Kim Yo-jong: Korut Terbuka untuk Akhiri Perang jika Kondisinya Terpenuhi
loading...
A
A
A
PYONGYANG - Adik Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un, Kim Yo-jong, mengatakan Pyongyang bersedia melanjutkan pembicaraan dengan Korea Selatan (Korsel) jika Seoul mengakhiri "kebijakan bermusuhan".
Pernyataan Kim Yo-jong itu menanggapi seruan baru dari Korsel untuk secara resmi menyatakan berakhirnya Perang Korea.
Konflik yang membagi semenanjung menjadi dua itu berakhir pada 1953 dengan gencatan senjata dan bukan perjanjian damai.
Kedua negara secara teknis masih berperang sejak itu, dan terkunci dalam hubungan yang terkadang tegang.
Pekan ini, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyerukan kedua Korea dan sekutu mereka, Amerika Serikat (AS) yang mendukung Korsel, dan China yang mendukung Korut, agar menyatakan secara resmi mengakhiri konflik dan membawa perdamaian ke semenanjung.
Ide itu awalnya ditolak seorang menteri tinggi Korea Utara sebagai "prematur".
Namun dalam pernyataan tak terduga yang dirilis pada Jumat (24/9/2021) melalui media pemerintah, Kim Yo-jong mengatakan ide itu "mengagumkan".
Namun dia menambahkan Korea Utara hanya akan bersedia membahas proposal tersebut jika Korsel menghentikan apa yang dia sebut "kebijakan bermusuhan" terhadap Korut.
"Yang perlu dihilangkan adalah sikap berbelit-belit, prasangka tidak logis, kebiasaan buruk, dan sikap bermusuhan yang membenarkan tindakan mereka sendiri sambil menyalahkan pelaksanaan hak membela diri kita yang adil," tutur dia.
"Hanya ketika prasyarat seperti itu terpenuhi, apakah mungkin untuk duduk berhadap-hadapan dan menyatakan penghentian perang yang signifikan," papar dia.
Korea Selatan awal bulan ini menguji coba rudal balistik kapal selam pertamanya, hanya beberapa jam setelah Korea Utara menguji senjatanya.
Korea Utara juga sering mengkritik latihan militer tahunan Korea Selatan dengan AS.
Hubungan antara kedua negara belum membaik sejak pembicaraan denuklirisasi antara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump memburuk pada 2019.
Moon, yang telah menjadikan keterlibatan dengan Korea Utara sebagai landasan kepresidenannya, sebelumnya berpendapat deklarasi untuk mengakhiri perang akan mendorong Korea Utara melakukan denuklirisasi.
Korea Utara pada gilirannya menyerukan agar sanksi ekonomi yang melumpuhkan dicabut terlebih dahulu.
Tetapi AS telah berulang kali mengatakan Korea Utara harus meninggalkan senjata nuklirnya terlebih dahulu sebelum sanksi apa pun dapat dicabut.
Pernyataan Kim Yo-jong itu menanggapi seruan baru dari Korsel untuk secara resmi menyatakan berakhirnya Perang Korea.
Konflik yang membagi semenanjung menjadi dua itu berakhir pada 1953 dengan gencatan senjata dan bukan perjanjian damai.
Kedua negara secara teknis masih berperang sejak itu, dan terkunci dalam hubungan yang terkadang tegang.
Pekan ini, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyerukan kedua Korea dan sekutu mereka, Amerika Serikat (AS) yang mendukung Korsel, dan China yang mendukung Korut, agar menyatakan secara resmi mengakhiri konflik dan membawa perdamaian ke semenanjung.
Ide itu awalnya ditolak seorang menteri tinggi Korea Utara sebagai "prematur".
Namun dalam pernyataan tak terduga yang dirilis pada Jumat (24/9/2021) melalui media pemerintah, Kim Yo-jong mengatakan ide itu "mengagumkan".
Namun dia menambahkan Korea Utara hanya akan bersedia membahas proposal tersebut jika Korsel menghentikan apa yang dia sebut "kebijakan bermusuhan" terhadap Korut.
"Yang perlu dihilangkan adalah sikap berbelit-belit, prasangka tidak logis, kebiasaan buruk, dan sikap bermusuhan yang membenarkan tindakan mereka sendiri sambil menyalahkan pelaksanaan hak membela diri kita yang adil," tutur dia.
"Hanya ketika prasyarat seperti itu terpenuhi, apakah mungkin untuk duduk berhadap-hadapan dan menyatakan penghentian perang yang signifikan," papar dia.
Korea Selatan awal bulan ini menguji coba rudal balistik kapal selam pertamanya, hanya beberapa jam setelah Korea Utara menguji senjatanya.
Korea Utara juga sering mengkritik latihan militer tahunan Korea Selatan dengan AS.
Hubungan antara kedua negara belum membaik sejak pembicaraan denuklirisasi antara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump memburuk pada 2019.
Moon, yang telah menjadikan keterlibatan dengan Korea Utara sebagai landasan kepresidenannya, sebelumnya berpendapat deklarasi untuk mengakhiri perang akan mendorong Korea Utara melakukan denuklirisasi.
Korea Utara pada gilirannya menyerukan agar sanksi ekonomi yang melumpuhkan dicabut terlebih dahulu.
Tetapi AS telah berulang kali mengatakan Korea Utara harus meninggalkan senjata nuklirnya terlebih dahulu sebelum sanksi apa pun dapat dicabut.
(sya)