Pegang Teguh Fatwa Khamenei, Presiden Raisi Haramkan Iran Miliki Senjata Nuklir

Jum'at, 06 Agustus 2021 - 07:36 WIB
loading...
Pegang Teguh Fatwa Khamenei,...
Presiden Iran Ebrahim Raisi melarang negaranya membuat senjata nuklir seperti yang difatwakan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Presiden Iran Ebrahim Raisi menegaskan bahwa pemerintahannya memegang teguh fatwa Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei yang mengharamkan negaranya membuat senjata nuklir . Komitmen itu disampaikan saat pelantikannya sebagai presiden pada hari Kamis.

"Pemerintah Republik Islam, menurut fatwa Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam, melarang senjata nuklir, dan senjata ini tidak memiliki tempat dalam strategi pertahanan Republik Islam," kata Raisi.



Meski melarang membuat senjata pemusnah massal, anak didik Khamenei ini tetap menuntut pencabutan sanksi atau embargo internasional terhadap Iran.

"Kebijakan tekanan dan sanksi tidak akan membuat rakyat Iran menyerah mengejar hak hukum mereka, termasuk hak atas pembangunan. Sanksi terhadap Iran harus dicabut dan kami akan mendukung rencana diplomatik apa pun yang mencapai tujuan ini," paparnya, seperti dikutip Newsweek, Jumat (6/8/2021).

Presiden pengganti Hassan Rouhani tersebut bertekad mencapai kesepakatan nuklir dengan negara-negara kekuatan dunia di Wina.

Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Ned Price mengatakan Amerika juga siap untuk melanjutkan pembicaraan kesepakatan nuklir, selama itu untuk kepentingan negaranya.

"AS akan membela dan memajukan kepentingan keamanan nasional kami dan kepentingan mitra kami," kata Price.

"Kami berharap Iran akan mengambil kesempatan sekarang untuk memajukan solusi diplomatik dan solusi diplomatik yang ada di hadapan kita semua. Kami menunggu untuk melihat pendekatan yang akan diambil oleh pemerintah baru di Iran."

Dia mengatakan bahwa pihak AS siap untuk kembali ke Wina, dan mengakui penegasan kembali dukungan Raisi baru-baru ini untuk diplomasi. Namun Price mengatakan bahwa tawaran itu tidak akan berlangsung selamanya.

"Semakin lama ini berlangsung, keuntungan bagi keamanan nasional kita yang akan diperoleh dengan saling mengembalikan kepatuhan akan mulai berkurang oleh kemajuan yang dapat dibuat Iran sementara belenggu saat ini dihapus dari program nuklirnya," kata Price. "Jadi kami memperhatikan hal itu dan itulah mengapa kami mendesak pemerintah baru Iran untuk kembali berdiplomasi."

"Jika Presiden Raisi sungguh-sungguh dalam tekadnya untuk melihat sanksi dicabut, ya, itulah yang ada di atas meja di Wina," imbuh diplomat Amerika tersebut.



Di lain pihak, Israel, yang secara luas diyakini memiliki persenjataan nuklir semi-rahasia sendiri, telah menentang segala upaya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir itu.

Sehari sebelum mengeluarkan peringatan eksplisitnya kepada Iran, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz mengatakan pada pengarahan bersama Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid kepada para duta besar asing bahwa Teheran telah melanggar perjanjian nuklir. "Dan hanya 10 minggu lagi untuk memperoleh bahan-bahan tingkat senjata yang diperlukan untuk senjata nuklir," katanya.

"Sekarang adalah waktunya untuk perbuatan, kata-kata tidak cukup," kata Gantz.

"Sudah waktunya untuk melakukan tindakan diplomatik, ekonomi, dan bahkan militer, jika tidak, serangan akan berlanjut."
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1111 seconds (0.1#10.140)