Korban Meninggal Akibat COVID-19 di AS Lampaui Pandemi Flu Spanyol

Selasa, 21 September 2021 - 16:38 WIB
loading...
Korban Meninggal Akibat...
Korban meninggal akibat COVID-19 di AS lampaui pandemi flu Spanyol Foto/Ilustrasi/Sindonews
A A A
WASHINGTON - Kematian akibat COVID-19 di Amerika Serikat (AS) telah melampaui jumlah korban pandemi flu Spayol pada 1918 yang menewaskan 675.000 orang. Hal itu berdasarkan data dari Universitas Johns Hopkins.

AS mencatat lebih dari 676.000 kematian sejak awal pandemi virus Corona baru pada awal 2020, melampaui perkiraan 675.000 kematian akibat pandemi flu Spanyol pada abad lalu.

Dirusak oleh munculnya varian virus Delta yang sangat menular, negara adidaya itu sekarang melaporkan rata-rata setidaknya 2.000 kematian per hari, tertinggi sejak Maret 2021.

Negara-negara bagian seperti Florida, Texas, California, Mississippi dan Alabama telah melaporkan jumlah kematian terkait COVID-19 terbanyak sejauh ini.

Jumlah kematian yang luar biasa telah dilihat sebagai indikator bahwa pemerintah AS telah gagal memvaksinasi sebagian besar populasi negara yang memenuhi syarat.

Baca juga: Kelompok Anti-Vaksin Bisa Ganggu Upaya Dunia Capai Kekebalan Kelompok

Sementara negara dan dunia pada umumnya telah membuat lompatan dalam pengetahuan ilmiah sejak pandemi 1918, beberapa tantangan, termasuk keragu-raguan terhadap vaksin yang meluas dan kepemimpinan yang buruk dalam mengkomunikasikan manfaat vaksin, dikatakan sebagai penyebab yang telah memperpanjang pandemi.

"Kantong besar masyarakat Amerika - dan, lebih buruk lagi, para pemimpin mereka - telah membuang ini (kesempatan untuk memvaksinasi yang memenuhi syarat)," ujar sejarawan medis Howard Markel dari University of Michigan kepada Associated Press yang dikutip Independent, Selasa (21/9/2021).

Pandemi 1918, yang dianggap sebagai salah satu yang terburuk dalam sejarah manusia, menewaskan 50 juta orang di seluruh dunia. Ini terjadi pada saat populasi dunia hanya seperempat dari jumlah hari ini. Korban global dari pandemi COVID-19 sendiri telah mencapai lebih dari 4,6 juta saat ini.

AS, yang memiliki lebih sedikit orang saat itu, memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari pandemi influenza.

Masalah yang diperparah adalah kenyataan bahwa tidak ada vaksin yang tersedia pada saat itu, dengan intervensi non-farmasi seperti karantina dan isolasi digunakan untuk mengendalikan penyebaran penyakit.

Baca juga: Gelombang Kedua Vaksin Pfizer dari AS Tiba di Indonesia

Pandemi tahun 1918 sering diberi label flu Spanyol karena di sinilah penyakit itu pertama kali dilaporkan, tetapi bukan asalnya.

Penyakit ini menyebar selama Perang Dunia Pertama dan menyebabkan kematian yang tinggi di kalangan orang muda dewasa. Kurangnya vaksin hanya memperburuk keadaan, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).

“Kematian yang tinggi pada orang sehat, termasuk mereka yang berusia 20 hingga 40 tahun, adalah ciri unik dari pandemi (1918) ini,” kata CDC dalam sebuah laporan.

Komplikasi seputar COVID-19, terutama dari beberapa variannya seperti Delta, telah menyebabkan lonjakan infeksi di kalangan anak di bawah umur di AS.

“Data COVID-NET menunjukkan tingkat rawat inap untuk anak-anak melonjak. Untuk pekan yang berakhir 28 Agustus, tingkat rawat inap COVID-19 untuk anak-anak berusia empat tahun ke bawah tercatat tertinggi,” CDC memperingatkan.

AS mulai memvaksinasi populasinya terhadap virus Corona baru pada pertengahan Desember, hanya sembilan bulan setelah penyakit itu dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Jutaan warga Amerika, bagaimanapun, telah menunjukkan keragu-raguan terhadap vaksin, membuat mereka rentan terhadap kematian terkait virus. Selama delapan bulan ke depan, hanya 64 persen warga Amerika yang memenuhi syarat telah diberikan satu dosis vaksin.

Baca juga: Menolak Divaksin, Prancis Skorsing 3.000 Nakes
(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
5 Fakta Viralnya Foto...
5 Fakta Viralnya Foto AI Donald Trump sebagai Paus, Netizen Sebut Anti Kristus
Siapa Penn Badgley?...
Siapa Penn Badgley? Aktor Penganut Baha'i yang Selalu Membaca Alquran dan Merenungkan Maknanya
Jet Tempur J-36 China...
Jet Tempur J-36 China Diklaim Mampu Pecundangi Pesawat Pengebom Siluman B-21 AS
AS Pangkas Jumlah Jenderal...
AS Pangkas Jumlah Jenderal Bintang 4 hingga 20 Persen, Ada Apa?
Pemerintah Trump Tawarkan...
Pemerintah Trump Tawarkan Rp16,4 Juta kepada Imigran Gelap untuk Angkat Kaki dari AS
Ini Respons Donald Trump...
Ini Respons Donald Trump usai Gambarnya sebagai Paus Picu Kemarahan Katolik
J-36 China Diklaim Bisa...
J-36 China Diklaim Bisa Pecundangi Pesawat Pengebom B-21 AS
Pakistan Klaim Tembak...
Pakistan Klaim Tembak Jatuh 2 Jet Tempur dan Drone India di Kashmir
Serangan India ke Pakistan...
Serangan India ke Pakistan Hancurkan 4 Masjid, Korban Tewas Jadi 31 Orang
Rekomendasi
Tanoto dan Gates Foundation...
Tanoto dan Gates Foundation Jalin Kerja Sama Kesehatan, Gizi, dan Pendidikan di Asia
Hadiri Pernikahan Luna...
Hadiri Pernikahan Luna Maya-Maxime Bouttier, Nagita Slavina Kenang Peran sebagai Mak Comblang
Hujan Deras, 5 RT di...
Hujan Deras, 5 RT di Jakarta Tergenang 80 Cm
Berita Terkini
25.000 Penduduk Kota...
25.000 Penduduk Kota Lice di Turki Nge-Fly setelah Polisi Bakar 20 Ton Ganja
Pemerintah Pakistan...
Pemerintah Pakistan Perintahkan Militer untuk Membalas Serangan India
Taruhan Siapa Paus yang...
Taruhan Siapa Paus yang Terpilih di Bursa Judi Capai Rp280 Miliar
Menanti Serangan Balasan...
Menanti Serangan Balasan Pakistan ke India, Akankah Perang Nuklir Pecah?
Kedubes India Ungkap...
Kedubes India Ungkap Serangan di Jammu dan Kashmir
Apa Itu Operasi Sindoor?
Apa Itu Operasi Sindoor?
Infografis
Sejumlah Pabrik di China...
Sejumlah Pabrik di China Mulai Stop Produksi Akibat Tarif AS
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved