AS Bela Serangan Rudalnya meski Bunuh 10 Orang Sekeluarga Tak Bersalah di Kabul

Rabu, 15 September 2021 - 00:01 WIB
loading...
AS Bela Serangan Rudalnya meski Bunuh 10 Orang Sekeluarga Tak Bersalah di Kabul
Keluarga Ahmadi yang jadi korban serangan rudal AS di Kabul, Afghanistan, dimakamkan. Ada 10 orang sekeluarga yang tak bersalah jadi korban serangan rudal AS. Foto/Marcus Yam/Los Angeles Times
A A A
KABUL - Amerika Serikat (AS) masihbersikeras membela serangan rudal Hellfire-nya meski menewaskan 10 orang sekeluarga yang tak bersalah di Kabul, Afghanistan , 29 Agustus lalu.

Sikap terbaru Amerika muncul setelah laporan investigasi New York Times mengonfirmasi bahwa target sebenarnya dari serangan rudal melalui drone itu adalah pria Afghanistan yang membantu kelompok pekerja bantuan Amerika di Afghanistan.



Pentagon tetap bersikeras target serangan mereka adalah anggota kelompok ISIS Khorasan (ISIS-K) yang hendak menyerang Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, saat evakuasi besar-besaran berlangsung.

Serangan drone diluncurkan Pentagon setelah seorang pembom bunuh diri ISIS-K beraksi di gerbang utama bandara Kabul tiga hari sebelumnya, menewaskan 169 warga Afghanistan dan 13 tentara AS.

Drone Amerika itu menembakkan rudal Hellfire ke lingkungan padat penduduk di Kwaja Burga, Kabul, menewaskan 10 orang sekeluarga, termasuk tujuh anak-anak.

Ke-10 orang yang terbunuh berasal dari keluarga Ahmadi, di mana kerabat mereka yang berduka mengadakan pemakaman massal akhir bulan lalu.

Investigasi New York Times sejak itu menimbulkan keraguan serius tentang kredibilitas ancaman, yang mengakibatkan AS menggunakan kekuatan mematikan.

Satu kesalahan mencolok adalah bahwa target mereka, Zemari Ahmadi, 43, yang telah bekerja untuk kelompok bantuan AS selama bertahun-tahun di Kabul, telah memuat wadah berisi air—bukan bahan peledak—ke dalam mobilnya, beberapa jam sebelum dia dihantam rudal Hellfire.

Juru bicara Pentagon John Kirby mengatakan bahwa Komando Pusat (CENTCOM), yang melakukan serangan itu, sedang menyelidiki tetapi hasilnya akan terbatas, karena AS tidak lagi berada di Afghanistan.

"Saya tidak mengetahui opsi apa pun yang akan menempatkan penyelidik di Kabul untuk menyelesaikan penilaian mereka," katanya.

Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Ketua Kapala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Milley berdiri membela serangan fatal itu. Mereka mengeklaim telah menerima informasi "kredibel" bahwa ada ancaman yang akan segera terjadi di bandara internasional Kabul.

Jenderal Milley sebelumnya menggambarkan serangan itu sebagai "tindakan benar" dan mengatakan ada bukti ledakan kedua.

“Karena ada ledakan sekunder, ada kesimpulan yang masuk akal bahwa ada bahan peledak di dalam kendaraan itu,” katanya pekan lalu.

Namun, kurangnya kerusakan tambahan di lingkungan itu, termasuk bahwa dinding dan vegetasi di dekatnya tetap utuh, membuat klaim sang jenderal dipertanyakan.

Para pejabat militer mengatakan kepada New York Times bahwa mereka menganggap Ahmadi "mencurigakan" karena kunjungan yang dia lakukan beberapa jam sebelum serangan pesawat tak berawak AS.

Para pejabat mengatakan mereka tidak tahu siapa dia tetapi mereka memiliki informasi bahwa dia berpotensi mengunjungi rumah persembunyian ISIS.

Dia juga diawasi memuat kendaraannya dengan barang-barang yang diyakini AS sebagai bahan peledak. Sejumlah laporan muncul bahwa Ahmadi sebenarnya telah memasukkan tabung air ke dalam sepatu botnya sebelum pulang ke keluarganya.

Rekaman Ahmadi juga menunjukkan dia dan seorang penjaga keamanan memasukkan tabung ke dalam bagasi.

Rekan-rekan Ahmadi mengatakan sejak pemerintah Afghanistan yang didukung Barat runtuh, pengiriman air ke lingkungannya terhenti. Dia telah membawa pulang air untuk masyarakat setempat.

Ahmadi telah bekerja sebagai insinyur listrik untuk Nutrition and Education International selama 15 tahun, sebuah organisasi bantuan yang berbasis di California.

Menurut kerabat Ahmadi yang masih hidup, pria berusia 43 tahun itu meninggalkan rumahnya, yang dia tinggali bersama tiga saudara lelakinya dan anak-anak mereka, sekitar pukul 09.00 pagi dengan Toyota Corolla putihnya.

Dia berhenti untuk menjemput rekan-rekannya, menghabiskan waktu di tempat kerja, mengambil tabung air dan dua laptop di siang hari, sebelum pulang sebelum pukul 17.00 sore.



Sejumlah keponakan Ahmadi berlari keluar untuk menyambutnya, di mana AS menembakkan rudal Hellfire dari drone beberapa menit kemudian.

Keluarga Ahmadi sedang bermain di dekat rumah mereka di Kwaja Burga ketika rudal itu muncul entah dari mana.

“Roket itu datang dan mengenai mobil yang penuh dengan anak-anak di dalam rumah kami,” kata Aimal Ahmadi, saudara laki-laki Zemari.

Aimal mengatakan 10 anggota keluarga tewas dalam serangan udara—termasuk putrinya sendiri dan lima anak lainnya.

Aimal kehilangan putrinya dan Zemari meninggal, bersama keempat anaknya. Empat lagi tewas dalam serangan itu.

Pemakaman massal untuk keluarga berlangsung akhir bulan lalu, dengan kesedihan jelas terlihat di wajah kerabat.

"Kami mengetahui laporan korban sipil setelah serangan kami terhadap sebuah kendaraan di Kabul," Kapten Bill Urban, juru bicara Komando Pusat AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan akhir bulan lalu.

Urban mengatakan serangan terhadap kendaraan itu "mengganggu ancaman ISIS-K yang akan segera terjadi di bandara".

"Tidak jelas apa yang mungkin terjadi dan kami sedang menyelidiki lebih lanjut," katanya. “Kami akan sangat sedih dengan potensi hilangnya nyawa yang tidak bersalah.”

Sabir, tetangga keluarga Ahmadi, mengatakan kepada AFP, Selasa (14/9/2021), bahwa hampir tidak mungkin menemukan sisa-sisa jasad para korban.

“Semua anak-anak tewas di dalam mobil, orang dewasa tewas di luar. Mobil itu terbakar—kami hampir tidak dapat menemukan bagian-bagian tubuh," katanya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1247 seconds (0.1#10.140)