Warga Sheikh Jarrah Tolak Mentah-mentah Tawaran Sebagai Penyewa Pengadilan Israel
loading...
A
A
A
YERUSALEM - Pengadilan Israel menawarkan kesepakatan kepada warga Sheikh Jarrah Palestina yang akan menghadapi pengusiran meski keputusan itu ditunda.
Warga Palestina mengatakan mereka ditawari kesempatan untuk tetap tinggal di properti mereka di lingkungan Sheikh Jarrah sebagai "penyewa yang dilindungi" jika mereka mengakui kepemilikan Israel.
Mahkamah Agung Israel menunda keputusan pada hari Senin dalam kasus keluarga Palestina yang menghadapi pengusiran oleh pemukim Yahudi di Yerusalem Timur, sebuah masalah yang memicu konflik bersenjata pada bulan Mei.
"Mereka memberi banyak tekanan pada kami untuk mencapai kesepakatan dengan pemukim Yahudi di mana kami akan menyewa dari organisasi pemukim," kata Muhammad el-Kurd, dari salah satu dari empat keluarga Palestina yang menjadi inti kasus ini.
"Tentu saja ini ditolak," tegasnya seperti dikutip dari SBS, Selasa (3/8/2021).
Sidang pada hari Senin adalah bagian dari pertempuran hukum selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh organisasi Yahudi Israel yang mencoba untuk merebut kembali properti yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem Timur sebelum pendirian Israel pada tahun 1948.
Penduduk Palestina mengatakan Yordania memberi mereka rumah di properti itu setelah mereka diusir dari kota-kota yang kemudian menjadi Israel. Pada hari Senin, mereka berpendapat bahwa dokumen Yordania yang baru diperoleh membuktikan kasus mereka.
Keempat keluarga itu berada di bawah perintah pengusiran, tetapi perintah itu ditangguhkan karena mereka mengajukan banding di pengadilan.
Kesepakatan yang diusulkan Senin akan membuat keluarga Palestina membayar USD465 per tahun kepada organisasi pemukim Nahalat Shimon.
Pengacara yang mewakili warga Palestina, Sami Irshid, menolak klaim Israel atas properti tersebut.
"Kami bersedia terdaftar sebagai penyewa yang dilindungi dengan tetap mempertahankan hak kami," katanya di pengadilan.
"Kami akan meminta pengakuan atas hak milik yang diberikan pemerintah Yordania kepada kami," tegasnya.
Mewakili para pemukim Yahudi, Ilan Shemer, mengatakan bahwa pengaturan ini akan menjadi pengaturan kosong.
Danny Seidemann, seorang pengacara yang mengkhususkan diri di Yerusalem, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pengadilan menunda keputusan dalam upaya menjembatani posisi tersebut, dengan hakim meminta Palestina untuk menyajikan daftar penyewa potensial yang dilindungi.
Seidemann mengatakan kesepakatan bisa menunda penggusuran selama beberapa dekade.
"Itu juga berarti penggusuran di beberapa titik tidak bisa dihindari," katanya.
Kasus ini telah menjadi pemicu perhatian internasional, dengan puluhan orang berdemonstrasi di luar pengadilan pada hari Senin.
Keluarga warga Palestina mengajukan banding ke Mahkamah Agung setelah dua pengadilan yang lebih rendah memutuskan bahwa di bawah hukum properti Israel, rumah-rumah tersebut milik pemilik Yahudi yang membeli plot sebelum 1948.
Pada tahun 1956, ketika Yerusalem Timur berada di bawah kendali Yordania, Amman menyewakan sebidang tanah kepada keluarga di Sheikh Jarrah, dan badan PBB untuk pengungsi Palestina membangun rumah untuk mereka.
Yordania berjanji untuk mendaftarkan properti atas nama mereka, tetapi tidak menyelesaikan proses sebelum Israel merebut Yerusalem Timur pada tahun 1967 dan mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Sebuah undang-undang Israel tahun 1970 memungkinkan orang-orang Yahudi untuk merebut kembali tanah di Yerusalem Timur yang mereka hilangkan pada tahun 1948, meskipun tidak ada pilihan seperti itu bagi warga Palestina yang kehilangan properti.
Wakil walikota Yerusalem Arieh King, yang mendukung klaim para pemukim di lingkungan itu, mengecam penundaan pengadilan.
"Selama pengadilan berlarut-larut, ada lebih banyak ruang bagi orang Arab untuk membuat kerusuhan," kata King kepada AFP.
Keluarga Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menegaskan hak mereka atas rumah mereka "sampai nafas terakhir".
Kelompok anti-pemukiman Ir Amim mengatakan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina berisiko kehilangan rumah mereka karena kelompok pemukim Yahudi di Sheikh Jarrah dan lingkungan Silwan di Yerusalem Timur.
Warga Palestina mengatakan mereka ditawari kesempatan untuk tetap tinggal di properti mereka di lingkungan Sheikh Jarrah sebagai "penyewa yang dilindungi" jika mereka mengakui kepemilikan Israel.
Mahkamah Agung Israel menunda keputusan pada hari Senin dalam kasus keluarga Palestina yang menghadapi pengusiran oleh pemukim Yahudi di Yerusalem Timur, sebuah masalah yang memicu konflik bersenjata pada bulan Mei.
"Mereka memberi banyak tekanan pada kami untuk mencapai kesepakatan dengan pemukim Yahudi di mana kami akan menyewa dari organisasi pemukim," kata Muhammad el-Kurd, dari salah satu dari empat keluarga Palestina yang menjadi inti kasus ini.
"Tentu saja ini ditolak," tegasnya seperti dikutip dari SBS, Selasa (3/8/2021).
Baca Juga
Sidang pada hari Senin adalah bagian dari pertempuran hukum selama bertahun-tahun yang dilakukan oleh organisasi Yahudi Israel yang mencoba untuk merebut kembali properti yang dimiliki oleh orang-orang Yahudi di Yerusalem Timur sebelum pendirian Israel pada tahun 1948.
Penduduk Palestina mengatakan Yordania memberi mereka rumah di properti itu setelah mereka diusir dari kota-kota yang kemudian menjadi Israel. Pada hari Senin, mereka berpendapat bahwa dokumen Yordania yang baru diperoleh membuktikan kasus mereka.
Keempat keluarga itu berada di bawah perintah pengusiran, tetapi perintah itu ditangguhkan karena mereka mengajukan banding di pengadilan.
Kesepakatan yang diusulkan Senin akan membuat keluarga Palestina membayar USD465 per tahun kepada organisasi pemukim Nahalat Shimon.
Pengacara yang mewakili warga Palestina, Sami Irshid, menolak klaim Israel atas properti tersebut.
"Kami bersedia terdaftar sebagai penyewa yang dilindungi dengan tetap mempertahankan hak kami," katanya di pengadilan.
"Kami akan meminta pengakuan atas hak milik yang diberikan pemerintah Yordania kepada kami," tegasnya.
Mewakili para pemukim Yahudi, Ilan Shemer, mengatakan bahwa pengaturan ini akan menjadi pengaturan kosong.
Danny Seidemann, seorang pengacara yang mengkhususkan diri di Yerusalem, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa pengadilan menunda keputusan dalam upaya menjembatani posisi tersebut, dengan hakim meminta Palestina untuk menyajikan daftar penyewa potensial yang dilindungi.
Seidemann mengatakan kesepakatan bisa menunda penggusuran selama beberapa dekade.
"Itu juga berarti penggusuran di beberapa titik tidak bisa dihindari," katanya.
Kasus ini telah menjadi pemicu perhatian internasional, dengan puluhan orang berdemonstrasi di luar pengadilan pada hari Senin.
Keluarga warga Palestina mengajukan banding ke Mahkamah Agung setelah dua pengadilan yang lebih rendah memutuskan bahwa di bawah hukum properti Israel, rumah-rumah tersebut milik pemilik Yahudi yang membeli plot sebelum 1948.
Pada tahun 1956, ketika Yerusalem Timur berada di bawah kendali Yordania, Amman menyewakan sebidang tanah kepada keluarga di Sheikh Jarrah, dan badan PBB untuk pengungsi Palestina membangun rumah untuk mereka.
Yordania berjanji untuk mendaftarkan properti atas nama mereka, tetapi tidak menyelesaikan proses sebelum Israel merebut Yerusalem Timur pada tahun 1967 dan mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Sebuah undang-undang Israel tahun 1970 memungkinkan orang-orang Yahudi untuk merebut kembali tanah di Yerusalem Timur yang mereka hilangkan pada tahun 1948, meskipun tidak ada pilihan seperti itu bagi warga Palestina yang kehilangan properti.
Wakil walikota Yerusalem Arieh King, yang mendukung klaim para pemukim di lingkungan itu, mengecam penundaan pengadilan.
"Selama pengadilan berlarut-larut, ada lebih banyak ruang bagi orang Arab untuk membuat kerusuhan," kata King kepada AFP.
Keluarga Palestina mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menegaskan hak mereka atas rumah mereka "sampai nafas terakhir".
Kelompok anti-pemukiman Ir Amim mengatakan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina berisiko kehilangan rumah mereka karena kelompok pemukim Yahudi di Sheikh Jarrah dan lingkungan Silwan di Yerusalem Timur.
(ian)