Serikat Buruh Australia Tolak Pakta Kapal Selam Nuklir, Ogah Perang dengan China
loading...
A
A
A
CANBERRA - Pakta AUKUS antara Washington, London dan Canberra untuk mempersenjatai Australia dengan armada kapal selam nuklir adalah "sembrono" dan hanya akan membuat Negeri Kanguru terancam bahaya di berbagai bidang.
Pernyataan itu diungkapkan serikat buruh Australia dalam menanggapi pakta kontroversial yang oleh banyak pihak dianggap dapat memicu perlombaan senjata di kawasan.
Sejak pengumumannya sepekan lalu, kesepakatan trilateral untuk menyediakan Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir, namun dipersenjatai secara konvensional, telah menghadapi gelombang kecaman internasional.
Prancis, yang kehilangan kontrak senilai USD66 miliar untuk kapal selam diesel-listrik dengan Canberra karena AUKUS, melabelinya sebagai "tikaman dari belakang".
Paris langsung menarik duta besarnya dari Australia dan AS. Kemarahan Prancis berlanjut di bidang perdagangan secara lebih luas.
China menyalahkan Washington, London, dan Canberra atas “mentalitas Perang Dingin” karena AUKUS secara luas dilihat sebagai upaya melawan pengaruh Beijing yang semakin besar di Indo-Pasifik.
Rusia memperingatkan pakta itu mungkin berakhir dengan menempatkan "seluruh arsitektur keamanan di Asia" di bawah ancaman.
Tetapi ternyata banyak orang di dalam Australia juga tidak senang dengan AUKUS karena dua serikat pekerja utama negara itu mengeluarkan kata-kata kasar tentang pakta tersebut dan PM Australia Scott Morrison karena memutuskan bergabung dengan AS dan Inggris.
Serikat Buruh Maritim Australia (MUA), yang mencakup pekerja tepi laut dan pelabuhan, pelaut dan penyelam profesional, mengatakan MUA "menolak total" kesepakatan "sembrono" yang dicapai antara AS, Inggris, dan Australia.
“Dengan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, Morrison seharusnya fokus mengamankan pasokan vaksin dan membantu warga Australia yang terkena dampak lockdown, bukannya mengejar kesepakatan militer rahasia,” ungkap pernyataan MUA.
“Pakta AUKUS akan terus meningkatkan konflik yang tidak perlu dengan China,” tegas serikat buruh itu memperingatkan pemerintah Australia.
Mereka bersikeras bahwa pengumuman pakta itu telah mengakibatkan “para pelaut terdampar di sejumlah kapal batu bara dan beberapa perdagangan ditutup.”
“Buruh tidak tertarik berperang dengan China atau negara lain. Setiap upaya harus dilakukan untuk mengejar hubungan damai,” ungkap serikat buruh itu.
Mereka menyatakan ketakutan bahwa kesepakatan itu dapat mendorong pemerintah Australia mencoba mendapatkan senjata nuklir.
“Kapal selam akan menggunakan uranium yang sangat tinggi yang ideal untuk senjata nuklir,” ujar serikat pekerja.
MUA juga menunjukkan “jumlah uang yang luar biasa telah terbuang” pada kontrak yang dibatalkan dengan Prancis, dan pengiriman kapal selam nuklir kemungkinan akan merugikan negara lebih dari itu.
Sikap serupa disuarakan Serikat Pekerja Listrik Australia (ETU) yang menggambarkan keputusan Canberra bergabung dengan AUKUS sebagai "pengkhianatan."
“Perjanjian tersebut merusak generasi pekerjaan pembuatan kapal Australia yang sangat terampil, aman, dan bergaji tinggi,” ungkap Asisten Sekretaris Nasional ETU Michael Wright.
Pernyataan itu diungkapkan serikat buruh Australia dalam menanggapi pakta kontroversial yang oleh banyak pihak dianggap dapat memicu perlombaan senjata di kawasan.
Sejak pengumumannya sepekan lalu, kesepakatan trilateral untuk menyediakan Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir, namun dipersenjatai secara konvensional, telah menghadapi gelombang kecaman internasional.
Prancis, yang kehilangan kontrak senilai USD66 miliar untuk kapal selam diesel-listrik dengan Canberra karena AUKUS, melabelinya sebagai "tikaman dari belakang".
Paris langsung menarik duta besarnya dari Australia dan AS. Kemarahan Prancis berlanjut di bidang perdagangan secara lebih luas.
China menyalahkan Washington, London, dan Canberra atas “mentalitas Perang Dingin” karena AUKUS secara luas dilihat sebagai upaya melawan pengaruh Beijing yang semakin besar di Indo-Pasifik.
Rusia memperingatkan pakta itu mungkin berakhir dengan menempatkan "seluruh arsitektur keamanan di Asia" di bawah ancaman.
Tetapi ternyata banyak orang di dalam Australia juga tidak senang dengan AUKUS karena dua serikat pekerja utama negara itu mengeluarkan kata-kata kasar tentang pakta tersebut dan PM Australia Scott Morrison karena memutuskan bergabung dengan AS dan Inggris.
Serikat Buruh Maritim Australia (MUA), yang mencakup pekerja tepi laut dan pelabuhan, pelaut dan penyelam profesional, mengatakan MUA "menolak total" kesepakatan "sembrono" yang dicapai antara AS, Inggris, dan Australia.
“Dengan pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, Morrison seharusnya fokus mengamankan pasokan vaksin dan membantu warga Australia yang terkena dampak lockdown, bukannya mengejar kesepakatan militer rahasia,” ungkap pernyataan MUA.
“Pakta AUKUS akan terus meningkatkan konflik yang tidak perlu dengan China,” tegas serikat buruh itu memperingatkan pemerintah Australia.
Mereka bersikeras bahwa pengumuman pakta itu telah mengakibatkan “para pelaut terdampar di sejumlah kapal batu bara dan beberapa perdagangan ditutup.”
“Buruh tidak tertarik berperang dengan China atau negara lain. Setiap upaya harus dilakukan untuk mengejar hubungan damai,” ungkap serikat buruh itu.
Mereka menyatakan ketakutan bahwa kesepakatan itu dapat mendorong pemerintah Australia mencoba mendapatkan senjata nuklir.
“Kapal selam akan menggunakan uranium yang sangat tinggi yang ideal untuk senjata nuklir,” ujar serikat pekerja.
MUA juga menunjukkan “jumlah uang yang luar biasa telah terbuang” pada kontrak yang dibatalkan dengan Prancis, dan pengiriman kapal selam nuklir kemungkinan akan merugikan negara lebih dari itu.
Sikap serupa disuarakan Serikat Pekerja Listrik Australia (ETU) yang menggambarkan keputusan Canberra bergabung dengan AUKUS sebagai "pengkhianatan."
“Perjanjian tersebut merusak generasi pekerjaan pembuatan kapal Australia yang sangat terampil, aman, dan bergaji tinggi,” ungkap Asisten Sekretaris Nasional ETU Michael Wright.
(sya)