Kejinya Tentara Israel, Pria Palestina Pulang Kerja Ditembak Mati
loading...
A
A
A
"Banyak (warga Palestina) dibunuh secara tidak sah dengan peluru tajam atau kekuatan berlebihan lainnya ketika tidak menimbulkan ancaman jiwa. Beberapa pembunuhan di luar hukum tampaknya disengaja, yang akan merupakan kejahatan perang," kata Amnesty International.
Impunitas pasukan Israel yang menggunakan kekuatan berlebihan terhadap Palestina telah menjadi isu yang diperdebatkan dalam beberapa tahun terakhir.
Kasus profil tertinggi adalah tentara Israel Elor Azaria, yang menerima hukuman penjara 14 bulan pada September 2017 karena pembunuhan setelah menembak kepala Abdul Fatah al-Sharif yang berusia 21 tahun saat dia terbaring terluka di tanah.
Beita kerap menjadi lokasi kerusuhan sejak Mei lalu, ketika puluhan keluarga pemukim Yahudi tiba dan mulai membangun pemukiman liar penuh risiko Eviatar di puncak bukit dekat Nablus yang bertentangan dengan hukum Israel dan internasional.
Setelah berminggu-minggu bentrokan dan ketegangan, pemerintah nasionalis Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat kesepakatan dengan para pemukim yang membuat mereka meninggalkan pos terdepan Eviatar.
Para pemukim meninggalkan rumah-rumah sederhana yang mereka bangun sampai Kementerian Pertahanan Israel menentukan apakah tanah itu dapat dianggap sebagai wilayah negara.
Militer Israel mempertahankan kehadirannya di Eviatar sampai keputusan dibuat.
Perjanjian itu ditolak oleh Wali Kota Beita, yang mengatakan Kamis lalu bahwa bentrokan dan aksi protes akan terus berlanjut selama masih ada orang Israel di tanah Palestina.
Semua pemukiman Yahudi di Tepi Barat dianggap ilegal oleh sebagian besar komunitas internasional.
Impunitas pasukan Israel yang menggunakan kekuatan berlebihan terhadap Palestina telah menjadi isu yang diperdebatkan dalam beberapa tahun terakhir.
Kasus profil tertinggi adalah tentara Israel Elor Azaria, yang menerima hukuman penjara 14 bulan pada September 2017 karena pembunuhan setelah menembak kepala Abdul Fatah al-Sharif yang berusia 21 tahun saat dia terbaring terluka di tanah.
Beita kerap menjadi lokasi kerusuhan sejak Mei lalu, ketika puluhan keluarga pemukim Yahudi tiba dan mulai membangun pemukiman liar penuh risiko Eviatar di puncak bukit dekat Nablus yang bertentangan dengan hukum Israel dan internasional.
Setelah berminggu-minggu bentrokan dan ketegangan, pemerintah nasionalis Perdana Menteri Israel Naftali Bennett membuat kesepakatan dengan para pemukim yang membuat mereka meninggalkan pos terdepan Eviatar.
Para pemukim meninggalkan rumah-rumah sederhana yang mereka bangun sampai Kementerian Pertahanan Israel menentukan apakah tanah itu dapat dianggap sebagai wilayah negara.
Militer Israel mempertahankan kehadirannya di Eviatar sampai keputusan dibuat.
Perjanjian itu ditolak oleh Wali Kota Beita, yang mengatakan Kamis lalu bahwa bentrokan dan aksi protes akan terus berlanjut selama masih ada orang Israel di tanah Palestina.
Semua pemukiman Yahudi di Tepi Barat dianggap ilegal oleh sebagian besar komunitas internasional.