10 Perdana Menteri, 3 Presiden dan 1 Raja Jadi Target Spyware Pegasus Israel

Kamis, 22 Juli 2021 - 23:09 WIB
loading...
10 Perdana Menteri,...
(Kiri-Kanan) Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Raja Maroko Mohammad VI, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berada dalam daftar spyware Pegasus buatan perusahaan Israel. Foto/Kolase/Sindonews
A A A
WASHINGTON - Penyelidikan internasional terhadap daftar lebih dari 50 ribu nomor telepon menemukan setidaknya beberapa orang yang menjadi target spyware Pegasus adalah orang-orang penting dalam pemerintahan. Setidaknya 10 perdana menteri, tiga presiden dan seorang raja berada dalam daftar potensial spyware besutan perusahaan Israel, NSO, itu.

Tiga presiden yang masuk dalam daftar itu adalah Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Irak Barham Salih dan Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa. Sedangkan tiga perdana menteri yang masih menjabat seperti Imran Khan dari Pakistan, Mostafa Madbouly (Mesir) dan Saad-Eddine El Othmani (Maroko) juga masuk dalam daftar itu.

Sementara tujuh mantan Perdana Menteri masuk dalam daftar saat masih menjabat. Mereka adalah Ahmed Obeid bin Daghr dari Yaman, Saad Hariri dari Lebanon, Ruhakana Rugunda dari Uganda, Édouard Philippe dari Prancis, Bakitzhan Sagintayev dari Kazakhstan, Noureddine Bedoui dari Aljazair, dan dari Belgia Charles Michel.

Satu raja yang masuk dalam daftar itu adalah Raja Mohammad VI dari Maroko seperti dikutip dari The Washington Post, Kamis (22/7/2021).



Sebuah jurnalisme nirlaba Prancis, Forbidden Stories, dan kelompok hak asasi manusia Amnesty International memiliki akses ke daftar lebih dari 50.000 nomor. Mereka membagikan daftar itu kepada The Washington Post dan sejumlah media lainnya.

The Washington Post dan media lainnya di 10 negara mengkonfirmasi kepemilikan angka-angka ini dan lainnya yang dikutip dalam artikel ini melalui catatan publik, buku kontak jurnalis, dan pertanyaan kepada pejabat pemerintah atau rekan dekat lainnya dari target potensial — meskipun dalam beberapa kasus itu tidak mungkin untuk menentukan apakah nomor telepon yang aktif atau yang lama. The Washington Post mengkonfirmasi lima dari nomor itu sendiri. Sisanya dikonfirmasi oleh media lain.

Panggilan telepon ke hampir semua nomor telepon pada hari Senin dan Selasa lalu menghasilkan panggilan yang dibatalkan atau nomor yang diubah. Beberapa orang meminta untuk meninggalkan pesan. Sedangkan nomor lain menanggapi pesan teks.

Tujuan daftar tersebut tidak diketahui, dan NSO membantah bahwa itu adalah daftar target pengawasan.

“Daftar 50.000 nomor yang bocor bukanlah daftar nomor yang dipilih untuk pengawasan menggunakan Pegasus,” tulis pengacara NSO, Thomas Clare.

“Ini adalah daftar nomor yang dapat dicari siapa saja di sistem sumber terbuka untuk alasan selain melakukan pengawasan menggunakan Pegasus. Fakta bahwa sebuah nomor muncul di daftar itu sama sekali tidak menunjukkan apakah nomor itu dipilih untuk pengawasan menggunakan Pegasus,” imbuhnya.

“Data tersebut memiliki banyak kegunaan yang sah dan sepenuhnya tepat yang tidak ada hubungannya dengan pengawasan atau dengan NSO,” ucapnya.



Tetapi pemeriksaan forensik oleh Lab Keamanan Amnesty terhadap 67 smartphone yang berafiliasi dengan nomor dalam daftar menemukan 37 yang berhasil ditembus oleh Pegasus atau menunjukkan tanda-tanda percobaan penetrasi. Analisis oleh Amnesty juga menemukan bahwa banyak telepon menunjukkan tanda-tanda infeksi atau percobaan infeksi beberapa menit atau bahkan detik setelah cap waktu yang muncul untuk nomor mereka dalam daftar.

NSO mengatakan memiliki 60 klien lembaga pemerintah di 40 negara. Dalam setiap kasus, kata perusahaan, targetnya adalah teroris dan penjahat, seperti pedofil, bandar narkoba, dan pedagang manusia. Pihak perusahaan mengatakan secara khusus melarang penargetan warga yang taat hukum, termasuk pejabat pemerintah yang menjalankan bisnis biasa mereka.

Kepala eksekutif NSO Shalev Hulio mengatakan perusahaannya memiliki kebijakan untuk mencegah penyalahgunaan dalam wawancara telepon dengan The Washington Post, setelah serangkaian cerita awal tentang perusahaan muncul dalam laporan berita di seluruh dunia, di bawah judul Proyek Pegasus.

“Setiap tuduhan tentang penyalahgunaan sistem menyangkut saya. Itu melanggar kepercayaan yang kami berikan kepada pelanggan,” tegas Hulio.

“Saya percaya bahwa kita perlu memeriksa setiap tuduhan. Dan jika kita memeriksa setiap tuduhan, kita mungkin menemukan bahwa beberapa di antaranya benar. Dan jika kami menemukan bahwa itu benar, kami akan mengambil tindakan tegas,” tukasnya.
(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1417 seconds (0.1#10.140)