Polisi Gagalkan Rencana Pembunuhan Presiden Madagaskar
loading...
A
A
A
ANTANANARIVO - Pihak kepolisian Madagaskar menangkap enam orang, termasuk satu warga negara asing (WNA), yang dicurigai merencanakan pembunuhan presiden Andry Rajoelina. Penangkapan dilakukan setelah aparat di negara kepulauan Samudera Hindia itu melakukan penyelidikan selama berbulan-bulan.
"Menurut bukti yang kami miliki, orang-orang ini telah menyusun rencana untuk eliminasi dan netralisasi sejumlah orang termasuk kepala negara," kata jaksa agung Madagaskan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Jumat (23/7/2021).
Ia menambahkan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Penangkapan dilakukan pada Selasa lalu.
Para pejabat keamanan Madagaskar tidak memberikan rincian tentang rencana pembunuhan itu atau seberapa jauh perkembangannya ketika para tersangka ditangkap. Pernyataan jaksa agung juga tidak merinci kewarganegaraan warga negara asing yang diduga terlibat dalam rencana tersebut.
Sebuah pernyataan terpisah oleh menteri keamanan publik pada hari Rabu mengatakan bahwa enam orang telah ditangkap: satu warga negara asing, dua warga negara ganda, dan tiga warga negara Madagaskar.
"Polisi memiliki informasi selama beberapa bulan, tetapi baru sekarang ada kesempatan untuk menangkap mereka," bunyi pernyataan itu.
Madagaskar memiliki sejarah kekerasan politik. Mantan pemimpin kudeta Andry Rajoelina (44) dilantik sebagai presiden pada 2019 setelah melalui perjuangan yang keras di pemilu dan mahkamah konstitusi dari pesaingnya.
Rajoelina pertama kali merebut kekuasaan di bekas jajahan Prancis yang sangat miskin berpenduduk 26 juta jiwa dalam kudeta Maret 2009, menggulingkan Marc Ravalomanana. Dia tetap memegang kendali sebagai kepala pemerintahan transisi hingga 2014.
Dalam pemilihan 2019, Ravalomanana menantang Rajoelina, kalah, dan menuding telah terjadi kecurangan.
Sembilan dari 10 orang Madagaskar hidup dengan kurang dari USD2 per hari. Perubahan iklim dan penggundulan hutan telah memperburuk kekeringan terburuk selama empat dekade di selatan pulau itu.
"Menurut bukti yang kami miliki, orang-orang ini telah menyusun rencana untuk eliminasi dan netralisasi sejumlah orang termasuk kepala negara," kata jaksa agung Madagaskan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Reuters, Jumat (23/7/2021).
Ia menambahkan bahwa penyelidikan masih berlangsung. Penangkapan dilakukan pada Selasa lalu.
Para pejabat keamanan Madagaskar tidak memberikan rincian tentang rencana pembunuhan itu atau seberapa jauh perkembangannya ketika para tersangka ditangkap. Pernyataan jaksa agung juga tidak merinci kewarganegaraan warga negara asing yang diduga terlibat dalam rencana tersebut.
Sebuah pernyataan terpisah oleh menteri keamanan publik pada hari Rabu mengatakan bahwa enam orang telah ditangkap: satu warga negara asing, dua warga negara ganda, dan tiga warga negara Madagaskar.
"Polisi memiliki informasi selama beberapa bulan, tetapi baru sekarang ada kesempatan untuk menangkap mereka," bunyi pernyataan itu.
Madagaskar memiliki sejarah kekerasan politik. Mantan pemimpin kudeta Andry Rajoelina (44) dilantik sebagai presiden pada 2019 setelah melalui perjuangan yang keras di pemilu dan mahkamah konstitusi dari pesaingnya.
Rajoelina pertama kali merebut kekuasaan di bekas jajahan Prancis yang sangat miskin berpenduduk 26 juta jiwa dalam kudeta Maret 2009, menggulingkan Marc Ravalomanana. Dia tetap memegang kendali sebagai kepala pemerintahan transisi hingga 2014.
Dalam pemilihan 2019, Ravalomanana menantang Rajoelina, kalah, dan menuding telah terjadi kecurangan.
Sembilan dari 10 orang Madagaskar hidup dengan kurang dari USD2 per hari. Perubahan iklim dan penggundulan hutan telah memperburuk kekeringan terburuk selama empat dekade di selatan pulau itu.
(ian)