalam misi untuk mencegah pemberontakan melawan kekuasaan tangan besi mereka.
Beijing telah mengirim pakar komunikasi terbaiknya ke Kabul untuk menunjukkan kepada Taliban cara menyadap panggilan telepon di saluran telepon rumah dan jaringan seluler, dan memantau penggunaan internet, dan media sosial.
Sumber-sumber intelijen Barat mengatakan tujuan itu adalah untuk mencegah pemberontakan rakyat Afghanistan yang terorganisir di media sosial, seperti yang terjadi di Timur Tengah selama Arab Spring.
Seorang sumber intelijen AS mengatakan: “China telah merayu Taliban, mempersiapkan hari ini selama bertahun-tahun."
“Ini telah lama mengendalikan komunikasi warga dan menjadi mahir dalam memantau telepon, internet, semua bentuk komunikasi," katanya.
“Ini kemungkinan akan memberi kekuatan dan kendali besar kepada Taliban atas seluruh negeri karena media sosial bisa menjadi pendukung bagi mereka yang ingin memberontak. Ini juga memberi orang-orang yang mereka buru, seperti mantan pejabat dan personel keamanan, sedikit pilihan dalam cara mereka berkomunikasi dengan jaringan lain," papar sumber tersebut.
(min)